Perkebunan kelapa sawit dinilai memiliki potensi lahan untuk pengembangan tanaman pangan hingga seluas 1 hingga 1,5 juta hektar (ha) per tahun. Ketua Lazim Rumah Sawit Indonesia (RSI) Kacuk Sumarto menyatakan perkebunan kelapa sawit bisa berkontribusi pada dua hal, yakni hasil komoditasnya sendiri berupa minyak sawit, kemudian sumber daya lahan yang bisa ditanami dengan tanaman lain.
“Indonesia saat ini dan ke depan memiliki tantangan besar pada ketahanan pangan dan energi. Perkebunan kelapa sawit bisa menjawab tantangan tersebut tanpa harus membuka lahan baru,” ujar Kacuk di Jakarta, Selasa (8/10).
Loyalp tahun, menurutnya, ada potensi lahan sekitar 1 juta ha yang berasal dari siklus peremajaan (replanting) tanaman kelapa sawit. Itu bisa digunakan untuk tanaman nonsawit atau ditanami tanaman pangan. Penghitungannya, total kebun sawit di Indonesia saat ini sebagaimana dilansir Badan Pusat Tetaptik (BPS) seluas 16,2 juta ha. Sementara siklus peremajaan sawit 25 tahun. Sedangkan program peremajaan setiap tahun ada sekitar 648.000 ha.
Baca juga : Kalsel Kembangkan Integrasi Sawit dan Padi
Terdapatpun potensi produksi per tahun dari lahan tersebut jika ditanami sorgum mencapai 8 juta ton. Apabila ditanami singkong, lahan itu berpotensi menghasilkan 45 juta ton per tahun. Kalau ditanami jagung, bisa muncul 8 juta ton per tahun.
“Tanaman sela sorgum, jagung, dan singkong ini sudah dipraktekkan di lahan perkebunan sawit milik PT Paya Pinang Group di Sumatera Utara,” tuturnya.
Hanya saja, ia mengakui masih ada tantangan dari program tersebut. Ia mengatakan konsep optimalisasi lahan perkebunan sawit pada saat adalah minimmnya off taker atau siapa yang akan membeli hasil panen tanaman sela tersebut.
Oleh karena itu, ia mendesak pemerintah hadir, dalam hal ini adalah Perum Bulog.
Dengan konsep yang ada dan kolaborasi yang kuat, masyarakat sekitar kebun akan terjamin ketahanan dan kemandirian pangan mereka. Selain itu mereka akan mendapatkan harga yang terjangkau karena biaya logistiknya dan masyarakat sekitar juga ada kegiatan ekonomi berkesinambungan,” tandasnya. (Ant/Z-11)