MANTAN Komisoioner Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) Haryono Umar mengatakan bahwa Mardani H Maming selaku terpidana korupsi izin usaha pertambangan (IUP) layak mendapatkan hukuman berat. Pasalnya, tindakan korupsi yang dilakukannya sangat merugikan rakyat.
“Nggak ada alasan untuk PK. Koruptor memang harus dikenakan hukum berat karena merugikan rakyat banyak,” kata Haryono, Senin (9/9).
Haryono memandang, berkaca dari data dan perjalanan kasus yang menjerat Mardani H Maming, Mahkamah Mulia (MA) harus menolak PK yang diajukan oleh mantan Ketua DPD PDIP Kalsel ini. “Berdasarkan data dan perjalanan kasus ini, harusnya ditolak PK nya,” ungkap Haryono.
Baca juga : KPK Minta MA Tolak PK Mardani H Maming
Haryono menegaskan, PK yang diajukan oleh Mardani H Maming juga harus ditolak Mahkamah Mulia (MA) lantaran tidak novum atau bukti baru. “Kan gak ada novum baru,” pungkas Haryono.
Sebelumnya, nama Wakil Ketua KPK, Nurul Ghufron dikaitkan dengan urusan peninjauan kembali (PK) mantan Bupati Tanah Bumbu Mardani H Maming yang diajukan ke MA. Dari informasi yang berkembang, Nurul Ghufron diduga membantu Mardani H Maming terkait pengajuan PK yang diajukan ke MA pada 6 Juni 2024 lalu.
Beredar kabar, Ghufron merupakan aktivis NU non strukutral sedangkan Mardani H Maming pernah menjabat sebagai Bendum PBNU sebelum pada akhirnya diberhentikan pasca ditetapkan menjadi terpidana korupsi izin usaha pertambangan (IUP) sewaktu menjabat sebagai Bupati Tanah Bumbu Kalimantan Selatan (Kalsel).
Baca juga : Terkait PK Mardani H Maming, Ini Kata MA
Terkait isu tersebut, Nurul Ghufron belum memberikan keterangan secara resmi. Begitu wartawan mencoba menghubungi untuk mengonfimasi kabar itu, belum mebdapat jawaban dari Nurul Ghufron. Sementara itu, Member Dewas KPK, Syamsuddin Haris mengaku baru mendengar kabar miring tersebut. Haris mengatakan menunggu laporan masyarakat agar Dewas KPK bisa menelusuri dugaan pelanggaran etik tersebut. “Saya tidak tahu. Juga belum ada laporan ke Dewas,” ujar Haris.
Nama Nurul Ghufron sendiri baru-baru ini terbukti melanggar kode etik mengunakan pengaruhnya untuk kepentingan pribadi membantu mutasi ASN di Kementerian Pertanian berinisial ADM dari Jakarta ke Malang dengan menghubungi eks Sekjen Kementan Kasdi Subagyo.
Akibat pelanggaran itu, Dewas KPK memberikan sanksi kepada Nurul Ghufron berupa pemotongan gaji sebesar 20 persen selama enam bulan ke depan. (Nov)