Solidaritas Lintas Iman Pilar Moderasi di Tengah Konflik

Solidaritas Lintas Iman: Pilar Moderasi di Tengah Konflik
(Dokpri)

SALAH satu insiden paling menggemparkan dalam konflik berkepanjangan di Distrik Gaza adalah serangan militer Israel yang menghantam Gereja Keluarga Sakral (GKK) pada Kamis (17/7/2025). Sehari setelah tragedi itu, Media Indonesia menurunkan dua Informasi pada waktu yang berbeda, dengan angle yang berbeda pula. 

Informasi pertama, “Paus Leo Desak Gencatan Senjata Usai Serangan Israel ke Gereja Katolik di Gaza”. Sementara Informasi kedua, “Indonesia Kecam Serangan Israel ke Gereja Katolik Satu-Satunya di Gaza”. Paus Leo XIV mengharapkan tercapainya dialog, rekonsiliasi, dan perdamaian Kekal di Gaza. Kementerian Luar Negeri RI juga mengingatkan, bahwa serangan tersebut merupakan bentuk pelanggaran berat terhadap prinsip-prinsip Hukum Humaniter Global serta nilai-nilai kemanusiaan dan kesucian tempat ibadah.

Solidaritas lintas iman: dari dunia Kepada Gaza

Di Gaza, bahkan tempat ibadah tak Kembali punya hak Kepada tenang. GKK dihantam oleh tank Israel. Sedikitnya 22 orang tewas, termasuk delapan orang yang bertugas melindungi truk Donasi. Dari video dan foto yang beredar di berbagai medsos, terlihat di antara puing-puing, Terdapat salib yang berdiri miring. Salib itu seakan sedang mengaduh: di manakah Tuhan ketika Orang ciptaan-Nya kehilangan rasa kemanusiaan?

Terdapat banyak narasi yang dibangun pascaserangan. Militer Israel menyatakan bahwa amunisi meleset dari sasaran, dan mereka sedang melakukan penyelidikan. Mereka mengklaim berusaha meminimalkan kerusakan terhadap Kaum sipil dan tempat ibadah, Tetapi tetap menyesalkan insiden itu.

Iman yang terluka, solidaritas yang Bangun. Sesaat setelah GKK Gaza diserang, dunia Global angkat bicara.  Paus Leo XIV langsung  menghubungi PM Israel, Benjamin Netanyahu, menekankan pentingnya melindungi tempat ibadah dan menyerukan gencatan senjata. PM Italia, Giorgia Meloni mengecam keras serangan terhadap Kaum sipil dan menyebutnya “Bukan dapat diterima”. Uskup Akbar Katolik dan Ortodoks Yunani mengunjungi tempat kejadian perkara (TKP) di Gaza, sehari setelah serangan. Dia membawa Donasi makanan dan medis, serta berjanji mengevakuasi korban luka ke luar Gaza. 

Cek Artikel:  Paus Fransiskus dan Teologi Pembebasan

Moderasi beragama di tengah konflik

Bagi Kaum Gaza, GKK bukan hanya tempat ibadah. Ia adalah tempat perlindungan Kepada siapa pun, termasuk kaum Muslim dan umat Nasrani, anak-anak penyandang disabilitas, dan lansia. Itu artinya, ketika bom menghantam tempat itu, bukan hanya batu yang hancur, tetapi juga Cita-cita, iman, dan rasa Kondusif.

Sesungguhnya, serangan terhadap GKK di Gaza telah melukai keluhuran dari Keyakinan. Betul bahwa Keyakinan-Keyakinan jangan pernah disamakan secara simplistis. Tetapi demikian, harus juga diamini bahwa meski setiap Keyakinan Mempunyai doktrin, ritual, dan sejarah yang berbeda, toh tetap Terdapat nilai-nilai universal yang menjadi benang merah dari semuanya.   

Setiap Keyakinan mengajarkan, pertama Asmara kasih dan welas asih. Kedua, keadilan dan kebenaran. Ketiga, persaudaraan dan toleransi. Keempat,  pengendalian diri dan kesucian hati. Dan kelima, Rekanan dengan Tuhan dan Maksud hidup, serta keenam, tanggung jawab sosial dan lingkungan. 

Di atas semuanya, moderasi dalam beragama adalah Segala keniscayaan. Mengapa?. Pertama, moderasi beragama mengajarkan tempat ibadah sebagai Area damai (dar al-salam). Tempat ibadah seperti gereja, masjid, sinagoge, dan apapun namanya adalah ruang Bersih yang harus dilindungi dari kekerasan. Serangan terhadap GKK di Gaza menunjukkan pelanggaran terhadap prinsip ini, dan menjadi Teladan ekstrem dari radikalisasi kekuasaan yang mengabaikan nilai spiritual.

Kedua, moderasi menolak kekerasan atas nama Keyakinan atau politik. Serangan di GKK Gaza bukan hanya menyasar bangunan, tapi juga nilai-nilai kemanusiaan dan spiritual. Moderasi beragama menolak segala bentuk kekerasan, apalagi yang dilakukan terhadap Grup minoritas. GKK di Gaza merupakan simbol solidaritas lintas iman.

Cek Artikel:  Menangkap Angin Kejutan Pelajaran dari Black Swan Ekonomi Indonesia

Ketiga, serangan yang menyasar GKK di Gaza mesti menjadi alarm Dunia Kepada menghidupkan kembali ‘bara api’ moderasi. Insiden di Gaza Bisa menjadi momentum bagi komunitas Global Kepada: (1) Mengafirmasi pentingnya perlindungan terhadap minoritas dengan dalil aqli: “mayoritas mesti melindungi minoritas, dan minoritas jangan memprovokasi mayoritas”. (2) Mendorong dialog antaragama sebagai jalan damai, dan (3) mengedukasi publik bahwa Keyakinan bukan alat kekuasaan, melainkan jalan kasih dan keadilan.

At last but not least, (4), moderasi beragama adalah penjaga nurani. Ketika tempat ibadah diserang, itu bukan hanya soal pelanggaran hukum, tapi juga soal hilangnya nurani kolektif. Moderasi beragama mengajak kita Kepada menjaga nurani itu dengan empati, Cerminan, dan keberanian Kepada bersuara.

Terdapat banyak penjelasan tentang moderasi beragama. Secara singkat Bisa dijelaskan bahwa moderasi beragama adalah sebuah konsep, sikap, dan Langkah beragama yang menekankan keseimbangan dan keadilan, memahami dan menjalankan ajaran Keyakinan secara moderat, agar terhindar dari sikap ekstrem kiri maupun kanan. 

Pribadi yang moderat selalu menghargai ajaran Keyakinan sendiri, sekaligus menghormati Keyakinan lain dengan prinsip Asmara tanah air, akhlak inklusif, dan keterbukaan terhadap keragaman. Konsep ini menjadi landasan yang kuat Kepada memelihara Selaras di tengah masyarakat yang multikultural.

Moderasi beragama menjunjung tinggi kemanusiaan dengan dalil, Segala Orang berhak dihormati dalam keyakinannya. Dalam studi Komparasi Keyakinan, diperoleh titik temu. Misalnya dalam Islam, konsep wasathiyah (jalan tengah) menekankan keseimbangan antara keyakinan dan kemanusiaan, sementara dalam Kristen, kasih kepada sesama adalah hukum yang melampaui sekat-sekat identitas.

Literasi moderasi beragama mengajarkan bahwa berbeda bukan berarti bermusuhan, keyakinan Bukan perlu dibuktikan dengan kekerasan, dan bahwa ibadah orang lain bukan ancaman, melainkan pengingat bahwa kita Bukan sendirian. Karena, sesungguhnya Orang Bukan berada di ruang hampa, dan bahwa dia hidup di suatu Area yang dihuni pelbagai makhluk Tuhan.

Cek Artikel:  Boxing Day Penentu Juara Paruh Kompetisi

Serangan terhadap tempat ibadah (kapanpun dan dimanapun), adalah pelanggaran terhadap nilai-nilai universal. Bukan hanya hukum Global, tapi juga etika lintas Keyakinan. Dalam hal ini, kita tak Kembali berbicara soal konflik politik. Kita berbicara tentang kehilangan nurani. Kemenlu RI menegaskan bahwa situs keagamaan, fasilitas medis, dan fasilitas sipil lainnya harus dilindungi dan Bukan boleh menjadi sasaran, dan dilindungi hukum Global(Media Indonesia, 18/7/2025).

Mengasah nurani dalam doa yang tak Tiba ke langit

Ketika iman dibungkam oleh peluru, Kaum Gaza bergumul, mengasah nurani dalam doa yang tak Tiba ke langit. Nurani mesti tetap terasah Kepada membungkam siapapun yang telah kehilangan nuraninya. Orang yang kehilangan nuraninya adalah mereka yang: (1) Bukan peka terhadap penderitaan orang lain; (2) menghalalkan segala Langkah demi keuntungan pribadi, kekuasaan, atau ideologi; (3) Getol beretorika tanpa empati, cenderung membenarkan kekerasan dengan dalih politik, Keyakinan, atau keamanan. Lewat, (4) menolak dialog dan Cerminan; (5) kehilangan rasa bersalah; dan (6) Bukan menghargai nilai-nilai universal seperti: kontra keadilan, kasih sayang, HAM, dan Derajat hidup.

Mari berjihad

Ketika darah mengalir di Rumah Tuhan, di Gaza, dunia harus melakukan apa? Alih-alih mengecam dan mengutuk, dunia Global terpanggil Kepada semakin inklusif dan humanis dalam bersolider, semakin moderat dalam beragama. Mari berjihad (berjuang) Kepada: (1) melindungi tempat ibadah sebagai Area damai (dar al-salam), (2) mendorong dialog lintas iman dan budaya, dan (3) mengedukasi publik bahwa perang bukan solusi, dan bahwa Keyakinan bukan Argumen Kepada membunuh.

Mungkin Anda Menyukai