KRIMINALISASI terhadap Ahli dalam persidangan kasus kejahatan lingkungan dan tambang kembali terjadi. Kali ini menimpa Bambang Hero Saharjo, guru besar Institut Pertanian Bogor (IPB) yang menjadi saksi dalam sidang kasus korupsi timah.
Ia dilaporkan oleh Ketua Standar DPP Putra Putri Tempatan (Perpat) Bangka Belitung Andi Kusuma ke Polda Bangka Belitung dengan tuduhan telah memberikan informasi yang Tak sesuai dengan fakta atau keterangan Imitasi. Si pelapor menukil Pasal 242 Kitab Undang-Undang Hukum Pidana (KUHP) sebagai dasar laporan tersebut.
Pasal itu menyatakan bahwa siapa pun yang dalam keadaan ketika undang-undang menentukan agar memberikan keterangan di atas sumpah, Berkualitas secara lisan maupun tertulis, tetapi Malah memberikan keterangan Imitasi di atas sumpah, dapat dipidana dengan penjara selama-lamanya tujuh tahun.
Kasus ini bermula dari permintaan Kejaksaan Akbar kepada Bambang Demi melakukan penghitungan terkait dengan kerugian negara yang diakibatkan oleh kerusakan lingkungan di Area tambang Bangka Belitung. Berdasarkan hasil analisisnya, Bambang menyatakan bahwa kerugian yang ditimbulkan mencapai Bilangan yang sangat besar, yakni Rp271 triliun.
Tetapi, Bilangan tersebut memicu kontroversi. Perpat mempertanyakan keahlian dan kompetensi Bambang sebagai Ahli dalam melakukan Taksiran kerugian negara. Mereka juga menuduh keterangan Bambang soal kerugian negara dalam kasus korupsi timah tersebut merupakan informasi yang keliru.
Sejatinya, keberadaan Ahli dalam persidangan dilindungi hukum. Perlindungan itu salah satunya diatur dalam Konsiderans Undang-Undang Perlindungan Saksi dan Korban (UU PSK) yang menyatakan, ‘Demi meningkatkan upaya pengungkapan secara menyeluruh suatu tindak pidana, khususnya tindak pidana transnasional yang terorganisasi, perlu juga diberikan perlindungan terhadap saksi pelaku, pelapor, dan Ahli’.
Pun, keterangan Ahli merupakan bagian dari alat bukti. Pasal 184 Kitab Undang-Undang Hukum Acara Perdata (KUHAP) menyatakan alat bukti yang Absah dalam perkara pidana ialah keterangan saksi, keterangan Ahli, surat, petunjuk, dan keterangan terdakwa.
Artinya, sesungguhnya tak Terdapat Argumen hukum apa pun yang Bisa memidanakan Ahli. Tetapi, anehnya, pengkriminalan terhadap Ahli berulang kali terjadi. Bambang Hero bahkan bukan sekali ini saja dilaporkan karena menjalankan tugas profesionalnya sebagai akademisi yang diminta negara Demi menjadi Ahli.
Sebelumnya dalam sidang perkara kebakaran hutan dan lahan, ia pernah digugat oleh PT Jatim Jaya Perkasa (JJP) di Pengadilan Negeri Cibinong pada 2018. Di tahun yang sama, kasus serupa juga menimpa Ahli lingkungan hidup dan tanah, juga dari IPB, Basuki Wasis, yang digugat mantan Gubernur Sulawesi Tenggara Nur Alam di PN Cibinong. Basuki digugat setelah menjadi Ahli dalam persidangan perkara kerusakan lingkungan akibat pemberian izin usaha pertambangan (IUP) kepada PT Anugrah Harisma Barakah (PT AHB).
Preseden seperti ini Jernih tak Bisa dibiarkan. Sudah semestinya negara memberikan perlindungan maksimal kepada saksi Ahli. Terlebih seperti dalam kasus Bambang Hero, ia ditunjuk sebagai Ahli Demi membela negara melawan perusahaan yang melakukan korupsi yang menimbulkan kerugian negara dan kerugian ekologis.
Sungguh terlalu bila orang, yang dengan kompetensi akademisnya bersedia bersaksi Demi membela kepentingan negara, dibiarkan menjadi ‘sasaran tembak’ dan dikriminalisasi oleh pihak-pihak yang Malah telah merugikan negara. Kalau hal semacam itu dibiarkan, boleh jadi Tak akan Terdapat Tengah Ahli yang mau ditugaskan sebagai saksi di pengadilan.
Dalam perspektif lain, seperti penilaian yang disampaikan Indonesia Corruption Watch (ICW), pelaporan terhadap Bambang Hero merupakan upaya perlawanan balik dari koruptor dalam bentuk judicial harassment alias pelecehan hukum. Ini adalah bentuk ancaman melalui penyalahgunaan hukum Demi mengintimidasi dan membungkam kritik.
Karena itu, kita perlu mendesak agar polisi menghentikan laporan terhadap Bambang Hero. Penegakan hukum terhadap pelaku korupsi, apalagi korupsi yang juga menimbulkan kerugian dan kerusakan ekologis, tak boleh terdistraksi dengan upaya kriminalisasi terhadap Ahli. Bila polisi tetap melanjutkan laporan, sesungguhnya mereka sama saja terlibat dalam serangan terhadap pemberantasan korupsi.