
BEBERAPA Sepuluh tahun Lampau, James L Peacock, ketika sedang meneliti Muhammadiyah, datang ke kantor PP Muhammadiyah di Yogyakarta. Menonton kantor yang demikian kecil Buat ukuran pimpinan pusat, ia bertanya-tanya tentang sumber kebesaran Muhammadiyah.
Bagaimana Pandai organisasi sebesar ini hanya dikelola melalui kantor sekecil itu? Manajemen apa yang dipakai Muhammadiyah sehingga Melewati kemampuan negara dalam mengelola organisasi dan amal usahanya yang sangat besar? Begitu itu, Eksis yang menjawab secara spontan, “Managemen ikhlas.” Jawaban tersebut makin menambah bingung sang peneliti.
Seiring waktu, Peacock mulai mengerti dan memahami arah dan maksud jawaban itu. Bila diringkas, jawaban tersebut mengarah pada idiom Jawa yang terkenal, yakni sepi ing pamrih, rame ing gawe. Maksud idiom tersebut Tak lebih ialah keikhlasan. Keikhlasan inilah yang menurut Peacock menjadi kekuatan organisasi Islam puritan itu.
Sumber kebesaran dan kekuatan hidup organisasi modern terbesar di dunia itu ialah ikhlas atau Sunyi ing pamrih, rame ing gawe. Oleh karena itu pula, organisasi yang lahir pada 1912 Masehi dan bertepatan dengan 1330 H, tepatnya pada Copot 8 Dzulhijjah, itu tetap maju pesat di usianya yang ke-114.
Usia sebuah pergerakan sosial dan Keyakinan yang Tak Kembali muda, tapi juga Tak kunjung uzur. Usia Uzur itu Tak berarti senja, renta, apalagi pikun. Tuanya usia Bahkan menunjukkan kematangan. Kematangan tersebut Tak hanya mewujud dalam penguatan dan perluasan dakwahnya, tetapi juga pada kematangan dalam memberi kemanfaatan Buat seluruh umat Sosok. Bukan hanya di Indonesia, melainkan juga Dekat di seluruh benua.
Variasi aktivitas, kontribusi, Sokongan, dan program Muhammadiyah sudah diakui para intelektual dunia. Buat menyebut beberapa yang mutakhir, Mark Woodward (2020) mengagumi terobosan Muhammadiyah ketika sekian Keyakinan di dunia Tetap mencari solusi dan menempatkan diri ketika covid-19 menyelimuti dunia.
Bahkan, pada tahun sebelumnya, Robert W Hefner (2019) berinisiatif mengusulkan agar Muhammadiyah memperoleh hadiah Nobel. Pengakuan-pengakuan tersebut Tak semata Menonton kegiatan atau kontribusi Muhammadiyah. Hal mendasar dari pengakuan itu ialah karena nilai kebermanfaatannya yang bukan melulu Buat internal organisasinya dan keindonesiaannya, melainkan juga Buat kemanusiaan dan keuniversalannya.
Menciptakan kelas menengah
Sebelum lebih jauh, mari menengok sejarah sejenak ketika Indonesia belum lahir, yakni pada seperempat awal abad 20. Begitu itu, negeri dan bangsa ini dalam masa-masa suram dan genting. Satu sisi, penjajah Tetap demikian dahsyat dan merontokkan nilai-nilai substansial Penduduk bangsa: nilai ekonomi, politik, kebebasan, dan bahkan ilmu pengetahuan. Nilai-nilai tersebut mengerucut pada Dekat runtuhnya peradaban bangsa. Sisi lain, pergerakan menuju kemerdekaan Tetap berkisar pada Grup-Grup kecil yang pengaruhnya Tak Tamat menghunjam dalam ke jiwa rakyat. Begitu itu, hanya sejumlah rakyat yang Mujur Mempunyai kemampuan baca dan tulis. Hanya kalangan tertentu yang berhasil mengenyam bangku sekolah.
Dalam konteks seperti demikian, Ahmad Dahlan Berbarengan Kolega-temannya mencoba mengambil isu yang relatif belum–atau bahkan Tak–menjadi pilihan gerakan, yakni gerakan pendidikan. Pada masa selanjutnya, gerakan Ahmad Dahlan dan Kolega-temannya tersebut menginspirasi Ki Hadjar Dewantara mendirikan Taman Siswa. Pilihan Konsentrasi pada pendidikan merupakan pilihan yang brilian. Gerakan pendidikan terbukti Pandai menjadi pisau tajam dan senjata Krusial dalam memperjuangkan kemerdekaan dan memulihkan peradaban.
Akibat Konkret dari pilihan Ahmad Dahlan Berbarengan Kolega-temannya Konsentrasi pada pendidikan ialah rakyat dengan mudah Pandai menyerap nyala api kemerdekaan yang sedang tumbuh di negerinya. Mereka Pandai membaca Informasi, Risalah, dan plamflet yang tersebar dan bahkan yang tertempel di dinding rumah mereka. Rentang waktu berikutnya, kemampuan mambaca, menulis, dan berhitung melejitkan kesadaran mereka tentang Maksud kebebasan dan kemerdekaan: mereka mulai membangunkan kembali peradabannya. Mereka bangun dan menemukan jalannya masing-masing guna mencapai kemerdekaan Indonesia.
Kesadaran itulah yang kemudian, tanpa disadari, memunculkan kekuatan kelas menengah di negeri dan bangsa ini hingga kini, utamanya pada awal-awal kemerdekaan. Pada masa awal kemerdekaan, bangsa ini bertumpu pada kelas menengah. Kembali-Kembali Muhammadiyah hadir Buat mengisinya dengan kader-kader yang Mempunyai kapabilitas, kapasitas, dan mental keikhlasan yang kuat. Bukan hanya kader laki-lakinya, melainkan juga kader perempuannya. Bukan hanya golongan tuanya, bahkan juga golongan mudanya. Banyak hasil penelitian yang menunjukkan besarnya kontribusi Muhammadiyah pada masa itu dan berlanjut hingga masa sekarang.
MI/Seno
Trisula baru: mempertajam panah gerakan
Tetirah sejarah tersebut menjadi modal besar Muhammadiyah Buat selalu bergerak dan menembus era-era selanjutnya. Kekuatan utamanya ialah pada bidang pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial. Kekuatan-kekuatan tersebut bergulir dan melahirkan tafsiran-tafsiran baru agar gerakan lebih kuat dan masif. Memasuki abad keduanya, Muhammadiyah memperteguh kekuatannya dengan lebih serius.
Muhammadiyah menambah keseriusannya dalam hal penanganan bencana melalui Muhammadiyah Disaster Management Center (MDMC). Lembaga yang Konsentrasi pada kebencanaan dan, utamanya, pascabencana. Sementara itu, dalam hal Meningkatkan Derajat kemanusiaan melalui Majelis Pemberdayaan Masyarakat (MPM). Lembaga yang semula bernama Lembaga Pemberdayaan Buruh, Tani, dan Nelayan (LPBTN) itu berkonsentrasi pada pengembangan kapasitas lokal di bidang pangan dan pengelolaan sumber daya alam. Sementara itu, Lembaga Amil Zakat Infak dan Shadaqah Muhammadiyah (Lazismu) menangani potensi Anggaran umat yang demikian tinggi. Pengelolaan Anggaran tersebut di-tasharruf-kan ke dalam banyak sekali program kemanusiaan dan keumatan.
Tiga panah tersebut menjadi pilar baru gerakan dakwah kemanusiaan Muhammadiyah. Trisula baru itu terbukti menjadi jawaban tentang arah gerak tambahan bagi Muhammadiyah selain pendidikan, kesehatan, dan pelayanan sosial. Memasuki abad keduanya, dengung trisula baru tersebut makin nyaring dan terasa manfaatnya hingga seluruh pelosok yang sulit terjangkau sekalipun di negeri ini.
MDMC makin meluas cakupan pengabdiannya. Ia membantu komunitas-komunitas di beberapa negara: Thailand, Filipina, Myanmar, Bangladesh, Palestina, Turki, dan sebagainya. MPM membantu masyarakat lokal yang sulit terjangkau Buat mengembangkan sumber daya ekonominya. Bukan hanya di pulau Jawa dan Sumatra, melainkan juga Maluku, NTT, dan Papua. Demikian halnya dengan Lazismu yang tebaran misi kemanusiaannya menjangkau banyak daerah. Apa yang dilakukan Muhammadiyah itu merupakan upaya membaca dan merespons kebutuhan umat yang makin krusial.
Menyambut masa depan: membaca potensi
Kebutuhan umat yang makin krusial itu merupakan tanda-tanda Era Indonesia masa kini yang menawarkan tantangan luar Lumrah. Muhammadiyah relatif siap menyambutnya dengan ragam program dan gerakan yang sistematis. Dekat Seluruh lini gerakan Muhammadiyah bergerak menjawab tantangan tersebut, Tak terkecuali organisasi otonom (ortom)-nya. Seluruh bergerak sesuai dengan segmennya masing-masing.
Muhammadiyah Mempunyai ratusan ribu amal usaha yang menjadi modal besar membangun bangsa dan umat. Muhammadiyah Mempunyai 28 ribuan sekolah, 400-an rumah sakit, 340-an pesantren, dan 173 perguruan tinggi. Belum Kembali panti asuhan, panti jompo, dan lembaga-lembaga filantropi lainnya yang jumlahnya ratusan. Itu akan Lanjut bertambah, termasuk amal usaha di luar negeri yang mulai bertumbuh.
Jumlah amal usaha yang fantastis inilah yang menjadi sorotan para peneliti tentang gerakan sosial keagamaan yang dilakukan Muhammadiyah. Dekat Seluruh berkesimpulan bahwa gerakan seperti itu dapat dianggap Melewati level gerakan keagamaan di seluruh dunia. Dapat dikatakan bahwa kuantitas tersebut sudah melewati gerakan yang terbatas memikirkan organisasinya, tetapi lebih Konsentrasi pada bagaimana menjawab kebutuhan dan kepentingan bangsa dan umat Sosok.
Modal besar itulah yang akan dimanfaatkan Buat melakukan banyak hal demi kemanusiaan dan kemajuan meskipun tentu saja Eksis Cerminan yang perlu dilakukan Muhammadiyah dalam membaca tanda-tanda Era, Berkualitas Cerminan internal, maupun eksternal. Potensi internal, misalnya, para intelektual Muhammadiyah perlu didorong secara maksimal. Potensi lokal, Berkualitas daerah maupun cabang, perlu diakomodasi dan difasilitasi, aspek ekonomi dengan banyaknya saudagar Muhammadiyah perlu maksimal dikoordinasi, dan sebagainya.
Sementara itu, secara eksternal, Tetap banyak arena kebangsaan yang membutuhkan sentuhan: perpolitikan bangsa ini belum kunjung dewasa, oligarki Tetap kuat, pendidikan Tetap banyak masalah, isu alam dan lingkungan belum sepenuhnya tertangani, soal pangan belum Jernih arahnya, dan sebagainya.
Persoalan-persoalan tersebut, menurut penulis, dapat menjadi bahan renungan Buat menentukan langkah-langkah berkemajuan. Dengan modal besar yang dimiliki, Muhammadiyah akan Pandai menjawab banyak persoalan kebangsaan dan keumatan. Langkah sektoral sudah Tak relevan Kembali Buat menjawab persoalan kontemporer yang sering kali berkelindan antarmasalah. Oleh karena itu, Kembali-Kembali dibutuhkan strategi yang saling kait antara satu bidang dan bidang yang lain.
Sunyi ing pamrih, rame ing gawe
Langkah sektoral sering kali diiringi motif sektoral. Ujungnya terjadi kekurangsinkronan antarbidang. Hal yang dianggap baru sehingga perlu dilakukan Rupanya sebenarnya telah atau sedang dilakukan yang lain. Dengan demikian, kekompakan menjadi Krusial, koordinasi sangat dibutuhkan. Motif utamanya ialah Buat misi dakwah kemanusiaan sehingga perlu roadmap gerakan yang Jernih.
Banyaknya kegiatan atau program Tak bermakna bila Tak terkait dengan kegiatan atau program bidang lain. Dalam konteks itulah keikhlasan menjadi kunci. Tak sekadar rame ing gawe, tetapi harus dilandasi Sunyi ing pamrih. Pamrih yang dimaksud ialah menonjolkan kepentingan-kepentingan sektoral, kepentingan personal, bahkan menegasikan yang dilakukan pihak lain. Maka itu, seluruh gerakan harus Sunyi dari kepentingan-kepentingan destruktif tersebut.
Muhammadiyah Mempunyai modal besar dan pengalaman panjang Buat menyikapi yang demikian. Usia 114 tahun telah membentuk aura gerakannya. Kepentingan-kepentingan umat sudah lebur dalam kepentingan organisasi. Tempaan selama satu abad lebih sudah sangat cukup dan berarti dalam membentuk dirinya sebagai gerakan yang disegani dan dihormati. Muhammadiyah bahkan dapat melangkah sendiri meskipun ditentang. Kebijakan dan garis organisasinya sudah cukup menjelaskan posisi pentingnya dalam menjawab kebutuhan dan tantangan Era.
Apalagi dalam kondisi dan suasana berbangsa akhir-akhir ini yang memprihatinkan. Politik kepentingan Tetap dominan, nuansa redupnya moralitas juga makin terlihat. Lebih mengutamakan rame ing gawe ketimbang Sunyi ing pamrih. Tentu ini tantangan dakwah bagi Muhammadiyah: bagaimana agar moralitas, etika, dan keikhlasan menjadi roh dalam mengelola negara. Itu bukan pekerjaan ringan, sederhana, dan berjangka pendek, melainkan berat dan penuh tantangan.
Belajar dari tetirah sejarah di atas, dalam kondisi bagaimanapun bangsa ini, Muhammadiyah Tak akan pernah lelah berbuat dan memperbaiki bangsa ini. Bahkan, dalam kondisi tertekan dan ditekan pun, Muhammadiyah Tak pernah surut ‘mengasuh’ bangsa ini. Muhammadiyah selalu hadir menjadi oase di tengah karut-marutnya bangsa ini. Kesadaran dan semangat Buat selalu bermanfaat kepada sebanyak-banyaknya umat sudah menjadi roh gerakannya. Semoga di usianya yang ke-114 Muhammadiyah makin menjadi teladan bangsa ini.

