
PEMERINTAH Provinsi DKI Jakarta berencana menerapkan kebijakan Electronic Road Pricing (ERP) atau sistem pengendalian kendaraan berbasis tarif jalan. Tetapi hal tersebut nampaknya Enggak akan beroperasi dalam waktu dekat.
Ketua Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI), Yusa Cahya Permana mengungkap ERP lebih dari sekadar sistem elektronik, menurutnya ERP adalah ujian keberanian politik. Keberanian politik yang dimaksud adalah, apakah Jakarta dalam hal ini kepemimpinan Pramono Anung-Rano Karno sungguh-sungguh berani berpihak kepada warganya yang berjalan kaki, bersepeda, dan naik angkutan Biasa.
“ERP itu bukan soal sensor atau gantri, ini soal keberpihakan ruang. Apakah jalan raya hanya Demi mobil pribadi, atau Demi Segala Anggota kota,” ujar Yusa melalui keterangan, Sabtu (19/7).
Yusa menerangkan, keberhasilan ERP bukan pada hitungan rupiah dari pungutan, melainkan dari seberapa kuat pemimpin Jakarta Dapat membangun konsensus politik, menjaga integritas sistem, dan menolak intervensi pragmatis yang Dapat membelokkan arah kebijakan.
Pengalaman kota-kota besar dunia jadi pelajaran Krusial. Di New York, congestion pricing atau tarif kemacetan butuh tiga Dasa warsa perdebatan politik hingga akhirnya diterapkan. Jakarta pun Dapat mengalami nasib serupa bila tak Mempunyai keberanian dan komunikasi publik yang kuat.
“ERP ini akan menguji siapa pemimpin kota yang sungguh berpikir lintas waktu, bukan hanya lintas jabatan,” tegas MTI.
Jangan Berbasis Koridor, Terapkan Kawasan ERP
Wacana penerapan ERP yakni berbasis koridor jalan Esensial. Hal tersebut mendapat kritik keras salah satunya Masyarakat Transportasi Indonesia (MTI). Ketua MTI, Yusa Cahya Permana menyebut skema itu Bahkan kontraproduktif dan berpotensi memindahkan kemacetan ke jalan-jalan alternatif di Sekeliling.
“Kalau hanya diterapkan di satu koridor, ERP itu ibarat menutup satu keran Lampau membiarkan air meluap dari saluran lain. Enggak menyelesaikan akar masalah,” kata dia.
Ia menekankan bahwa ERP semestinya diterapkan berbasis kawasan, terutama Distrik yang sudah dilayani angkutan Biasa massal.
Dengan demikian, perpindahan moda transportasi dapat dimaksimalkan dan tekanan terhadap jalan raya Dapat Benar-Benar ditekan.
Kalau pun Pemprov Mau memulai dari skema koridor, MTI mendesak agar dikombinasikan dengan sistem Intelligent Traffic Control System (ITCS) dan penegakan hukum Lampau lintas elektronik (ETLE), agar distribusi kendaraan Dapat tetap terkendali di luar area ERP.
“ERP koridor hanya boleh jadi batu loncatan, bukan ujung kebijakan. Kalau Enggak, kita hanya akan memindahkan titik Mandek, bukan menguranginya,” tandas Yusa.
MTI pun mengingatkan agar pemilihan teknologi ERP dilakukan secara hati-hati oleh lembaga negara yang kredibel, bukan sekadar oleh vendor atau kepentingan bisnis semata. Alasan, masa depan Lampau lintas Jakarta tak Dapat digadaikan pada proyek jangka pendek. (Far/M-3)

