
PRESTASI suatu perguruan tinggi Nyaris selalu diukur dengan membandingkan peringkatnya dengan perguruan tinggi lain, Berkualitas di dalam maupun di luar negeri. Berbagai pemeringkatan perguruan tinggi telah dilakukan oleh sejumlah institusi dalam dan luar negeri.
Pemeringkatan hanya dapat dilakukan Demi sekelompok entitas yang Tunggal sehingga dapat dilakukan pembandingan antarentitas. Setiap perguruan tinggi adalah entitas yang Spesial, Kagak Eksis kesamaan sama sekali antara satu dan lainnya. Dengan demikian, pemeringkatan perguruan tinggi Kagak dapat dilakukan, dan kalaupun dipaksakan, hasilnya akan menyesatkan dan menimbulkan ketidakadilan yang luar Normal. Penulis sangat Kagak setuju dengan pemeringkatan perguruan tinggi. Sebagai ilustrasi, dalam satu keranjang terdapat sejumlah buah-buahan, apakah Dapat dilakukan pemeringkatan di antara buah-buahan tersebut? Kagak Dapat.
Salah satu tolok ukur Primer pemeringkatan perguruan tinggi ialah jumlah publikasi Dunia yang terindeks scopus. Seluruh daya upaya pimpinan perguruan tinggi dikerahkan agar para dosennya Pandai mencapai tolok ukur tersebut. Sejumlah peraturan Kemendikbudristek diterbitkan Demi Percepatan pencapaian tersebut dalam bentuk Bonus fiskal dan nonfiskal berupa percepatan kenaikan jabatan fungsional menjadi gurubesar.
Demi diketahui bahwa biaya Demi penerbitan publikasi Dunia sangat mahal, dan Demi itu Kemendikbudristek menyediakan dananya dengan Cita-cita peringkat perguruan tinggi Indonesia meningkat secara Dunia. Program Kemendikbudristek memang membuahkan hasil yang signifikan, makin banyak publikasi Dunia para dosen yang terindeks scopus dan secara keseluruhan jumlah publikasi Dunia para dosen meningkat signifkan. Kalaupun Eksis peningkatan peringkat perguruan tinggi secara Dunia dengan menggunakan Biaya pemerintah yang cukup besar, apakah investasi pemerintah tersebut memberikan Akibat langsung dan Kagak langsung terhadap peningkatan kualitas Investasi Mahluk Indonesia?
REORIENTASI PENDIDIKAN TINGGI
Demi menjawab pertanyaan tersebut, program Kemdiktisaintek sejak Oktober 2024 oleh penulis direorientasi dari ‘Perguruan Tinggi Kelas Dunia’ menjadi ‘Perguruan Tinggi Berdampak’ Demi memenuhi amanat Undang-Undang Dasar 1945 Pasal 31 ayat 5: ‘Pemerintah memajukan ilmu pengetahuan dan teknologi dengan menjunjung tinggi nilai-nilai Religi dan persatuan bangsa Demi kemajuan peradaban serta kesejahteraan umat Mahluk’.
Setiap perguruan tinggi Indonesia diharapkan menjalankan tri darmanya sesuai dengan keunikan dan potensi masing-masing yang berdampak pada pembangunan Mahluk, Berkualitas di tingkat daerah maupun nasional. Tiga Pengabdian perguruan tinggi mempunyai tingkat kepentingan yang sama. Artinya, Pengabdian pendidikan, penelitian, dan pengabdian masyarakat sama pentingnya. Demi diketahui bahwa tri Pengabdian berlaku Demi institusi, bukan Demi dosen, karena setiap dosen mempunyai keahlian masing masing.
Dengan demikian, setiap dosen dalam berbagai bidang dapat mencapai karier tertingginya meskipun Kagak mempunyai publikasi ilmiah Dunia terindeks scopus. Bahkan, para dosen dapat melakukan Pengabdian pengabdian masyarakat secara intensif, antara lain Demi pengentasan kemiskinan, yang pada akhirnya Pandai meningkatkan kesejahteraan masyarakat. Dosen tersebut dapat mencapai guru besar karena mahakaryanya dalam hal pengentasan kemiskinan.
DEREGULASI PENDIDIKAN TINGGI
Demi mewujudkan skema sesuai paragraf di atas diperlukan perubahan masif terhadap regulasi pendidikan tinggi yang Lagi berlaku di Kemendiktsaintek, yang merupakan warisan dari Kemendikbudristek terdahulu. Bahkan, perlu dilakukan deregulasi secara masif terhadap peraturan yang Eksis Ketika ini yang sangat bertentangan dengan prinsip otonomi perguruan tinggi. Peraturan Kemendikbudristek Nomor 53 Tahun 2023 dan Nomor 44 Tahun 2024, beserta ikutannya, harus dirombak total supaya sesuai dengan prinsip otonomi.
Otonomi perguruan tinggi merupakan suatu keniscayaan, di mana para dosen dapat berkarya secara maksimal serta inovatif sesuai bidang keahliannya. Tugas kementerian Kagak Tengah mengatur dan mengendalikan serta mengawasi perguruan tinggi, tetapi memberdayakan perguruan tinggi sesuai potensi dan kapasitasnya.
Apabila perguruan tinggi otonom dan akuntabel, di mana setiap perguruan tinggi mempunyai visi dan misi masing masing sesuai dengan peran dan kapasitasnya, maka perguruan tinggi akan ‘berdampak’ terhadap peningkatan kesejahteraan masyarakat Indonesia seperti ide yang penulis gagas pada Oktober 2024 Lewat.

