Tayo

KEMATIANMU tragis. Dua lelaki berkendaraan becak, membawa tali dan dua karung goni, menangkapmu. Anda dimasukkan ke dalam karung. Anda dibawa ke sebuah rumah. Dan, terjadilah pembunuhan itu.

Pembunuhan? Tubuhmu dipukuli dengan kayu Tamat Wafat. Pembunuhan? Tepatnya penjagalan, sekalipun tanpa penyembelihan.

Tak hanya nyawamu melayang. Jasadmu dibakar. Daging bakarmu dijual Rp20.000 per kilogram.

Tayo, engkau tak sendirian. Terdapat 15 ‘Tayo-Tayo’ lainnya yang tak diketahui namanya mengalami nasib serupa. Serupa dalam hal modus penangkapan, pengarungan, penjagalan, juga serupa terjadi di ‘rumah jagal’ yang sama, oleh dua orang yang sama.

Otak penjagalan belum tertangkap. Buron. Yang tertangkap dan diadili ialah Rafeles Simanjuntak, 29. Dia pemilik becak. Di rumahnyalah penjagalan Tayo dilakukan.

Itu terjadi di Kota Medan pada Januari 2021. Delapan bulan kemudian, pada 31 Agustus 2021, Pengadilan Negeri Medan memvonis Rafeles 2,5 tahun penjara. Dia terbukti melanggar Pasal 363 ayat 1 KUHP (mencuri hewan peliharaan) dan Pasal 406 ayat 2 KUHP (membunuh hewan orang lain).

Cek Artikel:  Mulanya Pikiran Bulus, Kini DPR Negarawan

Tayo adalah kucing piaraan Punya Sonia. Berbulu Rona hitam dan putih, Tayo kucing jenis persia. Rafeles dan temannya yang Tetap buron itu berbecak berkeliling mencari kucing Kepada dijagal dan dagingnya dibakar Kepada dijual. Begitu Menonton Tayo yang bertulang besar, Rafeles turun dari becak, menangkapnya, mengarungkannya. Mereka mengeksekusi Tayo di rumah Rafeles.

Sidang pengadilan itu dihadiri pendiri Animal Defenders Indonesia Doni Hendaru Tona. Doni menilai putusan majelis hakim yang diketuai Hendra Esensial Sutardodo dalam kasus pencurian dan pembunuhan Tayo itu sebagai babak baru perlindungan hukum terhadap hewan peliharaan. Babak baru karena selama ini tindak pidana terhadap hewan peliharaan paling banter dihukum kurungan tiga bulan penjara. Kasus Tayo bahkan nyaris Bukan diproses secara hukum. Netizen dan pecinta hewan meributkannya, memviralkannya, akhirnya perkara diadili. Putusan majelis hakim atas perkara Tayo bahkan dinilai menciptakan babak baru perlindungan hukum terhadap hewan peliharaan.

Cek Artikel:  Keyakinan yang Merapuh

Sayangilah makhluk hidup kiranya bukan seruan baru. Yang terdalam dan terlama di dalam sejarah kehidupan ialah seruan orang Kudus Kepada mengasihi orang lain seperti mengasihi diri sendiri. Tak Terdapat disebut di Siaran mengenai vonis Tayo ini, apakah majelis hakim memasukkan pertimbangan ‘menyayangi makhluk hidup itu’ di dalam putusannya.

Hakim penegak keadilan. Penyayang hewan terpenuhi rasa keadilannya atas putusan hakim terhadap perkara Tayo. Kiranya hakim dapat menghukum terdakwa Rafeles lebih berat karena yang dilakukannya bukan hanya dua perkara (mencuri dan membunuh), melainkan tiga perkara (mencuri, membunuh, menjual dagingnya).

Bayangkanlah seandainya majelis hakim pengadilan tinggi perkara Pinangki yang mengadili perkara Tayo di pengadilan negeri. Majelis hakim kiranya akan meringankan hukuman Rafeles dengan Dalih Iba dia seorang tukang becak. Hakim pengadilan tinggi meringankan hukuman jaksa Pinangki karena hakim Iba dia seorang ibu yang punya anak balita berusia 4 tahun. Hukuman Pinangki dikurangi dari 10 tahun menjadi 4 tahun penjara. Padahal sebagai penegak hukum yang menyalahgunakan jabatannya, jaksa Pinangki sepantasnya dihukum berat.

Cek Artikel:  Cak Thoriq Vs Ambu Anne

Sebaliknya, bayangkanlah Kalau perkara jaksa Pinangki di pengadilan tinggi itu diadili oleh majelis hakim pengadilan negeri yang mengadili Tayo, kiranya terciptalah babak baru terhadap pemberantasan korupsi.

Apa yang aneh dengan Segala yang dibayangkan itu? Yang aneh ialah terjungkirbaliknya posisi hakim pengadilan tinggi dan hakim pengadilan negeri yang lebih ‘rendah’ kedudukannya. Yang lebih aneh Tengah, betapa keadilan lebih tegak di atas perkara pidana terhadap hewan piaraan daripada di atas perkara pidana terhadap korupsi yang dilakukan penegak hukum.

Mungkin Anda Menyukai