Rupiah Ditutup Menguat 0,56% ke Level Rp15.102/USD

Ilustrasi rupiah. Foto: dok MI/Rommy Pujianto.

Jakarta: Safiri tukar (kurs) rupiah terhadap dolar Amerika Perkumpulan (AS) pada penutupan perdagangan hari ini mengalami penguatan signifikan, meski penguatannya lebih rendah ketimbang perdagangan pagi.

Mengutip data Bloomberg, Rabu, 25 September 2024, nilai tukar rupiah terhadap USD ditutup di level Rp15.102 per USD. Mata uang Garuda tersebut menguat sebanyak 85 poin atau setara 0,56 persen dari posisi Rp15.187 per USD pada penutupan perdagangan hari sebelumnya.

Analis pasar uang Ibrahim Assuaibi memperkirakan nilai tukar rupiah pada perdagangan Kamis besok akan kembali menguat. Ia bahkan yakin pergerakan mata uang Garuda tersebut akan menyentuh level Rp14 ribuan.

“Buat perdagangan besok, mata uang rupiah fluktuatif namun ditutup menguat di rentang Rp15.000 per USD hingga Rp15.120 per USD,” ujar Ibrahim, dikutip dari analisis hariannya.

Ia pun membeberkan penyebab menguatnya nilai tukar rupiah saat melawan dolar AS hari ini, diantaranya sentimen yang berasal dari eksternal maupun internal.

Cek Artikel:  CSR Pertagas Borong Enam Penghargaan di Asian Impacts Awards 2024


(Ilustrasi rupiah. Foto: MI/Terdapatm Dwi)
 

Fed bakal pangkas suku bunga lagi

Sejumlah pembicara Fed akan memberikan isyarat lebih lanjut tentang suku bunga minggu ini, terutama pidato Ketua Jerome Powell pada Kamis. Data indeks harga PCE, pengukur inflasi pilihan Fed, akan dirilis pada Jumat dan juga diharapkan menjadi faktor dalam rencana bank sentral untuk suku bunga.

Analis Citi mengatakan Fed kemungkinan akan menurunkan suku bunga dengan total 125 basis poin setelah penurunan 50 bps minggu lalu. Sementara Goldman Sachs memperkirakan penurunan 25 bps selama setiap pertemuan dari November hingga Juni 2025.

Sebelumnya, aktivitas bisnis zona euro berkontraksi tajam bulan ini. Kemerosotan tersebut tampak meluas dengan Jerman, ekonomi terbesar Eropa, mengalami penurunan yang lebih dalam.

Bank Sentral Eropa memangkas suku bunga untuk kedua kalinya tahun ini awal bulan ini minggu lalu, dan tanda-tanda lebih lanjut dari pelemahan ekonomi dapat meningkatkan peluang pemangkasan suku bunga lagi pada Oktober.

Cek Artikel:  Di Tengah Gejolak Ekonomi, Usaha Matangan Tanah Air Bisa Berjaya

Di sisi lain, Bank Rakyat China meluncurkan serangkaian langkah stimulus pada Selasa, termasuk peningkatan langkah likuiditas dan pelonggaran pembatasan pada pasar properti. Langkah tersebut mendorong harapan bahwa pertumbuhan ekonomi terbesar kedua di dunia akan membaik.

Tetapi analis berpendapat lebih banyak langkah diperlukan dari Beijing untuk menopang pertumbuhan yang lamban. Tiongkok telah meluncurkan stimulus moneter berulang kali selama tiga tahun terakhir, namun tidak banyak berpengaruh.
 

 

Menanti dampak pelonggaran moneter

Diketahui, Bank Indonesia (BI) telah memutuskan memangkas suku bunga acuan (BI Rate) pada Rapat Dewan Gubernur (RDG) September 2024 sebesar 25 basis poin (bps) menjadi 6,0 persen. Keputusan tersebut merupakan bentuk transformasi kebijakan moneter dari bersifat pro-stability menjadi pro-growth. 

Dalih penurunan suku bunga adalah probabilitas yang makin jelas soal penurunan suku bunga bank sentral AS atau Federal Funds Rate (FFR) pada bulan ini. Sehingga dengan percaya diri, meskipun FFR belum turun ketika RDG BI berlangsung, para pejabat BI memutuskan memangkas BI Rate terlebih dahulu. 

Cek Artikel:  Harga Emas Antam Naik Rp5.000 Jadi Rp1,070 Juta Per Gram

Kemudian, dampak daripada probabilitas pemangkasan FFR pada bulan ini diyakini akan berimbas pada stabilitas nilai tukar rupiah. Sehingga, alasan BI sebelumnya yang mempertahankan suku bunga karena alasan stabilitas nilai tukar rupiah menjadi teralihkan. Inflasi yang stabil, dan diperkirakan bergerak di kisaran 2,5 plus minus satu persen pada 2024 dan 2025. 

“Yang terpenting adalah peran kebijakan moneter terhadap pertumbuhan ekonomi. Kalau sebelumnya, kebijakan BI yang mendorong pertumbuhan ekonomi adalah makroprudensial dan sistem pembayaran, kali ini juga didorong oleh kebijakan moneter,” kata Ibrahim.

Dengan dorongan dari kebijakan moneter berupa pemangkasan BI Rate ini, menurut dia, diharapkan bisa mendorong kredit lebih lanjut di perbankan. “Sehingga mampu mendorong pembiayaan, serta pada akhirnya mendukung pertumbuhan ekonomi berkelanjutan,” papar Ibrahim.

Mungkin Anda Menyukai