DI era modern, siswa dihadapkan pada berbagai tantangan moral. Tantangan utama yang mereka hadapi ialah dilema etika terkait penggunaan teknologi informasi yang mana siswa harus mengelola penggunaan media sosial, internet, dan perangkat elektronik dengan bijak.
Siswa yang terlalu bergantung pada gadget akan kehilangan hubungan sosial yang sehat. Selain itu, globalisasi membawa siswa ke dalam lingkungan multikultural yang memerlukan pemahaman dan toleransi terhadap budaya dan nilai. Buat mengatasi tantangan tersebut, perlu adanya pendidikan karakter.
Krusialnya pendidikan karakter sebagai pembentuk kepribadian dan moral siswa sangat ditekankan William Bennet sebagaimana disampaikan dalam Kurniawan (2019). Menurut penelitian Bennet, peran sekolah menjadi sangat krusial dalam pembentukan karakter siswa mengingat siswa menghabiskan lebih banyak waktu di sekolah daripada di rumah.
Baca juga : Lima Hal Ini Perlu Diketahui Sebelum Membeli Router Wi-Fi Sim Card
Bennet menyimpulkan bahwa apa yang dihayati siswa di lingkungan sekolah memiliki dampak yang signifikan terhadap pembentukan karakter mereka saat dewasa nanti. Secara singkat, sekolah diidentifikasi sebagai salah satu medium efektif untuk menginternalisasikan pendidikan karakter kepada siswa.
Buat memaksimalkan penanaman karakter, beberapa langkah atau strategi dapat diambil, seperti meningkatkan peran guru, menumbuhkan budaya positif di sekolah, mengajarkan nilai-nilai toleransi, menanamkan nilai-nilai perdamaian melalui kelas manajemen konflik berbasis sekolah (MKBS), dan memberikan makna yang mendalam kegiatan-kegiatan sosial agar tidak sekadar menjadi aktivitas sumbangan semata.
Baca juga : Kemenkominfo Gelar Festival Makin Cakap Digital di Gowa, Sulsel
Guru sebagai teladan
Guru memiliki peran penting dalam membentuk karakter siswa. Loyalp siswa ialah individu dengan kebutuhan dan tantangan yang unik. Peran guru ialah memantau perkembangan siswa agar dapat memberikan dukungan yang tepat untuk membentuk karakter mereka. Dengan memberikan contoh perilaku yang positif, guru dapat menjadi sumber inspirasi bagi siswa.
Dalam pembelajaran, guru di Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe merancang pembelajaran yang memungkinkan siswa menginternalisasi nilai-nilai kebajikan. Misalnya, memberikan kesempatan kepada siswa membantu teman yang kesulitan dalam belajar dengan menjadi tutor teman sebaya.
Baca juga : Waspada, Aktivitas Digital dapat Pengaruhi Kesehatan Mental
Melalui hal sederhana itu, guru ingin mengajarkan mereka bahwa kebajikan bukan hanya kata, melainkan juga aksi nyata. Guru juga menanamkan nilai kejujuran sesuai budaya sekolah, no cheating di dalam pembelajaran. Selain itu, guru mengundang tokoh inspiratif sebagai guest teacher untuk memberikan inspirasi sehingga siswa mendapat pengalaman berbeda, bagaimana nilai-nilai kebajikan dapat membawa perubahan positif dalam hidup seseorang.
Budaya sekolah
Baca juga : Teknologi Whole Home Mesh Wifi Jawab Kebutuhan Kreator Konten
Samsul Kurniawan (2019) mengatakan bahwa karakter tidak terbentuk secara instan, tapi harus dilatih secara serius dan proporsional. Pendidikan karakter tidak selalu dengan menambah program tersendiri, tetapi bisa melalui pengembangan budaya sekolah.
Sekolah Sukma Bangsa (SSB) Lhokseumawe memiliki komitmen yang kuat terhadap pendidikan karakter dengan mengintegrasikan nilai-nilai budaya sekolah 5S (senyum, salam, sapa, sopan, dan santun) serta 4 no (no cheating, no bullying, no littering, dan no smoking) dalam seluruh aspek kehidupan sekolah.
Seluruh warga sekolah diajak menerapkan nilai-nilai kebajikan budaya sekolah sebagai dasar interaksi sosial di lingkungan sekolah. Hal itu bertujuan menciptakan budaya positif yang mana setiap warga sekolah merasa dihargai dan diterima. Enggak ada tempat untuk kecurangan, tindakan perundungan, membuang sampah sembarangan, dan merokok di dalam atau di sekitar area sekolah. Siswa dibiasakan untuk menjadi pribadi yang bertanggung jawab, baik terhadap diri sendiri maupun lingkungannya.
Baca juga : Kemenkominfo Gelar Webinar ‘Rahasia Membikin Konten Viral’
Toleransi di sekolah
SSB Lhokseumawe memiliki keunikan dalam keberagaman. Keberagaman itu menjadi peluang untuk memperkaya pengalaman belajar siswa tentang toleransi. Toleransi bukan hanya sebatas kata, melainkan juga menjadi prinsip yang diwujudkan dalam kehidupan sehari-hari. Siswa diajak untuk saling menghargai perbedaan, baik dalam hal suku, budaya, maupun agama.
Baca juga : Kecepatan Internet di Indonesia Sudah Sangat Memadai
Di dalam kelas terlihat siswa dengan berbagai keberagaman. Menariknya, toleransi sudah jadi perekat yang mengikat siswa untuk belajar bersama tanpa membeda-bedakan latar belakang. Mereka belajar untuk saling menghormati dan menghargai.
Salah satu upaya memperkuat toleransi di sekolah ialah dengan mengadakan kegiatan multikultural, seperti diversity day dan culture day. Dalam kegiatan tersebut, siswa mempertunjukkan kebudayaan berbagai daerah di Indonesia. Kegiatan itu mampu memperkuat pemahaman siswa terhadap keberagaman dan menumbuhkan rasa toleransi antarsiswa.
Baca juga : Timnas AMIN Kerahkan Anak Muda Sisir Nusa Jawa
Kelas managemen konflik verbasis sekolah (MKBS)
SSB proaktif dalam mengatasi perundungan, konflik, dan kekerasan dengan mendirikan kelas MKBS. Kelas itu dirancang untuk memberikan pengetahuan dan sensitivitas kepada guru dan siswa terhadap tindakan yang dapat mengarah pada situasi tersebut. Tujuannya ialah mencegah, bukan merespons setelah masalah berkembang.
Loyalp Rabu pagi, siswa dan guru berkumpul untuk mempelajari cara mengelola konflik dengan bijaksana, membangun komunikasi efektif, dan menciptakan lingkungan positif di sekolah. Materi kelas mencakup pemahaman konflik, komunikasi efektif, dan empati. Hasil refleksi siswa menunjukkan peningkatan dalam kemampuan berkomunikasi, penyelesaian konflik yang lebih efektif, dan menciptakan iklim kelas yang lebih harmonis.
Baca juga : 11 Prospek Kerja Jurusan Ilmu Komunikasi
Kegiatan sosial
Pengembangan karakter di Sekolah Sukma Bangsa Lhokseumawe tecermin dalam sejumlah kegiatan sosial, seperti Sukma berbagi, Sukma peduli Palestina, dan save our brother. Sukma berbagi mencerminkan semangat gotong royong di antara warga sekolah yang mana mereka diajak untuk berbagi rezeki, terutama kepada yang membutuhkan, seperti berbagi takjil pada bulan Ramadan atau memberikan bantuan ke sekolah-sekolah yang memerlukan.
Baca juga : Tata Kelola Teknologi Informasi
Kegiatan peduli Palestina menunjukkan inisiatif sekolah untuk mengajarkan siswa menjadi warga dunia yang peduli terhadap isu global, menyadarkan mereka bahwa kepedulian tidak mengenal batas geografis. Save our brother ialah kegiatan sosial lain yang membangkitkan kesadaran siswa akan pentingnya kebersamaan dalam mengatasi kesulitan dengan fokus pada memberikan bantuan kepada siswa SSB yang sedang mengalami kondisi sulit.
Melalui sejumlah program itu, sekolah tidak hanya mencapai prestasi akademik, tetapi juga membentuk generasi yang siap menghadapi dunia dengan sikap positif dan tinggi kepedulian.
Pendidikan karakter di sekolah ialah ladang subur tempat budi pekerti disemai dan tumbuh. Sebagaimana ladang subur yang memberikan nutrisi bagi tanaman, pendidikan karakter di sekolah memberikan pengaruh positif pada perkembangan nilai-nilai positif yang selalu tumbuh. Proses pendidikan tidak hanya mengajarkan fakta dan konsep akademik, tetapi juga membentuk kepribadian dan karakter baik.