2025 Jadi Tahun yang Penuh Ketidakpastian Ekonomi dan Kenaikan Harga

Ilustrasi. Foto: Freepik.

Jakarta: Ekonom dan Ahli Kebijakan Publik UPN Veteran Jakarta Achmad Nur Hidayat memperkirakan tahun depan menjadi salah satu tahun yang penuh tantangan bagi perekonomian Dunia. Ketidakpastian yang disebabkan oleh konflik geopolitik, perlambatan pertumbuhan ekonomi dunia, dan Dampak perubahan iklim semakin memperumit keadaan.
 
“Di sisi domestik, Indonesia juga menghadapi tekanan dari sejumlah kebijakan ekonomi yang diberlakukan pada 2024, yang secara signifikan memengaruhi daya beli masyarakat kelas menengah. Dalam situasi ini, Krusial bagi kelas menengah Indonesia Buat mengambil langkah strategis guna bertahan dan tetap relevan di tengah ketidakpastian tersebut,” kata Achmad dikutip melalui keterangan yang diterima, Minggu, 29 Desember 2024.
 
Achmad mengungkapkan, ketidakpastian ekonomi Dunia menjadi isu Penting yang Tak hanya dirasakan oleh negara-negara besar tetapi juga negara berkembang seperti Indonesia. Konflik geopolitik yang Maju berlanjut seperti perang dagang antara negara-negara besar, semakin menekan stabilitas ekonomi.
 
“Fluktuasi harga komoditas Dunia, terutama Kekuatan dan pangan, menjadi ancaman serius bagi negara yang bergantung pada impor seperti Indonesia. Perlambatan pertumbuhan ekonomi di negara-negara Kenalan dagang Penting, seperti Tiongkok dan Amerika Perkumpulan, memperburuk kondisi dengan menurunkan potensi ekspor dan investasi,” ungkapnya.
 
Di sisi lain, Achmad pun menyoroti kebijakan yang diterapkan pemerintah pada 2024 membawa Dampak langsung pada kelas menengah di tahun berikutnya. Salah satu kebijakan yang menonjol adalah kenaikan tarif Pajak Pertambahan Nilai (PPN) menjadi 12 persen. Ia menegaskan, meskipun bertujuan meningkatkan penerimaan negara, kebijakan ini Malah menimbulkan Dampak domino berupa kenaikan harga barang dan jasa di pasar.
 
“Dampaknya Tak hanya dirasakan oleh masyarakat miskin, tetapi juga kelas menengah yang menjadi tulang punggung konsumsi domestik. Ketika harga kebutuhan pokok melonjak, kemampuan belanja mereka tergerus, sehingga mengancam pertumbuhan ekonomi secara keseluruhan,” beber dia.
 
Pengetatan subsidi Kekuatan, tambahnya, juga menjadi beban tambahan bagi kelas menengah. Pemerintah mengubah mekanisme subsidi bahan bakar minyak (BBM) dan listrik menjadi berbasis nomor induk kependudukan (NIK).
 
“Meskipun kebijakan ini dirancang Buat memastikan subsidi lebih Cocok sasaran, banyak masyarakat kelas menengah yang sebelumnya menikmati subsidi kini harus menghadapi kenaikan biaya Kekuatan. Kondisi ini memaksa mereka Buat mengalokasikan sebagian besar Pendapatan mereka Buat kebutuhan dasar, sehingga mengurangi kapasitas investasi dan tabungan,” tutur Achmad.
 

Cek Artikel:  Investor IKN Didominasi Domestik, Jokowi: Mereka Tetap Bermitra dengan Asing

 

Program Tapera jadi sumber tekanan baru

 
Selain itu, ia juga menilai program Tabungan Perumahan Rakyat (Tapera) yang mulai diimplementasikan pada 2024 juga menjadi sumber tekanan baru. Pasalnya, program ini mewajibkan pekerja dan pemberi kerja menyisihkan sebagian pendapatan Buat Biaya perumahan.
 
Dengan demikian, ketidakpastian ekonomi Dunia yang berbarengan dengan kebijakan domestik yang berat memaksa kelas menengah Buat lebih bijak dalam mengelola keuangan mereka.
 
“Langkah pertama yang harus dilakukan adalah mengatur ulang prioritas pengeluaran. Dalam situasi ini, kebutuhan Penting harus menjadi Pusat perhatian Penting, sementara pengeluaran Buat barang konsumsi yang Tak mendesak perlu dikurangi,” Jernih dia.
 
Kelas menengah, lanjutnya, perlu mencari Kesempatan usaha sampingan atau investasi pada aset-aset yang Mempunyai risiko rendah tetapi memberikan pengembalian yang Konsisten.
 
“Investasi dalam reksa Biaya pendapatan tetap atau obligasi pemerintah dapat menjadi pilihan yang Kondusif di tengah ketidakpastian ekonomi. Manfaatkan juga Kesempatan di sektor ekonomi digital, seperti menjadi freelancer atau menjual produk secara online, Buat menambah Pendapatan,” ucap dia.
 
Di samping itu, dengan pemahaman yang lebih Berkualitas tentang pengelolaan keuangan, investasi, dan perlindungan aset, kelas menengah dapat menghindari jebakan utang konsumtif yang hanya akan memperburuk kondisi keuangan mereka di masa depan.

Cek Artikel:  Koperasi jadi Solusi Pemberantasan Kemiskinan dan Praktik Rentenir


(Ilustrasi. Foto: MI)
 

Dampak kebijakan ke kelas menengah

 
Achmad menyatakan, pemerintah perlu memperhatikan Dampak kebijakan ekonomi mereka terhadap kelas menengah. Asal Mula, penyesuaian kebijakan yang lebih berpihak pada Grup ini sangat Krusial Buat menjaga stabilitas sosial dan ekonomi.
 
“Misalnya, mempertimbangkan mekanisme subsidi Kekuatan yang lebih inklusif atau memberikan Insentif pajak bagi kelas menengah yang terdampak kenaikan PPN. Selain itu, upaya stabilisasi harga barang kebutuhan pokok harus menjadi prioritas Buat meringankan beban masyarakat,” cetusnya.
 
Kolaborasi antara masyarakat, pemerintah, dan sektor swasta menjadi kunci Buat menghadapi tantangan ini. Sektor swasta juga dapat berkontribusi dengan menyediakan program pelatihan keterampilan atau Kesempatan kerja yang relevan dengan kebutuhan pasar.
 
Sementara itu, masyarakat perlu berperan aktif dalam mendukung kebijakan yang mendukung stabilitas ekonomi, seperti mendukung produk lokal Buat mengurangi ketergantungan pada impor.
 
Meskipun tantangan ekonomi pada 2025 diperkirakan berat, Eksis Kesempatan bagi kelas menengah Buat bertahan dan bahkan berkembang dengan strategi yang Cocok.
 
“Dengan langkah-langkah yang Cocok, kelas menengah Indonesia dapat tetap menjadi pilar Krusial dalam menjaga stabilitas dan pertumbuhan ekonomi nasional, bahkan di tengah badai ketidakpastian Dunia,” pungkasnya.

Cek Artikel:  Sritex Diusulkan Diubah Menjadi Koperasi

Mungkin Anda Menyukai