Derita Ibu di Gaza karena Bayinya Mengidap Polio

Derita Ibu di Gaza karena Bayinya Mengidap Polio
Anak di Gaza yang menerima vaksinasi polio.(Dok Al-Jazeera)

DI dalam tenda dekat Kota az-Zawayda di Gaza Tengah, Nevin Serbuk al-Jidyan, 35, duduk di lantai di samping anak bungsunya, Abdul Rahman, yang terbaring di kursi bayi plastik. Rahman tampak pucat saat sang ibu dengan lembut menyentuh wajahnya dan mengipasinya dengan selembar karton.

Dia sedang tidur setelah menangis. Delapan anak Nevin yang lain duduk dengan tenang di ruangan kecil itu dilengkapi dengan beberapa kasur, peralatan masak, dan barang-barang lain di pojok.

Rahman, anak yang dulunya bersemangat baru saja mulai mengambil langkah pertamanya, biasa bermain dan berkeliling perkemahan dengan energi penuh. Tetapi kini ia terbaring di tempat tidur.

Baca juga : WHO Lampaui Sasaran Vaksinasi Polio untuk Anak Gaza

Rahman yang berulang tahun pada 1 September ialah anak pertama yang dipastikan mengidap polio di Gaza sejak 25 tahun terakhir. “Belum lama ini, anak saya terus-menerus bergerak,” kata Nevin dengan air mata berlinang.

“Dia sangat aktif sehingga ayahnya membelikannya gerobak plastik kecil untuk dinaiki. Dia sangat gelisah sehingga dia merusak permainannya,” ujarnya.

Bunyinya pecah saat dia melanjutkan sambil mengayun lembut Abdul Rahman. “Sekarang dia tidak bisa bergerak sama sekali. Hatiku hancur. Saya hampir tidak percaya hal ini terjadi,” keluhnya.

Baca juga : Ancaman Wabah Polio di Tengah Sistem Kesehatan Gaza yang Lumpuh

Dunia runtuh

Sekeliling dua bulan lalu, Abdul Rahman menderita demam tinggi dan muntah-muntah terus menerus. Khawatir, Nevin membawanya ke Rumah Linu Martir Al-Aqsa, fasilitas medis terakhir yang berfungsi di Gaza tengah tanpa pernah membayangkan betapa seriusnya penyakitnya.

Cek Artikel:  Serangan Israel di Tepi Barat Buktikan Pembersihan Etnik Palestina

Selama dua minggu, dia hampir tidak bisa bangun dan tidak menyusui seperti biasa. Dia diberi makan melalui infus.

Setelah menghabiskan dua minggu di rumah sakit, Nevin membawa putranya, yang sudah mulai makan tetapi masih mengalami kesulitan, kembali ke tenda pengungsian Dokter mencurigai ada penyakit serius dan mengirim sampel ke Yordania untuk diuji.

Baca juga : Spesialis Kesehatan Masyarakat Israel Desak Gencatan Senjata untuk Hentikan Polio di Gaza

Sebulan kemudian, Nevin menerima kabar buruk melalui telepon bahwa Abdul Rahman menderita polio. “Rasanya dunia di sekitar saya runtuh,” kenangnya.

“Saya tidak dapat mempercayainya. Para dokter memastikan diagnosis tersebut dan meminta saya untuk segera mempersiapkan semua anak saya untuk vaksinasi,” sebutnya.

Dia tertegun dan meskipun dia hampir tidak dapat memahami yang sedang dirasalan tetapi dia ingat betapa takutnya anak-anak yang lain terkena penyakit yang sama. Beberapa jam kemudian, tim medis tiba untuk memvaksinasi anak-anaknya dan tetangga mereka, karena khawatir virus tersebut akan menyebar di tenda-tenda yang penuh sesak.

Baca juga : Bias Pemberitaan Gaza, Media Inggris Dikritik

Berbagai pertanyaan muncul di benaknya. “Anak saya menderita polio? Apakah dia akan lumpuh? Apa yang bisa saya lakukan? Bagaimana cara melindungi kesembilan anak saya?” tanyanya dalam hati kepada Al-Jazeera.

Vaksinasi yang terlewat 

Sejak Abdul Rahman jatuh sakit, ia tidak mampu berdiri atau menggerakkan kakinya dan terkadang mengalami kejang. Dia juga kesulitan menggerakkan lengan kirinya. Awalnya Nevin mengira hal ini disebabkan kelelahan karena sakit.

Cek Artikel:  Norwegia Banyak Gunung, Cerita Rakyat, Main Ski

Kini dia tahu polio telah membuat kedua kakinya lumpuh. Nevin mengungsi dari Gaza utara bersama keluarganya setelah Israel memerintahkan untuk mengungsi.

Sejak itu, dia dan keluarganya menghadapi pergolakan demi pergolakan dalam 11 bulan terakhir sejak Israel mulai membombardir Gaza dan menewaskan lebih dari 40.800 warga Palestina.

Keluarga beranggotakan 11 orang ini terpaksa pindah sebanyak lima kali. Pengungsian yang terus-menerus, menurutnya, menghalangi Abdul Rahman untuk mendapatkan vaksinasi kritis sehingga menyebabkan dia tertular polio.

“Virus ini sangat memukul anak saya,” jelas Nevin. “Begitu kami mengungsi, dia baru berusia satu bulan dan ketinggalan vaksinasi. Kami terus bergerak dan itu merupakan kendala,” ujarnya.

Dia juga percaya kondisi kehidupan yang buruk berkontribusi terhadap penyakitnya. “Air yang kotor dan kurangnya makanan bergizi itulah yang membuat Abdul Rahman sakit. Saya pikir air yang terkontaminasi, jenis air yang mereka distribusikan kepada kita, ialah penyebab utama penyebaran polio,” terangnya.

Polio dapat menyebar dengan cepat dalam kondisi yang tidak higienis melalui kontak dengan kotoran atau, dalam kasus yang jarang terjadi, melalui bersin atau batuk. Hal ini dapat menyebabkan gejala ringan seperti flu, tetapi dalam beberapa kasus dapat memengaruhi otak dan saraf, menyebabkan kelumpuhan permanen, dan terkadang kematian.

PBB bersama dengan otoritas kesehatan Gaza telah memulai kampanye vaksinasi untuk memberikan vaksin polio oral kepada sekitar 640.000 anak. Virus polio yang ada di Gaza diyakini berasal dari vaksin, yaitu virus yang dilemahkan dari vaksin oral yang bermutasi sehingga menyebabkan infeksi dan menyebar karena penghancuran infrastruktur sanitasi yang dilakukan Israel.

Cek Artikel:  Biden Bicara dengan Qatar dan Mesir soal Gencatan Senjata Gaza

Anak-anak di bawah usia lima tahun yang tidak menerima atau mendapatkan vaksinasi sebagian ialah kelompok yang paling berisiko terkena penyakit ini. Tak ada obat untuk polio.

Kondisinya semakin memburuk

Sungguh menyedihkan Nevin melihat betapa lesu dan lelahnya putranya yang dulu riang. Sekarang dia hampir tidak tersenyum saat diajak bermain.

Satu-satunya harapan Nevin saat ini ialah membawa putranya keluar dari Gaza untuk mendapatkan perawatan. “Saya dan suami bermimpi pergi ke luar negeri ketika penyeberangan Rafah dibuka kembali,” katanya. “Abdul Rahman butuh suplemen tapi kondisinya semakin parah,” sebutnya.

Nevin menghabiskan hari-harinya di sisi putranya dengan merawatnya. Dia sering menangis dan keluarganya berduka. Tetap saja, Nevin tetap melakukan yang dia bisa, memijat kakinya setiap hari, berharap kakinya akan merespons dan memberinya makan meskipun dia kurang nafsu makan.

Tetapi hidup dalam kemiskinan dan pengungsian, Nevin berjuang untuk memenuhi kebutuhan paling dasar. “Anak saya membutuhkan air bersih dan tersaring, tetapi dengan keluarga besar saya, saya tidak mampu membeli air kemasan secara teratur,” kata dia.

Sembari menangis, Nevin berharap hanya ingin anaknya sembuh, baik melalui pengobatan di luar negeri atau Gaza. “Tetapi sepertinya tidak ada yang peduli saat ini dan saya tidak berdaya sebagai seorang ibu. Yang bisa saya lakukan hanyalah berharap dia bisa mendapatkan kembali kesehatannya,” pungkasnya. (Z-2)

Mungkin Anda Menyukai