Ilustrasi. Foto: Medcom.id
Jakarta: Perkumpulan Gabungan Perserikatan Pabrik Rokok Indonesia (GAPPRI) menolak Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 28 Tahun 2024 Bab XXI tentang pengamanan zat adiktif yang termuat dalam Pasal 429-463 diberlakukan, dan aturan turunannya (Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan). Pasalnya, ruang lingkup pengaturan tersebut akan mematikan kelangsungan Industri Hasil Tembakau (IHT).
Ketua Biasa Perkumpulan GAPPRI Henry Najoan berpandangan, proses pembuatan regulasi tersebut minim transparansi dan Enggak melibatkan pelaku IHT sehingga menimbulkan ketidakseimbangan dalam produk hukum yang dihasilkan. Hal ini berpotensi menimbulkan Pengaruh negatif yang signifikan, Enggak hanya bagi industri, tetapi juga bagi perekonomian nasional secara keseluruhan.
Menurut Henry, upaya Buat segera memberlakukan PP 28/2024 menunjukkan Kemenkes lebih mewakili agenda Framework Convention on Tobacco Control (FCTC) daripada melindungi kemaslahatan masyarakat yang terdampak oleh pengaturan tersebut.
“PP 28/2024 ini dinilai akan menimbulkan persaingan Enggak sehat dan memicu maraknya peredaran rokok ilegal,” tegas Henry dikutip dari keterangan tertulis, Senin, 13 Januari 2025.
(Ilustrasi. Foto: dok MI/Panca Syurkani)
Henry menegaskan, IHT adalah pihak yang langsung terkena Pengaruh dari regulasi ini, dengan begitu, Sebaiknya Mempunyai hak Buat didengar dan dilibatkan dalam proses pembahasan regulasi tersebut.
“GAPPRI mendesak pemerintah membuka ruang dialog yang inklusif dan transparan dalam Membangun regulasi yang adil dan berimbang. Hal itu sangat diperlukan Buat memastikan keberlanjutan industri, melindungi jutaan pekerja, serta menjaga stabilitas perekonomian nasional,” terang dia.
GAPPRI berharap pemerintah dapat mempertimbangkan masukan dari seluruh pemangku kepentingan, termasuk pelaku industri, agar tercipta kebijakan yang Enggak hanya melindungi kesehatan masyarakat, tetapi juga Enggak mengorbankan kepentingan ekonomi dan sosial.
“Kami berharap pemerintah Enggak Membangun kebijakan seperti PP 28/2024 yang mengatur Restriksi tar (residu tembakau) dan nikotin, melarang bahan tambahan dan penyeragaman kemasan yang Enggak cocok diterapkan di Indonesia yang Mempunyai produk khas seperti kretek,” Jernih Henry.
IHT mempekerjakan 5,8 juta orang
Diketahui, kretek berbahan baku tembakau lokal yang Mempunyai nikotin tinggi serta kandungan rempah seperti cengkeh. “Dengan pelarangan bahan tambahan, akan Membangun petani tembakau dan cengkeh menjadi Enggak terserap hasil panennya,” tuturnya.
Merujuk data GAPPRI, IHT merupakan salah satu sektor strategis nasional yang mempekerjakan kurang lebih 5,8 juta orang, mulai dari petani tembakau, pekerja pabrik, hingga distributor.
Kajian GAPPRI juga mencatat, IHT telah mengalami tekanan berat, yang dibuktikan dengan Enggak tercapainya Sasaran penerimaan cukai di 2024 yang berarti menjadi kali kedua secara berturut-turut Sasaran CHT Enggak tercapai. Tahun ini, dari Sasaran cukai sebesar Rp230,4 triliun hanya Pandai diraup sebesar Rp216,9 triliun.
Hal ini menunjukkan IHT telah melewati titik optimumnya dan Enggak Pandai Tengah memenuhi Sasaran Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN).
“Pengaturan yang berlebihan dan Enggak proporsional terhadap industri hasil tembakau akan mengguncang stabilitas ekonomi nasional, mengingat kontribusi kretek nasional terhadap penerimaan negara melalui cukai, pajak, dan lapangan kerja padat karya sangat signifikan,” ucap Henry.