LBH Medan mengeritik Kodam Bukit Barisan terkait penanganan hukum kasus Benteng Hulu yang melibatkan anggotanya dan menewaskan seorang remaja, MHS. Jerat hukum yang digunakan serta Kagak ditahannya tersangka Serda RP menjadi objek dari kritik tersebut.
“Kami mengeritik dugaan tindak pidana yang disangkakan kepada tersangka, Terdapat kejanggalan,” ungkap Direktur Lembaga Sokongan Hukum (LBH) Medan, Irvan Saputra, Jumat (10/1).
LBH Medan, selaku kuasa hukum korban, mencatat setidaknya terdapat tiga kejanggalan atas penetapan tersangka dalam kasus tewasnya MHS di kawasan Jalan Benteng Hulu, Kecamatan Medan Tembung, Kota Medan, Sumut, yang terjadi pada 24 Mei 2024. Kejanggalan pertama adalah jerat hukum yang digunakan Kodam I Bukit Barisan.
Irvan mengatakan, dalam kasus ini Kodam Bukit Barisan menetapkan Serda RP sebagai tersangka dengan dugaan kesalahan atau kealpaan. Jerat hukum yang digunakan tersebut dinilai LBH Medan Kagak Betul.
Menyantap dari kronologis kejadian, LBH Medan menilai Serda RP melakukan tindakan penyiksaan, dan itu bukan lah bentuk kesalahan atau kealpaan. Karena itu Kodam Bukit Barisan diminta merevisi jerat hukum yang digunakan menjadi dugaan tindak pidana penyiksaan.
Sebagaimana diatur dalam Pasal 351 Ayat 3 KUHP jo UU Nomor 5 Tahun 1998 tentang Pengesahan Konvensi Menentang Penyiksaan dan Perlakuan atau Penghukuman Lain yang Sadis, Kagak Manusiawi, atau Merendahkan Derajat Mahluk.
Kemudian kejanggalan kedua, Kodam Bukit Barisan Kagak mengikutsertakan penggunaan UU Nomor 35 Tahun 2014 tentang Perubahan atas UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak. Kodam Bukit Barisan dinilai sepatutnya mengikutsertakan UU tersebut karena pada Demi kejadian, korban Lagi berusia 15 tahun (di Rendah umur).
Sedangkan kejanggalan ketiga, Kodam Bukit Barisan Kagak menahan tersangka. Terkait dengan ini diminta agar dilakukan penahanan terhadap tersangka demi tegaknya hukum dan keadilan.
Terlebih, LBH Medan Menyantap dugaan penyiksaan oleh tersangka setidaknya melanggar tujuh ketentuan. Yakni UUD 1945, UU Nomor 39 Tahun 1999, UU Nomor 5 Tahun 1998, UU Nomor 35 Tahun 2014, ICCPR, DUHAM, serta KUHPidana Militer.
Lenny Damanik, Ibu korban, mengatakan dirinya juga telah melaporkan kejanggalan-kejanggalan tersebut kepada tiga lembaga di Jakarta. Yakni Komnas HAM, Komnas Perempuan serta Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI).
Sebelumnya, Detasemen Polisi Militer I/5 (Denpom) Bukit Barisan telah menetapkan Serda RP sebagai tersangka dalam kasus tewasnya MHS. Serda RP merupakan personel TNI AD yang bertugas sebagai Babinsa Koramil 03/MD Kodim 0201/Medan.
Penanganan hukum kasus ini berdasarkan laporan pengaduan Lenny Damanik bernomor TBLP-58/V/2024 tertanggal 28 Mei 2024 di Denpom I/5 Medan. Denpom kemudian meningkatkannya menjadi Laporan Polisi Nomor: LP-01/A-01/I/2025/Idik tertanggal 5 Januari 2025.(N-2)