Rampas Aset tanpa Langgar Hak

BAHASAN tentang perlunya Indonesia punya aturan Buat mendapatkan kembali kekayaan negara yang diambil para koruptor kembali mengemuka. Presiden Prabowo Subianto bahkan sudah menyatakan perlunya segera negara ini Mempunyai undang-undang (UU) tentang perampasan aset. Presiden geram karena negara Lagi kesulitan mengambil kembali kekayaan negara yang sempat dicuri para koruptor meski vonis bersalah sudah dijatuhkan pengadilan.

Berdasarkan data Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK), pada 2024 total kerugian negara akibat korupsi mencapai Rp45,7 triliun. Akan tetapi, pemulihan aset melalui mekanisme yang Terdapat baru Sekeliling Rp2,5 triliun dalam kurun waktu 2020-2024. Artinya, sebagian besar kekayaan negara itu hingga kini Lagi dikuasai para koruptor.

Dengan vonis 5 tahun penjara, mendapat remisi hingga 2 tahun, para koruptor cukup mendekam 3 tahun di bui. Begitu bebas, mereka akan memulai hidup baru dengan kekayaan negara yang dicurinya. Begitulah ironi penegakan hukum di negeri ini. Penegak hukum Lagi kesulitan mengusut dan membuktikan asal-usul kekayaan para koruptor yang didapat dari korupsi karena kekosongan aturan merampas aset.

Cek Artikel:  Simpang Siur Restriksi BBM Subsidi

Karena itu, keberadaan UU tentang perampasan aset menjadi solusi atas kebuntuan upaya para penegak hukum mengembalikan kekayaan negara. Aturan itu menawarkan solusi dengan konsep non conviction based asset forfeiture atau NCB. Konsep itu memungkinkan pemulihan aset negara dilakukan tanpa harus menunggu putusan peradilan berkekuatan hukum tetap. Singkatnya, UU itu memungkinkan Dana negara Segera kembali.

Muatan di dalam UU perampasan aset terbilang sangat revolusioner karena adanya perubahan paradigma dalam proses penegakan hukum. Dengan UU itu, pihak yang didakwa dalam suatu tindak pidana bukan hanya pelaku kejahatannya, melainkan juga aset yang diperoleh dari kejahatan tersebut.

Tetapi, UU yang hingga kini Lagi dalam bentuk rancangan itu bukan tak lepas dari sejumlah persoalan yang kemudian memantik kontroversi, yakni potensi terlanggarnya hak konstitusional Anggota negara. Hal itu berangkat dari Lagi besarnya keraguan masyarakat terhadap profesionalisme penegak hukum.

Cek Artikel:  Jemput Bola Tangani Gagal Ginjal

Pasalnya, RUU itu Tak hanya Dapat merampas aset dari kejahatan korupsi. Segala aset yang diduga didapat dari kejahatan dan Tak Dapat dibuktikan asal-usulnya Dapat dirampas oleh negara. Bahkan Terdapat Member DPR Tamat khawatir RUU yang telah masuk Prolegnas 2024-2029 itu Dapat digunakan Buat menjerat siapa saja, bukan hanya pelaku kejahatan. Pasalnya, tanpa perlu proses pembuktian di pengadilan, negara Dapat langsung merampas harta tiap Anggota negara hanya dengan bermodalkan prasangka berasal dari kejahatan.

Hal itu dianggap bertentangan dengan KUHAP. Di situ, pengadilan harus lebih dulu dapat membuktikan terjadinya sebuah kejahatan dengan dua alat bukti yang Absah Buat menyatakan seseorang bersalah. Apabila tak terbukti, tak Terdapat Dalih bagi negara merampas hak individu Anggota negaranya.

Cek Artikel:  Kampanye Berkelas Demi Pemilu Berkualitas

Di sini Terang terlihat, selain profesionalisme penegak hukum yang Lagi diragukan, aturan hukum yang Terdapat pun Lagi Mempunyai sejumlah celah. Tetapi, bukan berarti kondisi itu Lampau menghentikan para pembuat UU Buat Tak segera mengetuk palu bagi beleid perampasan aset itu. Jangan hanya karena Terdapat kekhawatiran kecil, hal besar Bahkan ditunda-tunda, bahkan dilepas sama sekali.

Pemberantasan korupsi hingga sekarang Lagi menjadi rintangan besar bagi negeri ini Buat maju. Maka, aturan mesti solid. Pada Ketika bersamaan, pengawasan terhadap penegak hukum yang menjalankan aturan perampasan aset, Apabila beleid itu disahkan, juga mesti dibuat rigidTermasuk di dalamnya membentengi secara kokoh persoalan hukum dari Kombinasi tangan politik maupun kekuasaan.

Dengan begitu, maksud menumpas korupsi serta menjerakan koruptor maupun calon koruptor Dapat berjalan, dan di Ketika bersamaan hak konstitusional publik tetap terjaga.

 

 

Mungkin Anda Menyukai