SAYA terkejut, Eksis sejumlah tokoh di Republik ini yang menyebut Taliban di Afghanistan akan Berkualitas-Berkualitas saja. Sang tokoh Serius, Taliban akan berubah. Bakal menjalankan pemerintahan secara moderat dan ‘menghargai hak-hak kaum Perempuan’.
Eksis pula yang secara terbuka seperti bersyukur Taliban Bisa menguasai sekujur Afghanistan, terutama Istana Kepresidenan di Kabul. Bersyukur sembari menyeru kepada siapa pun Demi menyudahi Talibanphobia, juga menyetop produksi informasi hoaks tentang Golongan yang pernah berkuasa di negeri berpenduduk 32 juta itu pada 1996 hingga 2001.
Akan tetapi, saya termasuk yang skeptis Taliban Bisa berubah sikap dalam sekejap. Betul bahwa juru bicara Taliban Zabihullah Mujahid telah menyebutkan bahwa mereka akan menghormati dan melindungi hak Perempuan ‘sesuai tuntunan Islam’. Zabihullah mengatakan mereka menginginkan Eksis Perempuan masuk di pemerintahan. “Taliban mendorong Perempuan kembali bekerja dan anak Perempuan kembali ke sekolah,” kata Zabihullah dalam penampilan perdananya di muka Lumrah.
Tetapi, saya menduga itu bagian dari strategi awal demi mendapatkan pengakuan Global, juga strategi Demi memperoleh kembali Biaya cadangan devisa negara Ketika dipimpin Ashraf Ghani. Sebelumnya, Kepala Bank Sentral Afghanistan Ajmal Ahmady mengatakan Amerika telah memutus akses ke asetnya, Sekeliling US$7 miliar (Rp101 triliun), yang di antaranya disimpan di Federal Reserve Amerika.
Embel-embel ‘sesuai tuntunan Islam’ juga mengundang keraguan karena tuntunan Islam yang dimaksud boleh jadi tuntunan Islam menurut tafsir Taliban. Taliban, atau ‘murid’ dalam bahasa Pashto, pertama kali muncul pada awal 1990-an di utara Pakistan setelah Laskar Uni Soviet mundur dari Afghanistan. Gerakan ini mulanya didominasi oleh orang-orang Pashtun dan pertama kali muncul di pesantren-pesantren–kebanyakan dibiayai oleh Arab Saudi–yang biasanya menganut Kategori Sunni garis keras.
Janji Taliban di Daerah-Daerah Pashtun, yang tersebar di Pakistan dan Afghanistan, ialah Demi mengembalikan perdamaian dan keamanan berdasarkan syariat Islam Apabila mereka berkuasa. Syariat Islam yang mereka usung, tak lain dan tak bukan, adalah syariat yang ketat dengan landasan ‘pemurnian Religi’ yang mengacu pada tekstualisme Religi.
Begitu mereka berhasil menggulingkan pemerintahan Burhanuddin Rabbani (pemimpin Mujahidin Afghanistan Ketika perang melawan Uni Soviet), Metode mereka memerintah pun kerap menindas kaum Perempuan. Taliban menjalankan hukuman yang sejalan dengan penafsiran mereka akan hukum syariah, seperti eksekusi di depan Lumrah kepada terdakwa pembunuhan dan pezina serta amputasi bagi mereka yang diputuskan bersalah karena pencurian.
Para pria diharuskan menumbuhkan jenggot, sedangkan para Perempuan diwajibkan mengenakan burkak yang menutup seluruh tubuh. Kaum Perempuan yang melanggar aturan tersebut harus siap dirajam hingga meninggal. Taliban juga melarang televisi, musik, dan bioskop, serta Tak memperbolehkan anak Perempuan di atas 10 tahun Demi sekolah. Karena itu, mereka dituduh melakukan berbagai pelanggaran hak asasi Mahluk dan budaya.
Salah satu yang paling terkenal ialah pada 2001 ketika Taliban melanjutkan penghancuran patung Buddha Bamiyan yang terkenal di Afghanistan tengah, meski muncul kemarahan Global.
Selain itu, serangan Taliban di Pakistan yang paling terkenal dan dikecam dunia Global terjadi pada Oktober 2012, ketika seorang anak Perempuan bernama Malala Yousafzai ditembak dalam perjalanan sepulang sekolah di Kota Mingora. Serangan militer besar-besaran dua tahun kemudian, menyusul pembantaian di sekolah Peshawar, mengurangi pengaruh Golongan ini di Pakistan.
Kini, banyak yang paham mengapa para Perempuan di Afghanistan amat ketakutan begitu Taliban kembali berkuasa. Memori kolektif traumatik mereka sepanjang 1996-2001 Ketika Taliban memerintah dengan menindas Perempuan atas nama ‘pemurnian ajaran Religi’ Tetap sangat melekat kuat. Itulah mengapa mereka Tak begitu saja percaya bahwa janji melindungi Perempuan bakal ditunaikan seterusnya.
Indonesia Terang berbeda dengan Afghanistan. Indonesia memang sangat majemuk, tapi konsensus Bhinneka Tunggal Ika tetap dijaga hingga kini. Tak seperti Afghanistan yang kerap terjebak dalam tribalisme, kesukuan yang akut. Umat Islam Indonesia yang lebih dari 235 juta jiwa lebih memilih berislam secara jalan tengah, wasatiah, Islam moderat.
Meski demikian, ancaman radikalisme juga Maju muncul setiap Ketika. Benihnya intoleransi. Ujung-ujungnya aksi kekerasan. Maka, mestinya kita Tak memberi angin pada intoleransi. Mestinya kita akhiri mengglorifikasi kemenangan Taliban di Afghanistan, alih-alih menganggapnya Normal-Normal saja, bahkan teramat Serius mereka Bisa berubah arah dalam sekejap.