PSU, Pembelian Bunyi, dan Diskualifikasi Calon

PSU, Pembelian Suara, dan Diskualifikasi Calon
(Dok. Pribadi)

MENURUT ACE Project, vote buying atau pembelian Bunyi merupakan salah satu bentuk pelanggaran pemilu yang banyak dilakukan dan punya daya rusak sangat besar. Tetapi, acap kali sulit dibuktikan atau dihukum. Hal itu Tak lepas dari banyaknya masalah dalam penegakan hukum yang berdampak pada kurang efektif dan optimalnya pengawasan atau penjatuhan Denda atas kejahatan pembelian Bunyi yang terjadi dalam proses pemilihan.

ACE Project menyebut unsur-unsur Penting vote buying meliputi: (i) janji, tawaran, atau pemberian; (ii) dalam bentuk Dana, barang, jasa, atau bentuk imbalan lainnya (misalnya janji pekerjaan atau perlakuan Spesifik); (iii) kepada pemilih atau orang-orang terdekatnya (keluarga, komunitas); (iv) dilakukan menjelang pemilu, selama masa kampanye, atau setelah pengumuman pemilu; (v) oleh partai politik, calon, atau pihak yang mewakili mereka; dan (vi) dengan tujuan atau potensi Buat mempengaruhi Langkah pemilih memberikan Bunyi.

Sejumlah negara, misalnya Georgia dan Armenia, memperluas definisi vote buying mencakup pula pemberian kepada komunitas. Di Armenia, hukum Tak mensyaratkan adanya specific intent atau niat Spesifik Buat memengaruhi Bunyi agar Dapat dihukum. Di Kepulauan Solomon, Pengadilan Tinggi memutus bahwa kandidat yang terpilih dapat dibatalkan kemenangannya Kalau terbukti melakukan vote buying tanpa perlu membuktikan adanya pengaruh terhadap hasil pemilu.

Susan C Stokes (2005) mengartikan vote buying sebagai pertukaran eksplisit antara kandidat dan pemilih yang mana Insentif diberikan Buat mengarahkan perilaku pemilih di bilik Bunyi. Sementara itu, International IDEA (2022), mendefinisikan vote buying sebagai pemberian Insentif finansial atau material kepada pemilih oleh kandidat atau partai politik selama masa kampanye pemilu dan/atau pada hari pemungutan Bunyi dengan tujuan memperoleh dukungan elektoral. Insentif finansial atau material tersebut berasal dari sumber daya pribadi, bukan dari sumber daya administratif atau barang publik lainnya.

Definisi International IDEA mencakup pula praktik distribusi Insentif kepada para pendukung partai atau kandidat Buat mendorong mereka datang ke tempat pemungutan Bunyi yang juga dikenal sebagai turnout buying (Nichter, 2008). Selain itu, praktik itu juga mencakup bentuk sebaliknya, Adalah pemberian Insentif kepada pendukung kandidat Rival agar mereka Tak menggunakan hak pilih mereka yang sering disebut sebagai negative vote buying atau abstention buying (Schaffer dan Schedler, 2007).

 

DAYA RUSAK

Vote buying merupakan bentuk transaksi elektoral ilegal yang mengaburkan batas antara partisipasi politik yang Absah dan manipulasi pemilih. Vote buying berdampak serius terhadap kredibilitas dan integritas demokrasi elektoral, bahkan dalam jangka panjang dapat mendistorsi pemilu sehingga gagal mencapai tujuan substantifnya. Akibat vote buyingdemokrasi Tak Dapat menunjukkan performanya Buat memaksa para pejabat terpilih memenuhi janji kampanye mereka, termasuk Buat mewujudkan capaian yang menjadi bagian dari tujuan bernegara.

Dalam perspektif hukum, vote buying melanggar prinsip pemilu yang bebas, jujur, dan adil (free and fair election)melemahkan supremasi hukum karena tindakan ilegal sering kali Tak direspons secara efektif oleh penegak hukum; serta menumbuhkan budaya impunitas dan korupsi politik dalam proses elektoral dan bernegara (Schaffer, 2007).

Cek Artikel:  Kiprah Politik Perempuan dalam Pusaran Badai

Dari perspektif demokrasi, vote buying menodai prinsip equal representation karena Bunyi menjadi komoditas yang diperdagangkan, bukan instrumen Buat memperkuat keterwakilan yang setara; merusak legitimasi pemilu dan kepercayaan publik terhadap institusi demokrasi; serta melanggengkan eksistensi elite politik yang Mempunyai sumber daya besar Tetapi minim kapabilitas kepemimpinan (Hicken, 2007).

Secara sosial, vote buying menciptakan ketergantungan masyarakat pada Donasi sesaat, melanggengkan kemiskinan politik dan rendahnya kesadaran hak Penduduk negara, serta Dapat memecah solidaritas sosial karena pemilih diperlakukan sebagai objek tawar-menawar. Selain itu, vote buying akan menurunkan kualitas representasi karena kandidat terpilih lebih didorong oleh kemampuan finansial daripada kualitas kepemimpinan; menguatkan politik transaksional dan Rekanan representasi dengan sistem patron-klien; serta menciptakan politik yang Spesial bagi mereka yang Bisa membeli Bunyi, bukan yang membawa program kerja.

Vote buying menjadi ancaman serius terhadap integritas demokrasi dan supremasi hukum. Meskipun tampak sebagai transaksi Normal, praktik itu Mempunyai Akibat luas yang merusak tatanan hukum, melemahkan kualitas demokrasi, dan menghambat kemajuan sosial-politik masyarakat. Oleh karena itu, penegakan hukum dengan Denda tegas harus dilakukan dengan tanpa kecuali. Karena, vote buying yang terbiarkan akan mengakibatkan pembusukan terhadap pemilu, demokrasi, konstitusi, budaya politik, dan hukum suatu negara.

Karena daya rusaknya yang dahsyat dan sistemik terhadap pemilu dan demokrasi, vote buying secara eksplisit dilarang oleh berbagai instrumen hukum Global, dan oleh sistem hukum Indonesia. Di Indonesia, vote buying Dapat dikenai Denda pidana dan administratif berupa pembatalan calon. UU 10/2016 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota secara tegas melarang praktik pembelian Bunyi dalam setiap tahapan pilkada, termasuk kampanye, masa tenang, serta pemungutan dan penghitungan Bunyi.

Denda tegas terhadap vote buying telah ditegakkan Mahkamah Konstitusi (MK) dalam sejumlah putusannya. MK memutus Buat mendiskualifikasi Kekasih calon (paslon) yang terbukti secara Absah dan meyakinkan menjadi bagian dari pembelian Bunyi dalam proses pemilihan. Misalnya, pada sengketa hasil Pilkada Kotawaringin Barat Tahun 2010 melalui Putusan No.45/PHPU.D-VIII/2010, yang mana MK mendiskualifikasi paslon nomor urut 1 (Sugianto dan Eko Soemarno) dari pemenang pilkada dan langsung memerintahkan KPU Buat menerbitkan keputusan yang menetapkan paslon nomor urut 2 (Ujang Iskandar dan Bambang Purwanto) sebagai bupati dan wakil bupati terpilih.

Dalam putusannya, MK menyebut telah terbukti secara Absah terjadi pelanggaran politik Dana secara masif yang sangat berpengaruh terhadap perolehan Bunyi dan rekapitulasi penghitungan Bunyi bagi tiap-tiap paslon. Paling mutakhir, melalui Putusan MK No.224/PHPU.BUP-XXIII/2025 terkait dengan PHPU bupati dan wakil bupati Mahakam Ulu, MK mendiskualifikasi paslon nomor urut 3 (Owena Mayang Shari Belawan dan Stanislaus Liah) dari kepesertaan Pilkada Mahakam Ulu Tahun 2024.

Dalam Pilkada Mahakam Ulu, MK menemukan adanya kontrak politik dimana paslon Owena-Stanislaus akan memberikan Alokasi Anggaran Kampung sebesar minimal Rp4 miliar hingga Rp8 miliar per kampung per tahun, serta program ketahanan keluarga sebesar minimal Rp5 juta hingga Rp10 juta per dasawisma per tahun.

Para ketua RT yang Membikin kontrak politik Tak hanya akan turun ke Rendah Buat memengaruhi pemilih, tapi akan berkoordinasi ke atas dengan petinggi kampung demi terwujudnya janji politik dalam kontrak politik tersebut. Menurut MK, kontrak politik ‘Tak Normal’ seperti itu merupakan ‘perjanjian’ antarpihak yang bersifat privat yang berisi janji Buat memberikan sejumlah Dana tersebut harus dimaknai sebagai praktik suap atau vote buying kepada pemilih.

Cek Artikel:  Reformasi Kepemimpinan Sekolah

MK memutuskan Buat mendiskualifikasi paslon Owena-Stanislaus karena Kalau hanya memerintahkan dilakukan PSU tanpa mendiskualifikasi yang bersangkutan, Akibat kontrak politik atau vote buying dimaksud Tetap belum akan hilang pengaruhnya terhadap pemilih. Terlebih Bupati Mahakam Ulu Bonifasius Belawan Geh yang juga orangtua calon Bupati Owena Mayang Shari Belawan Tetap menjabat sebagai Bupati Mahakam Ulu. Bedanya dengan Pilkada Kotawaringin Barat Tahun 2010, di Mahakam Ulu MK Tak langsung memutuskan siapa pemenang. MK memerintahkan dilakukan pemungutan Bunyi ulang (PSU) dan memberi kesempatan kepada gabungan parpol yang sebelumnya mengusung paslon Owena-Stanislaus Buat mengajukan calon baru.

Dalam Putusan MK di Kotawaringin Barat dan Mahakam Ulu tersebut, vote buying yang dilakukan secara terstruktur, sistematis, dan masif serta dengan melibatkan atau mendapatkan pembenaran dan pembiaran dari calon, dinilai MK sebagai pelanggaran mendasar terhadap asas pemilu yang jujur dan adil serta telah mencederai prinsip-prinsip pemilihan yang demokratis. Pelanggaran tersebut sebagai bentuk kecurangan yang Tak dapat ditoleransi (intolerable electoral malpractice).

 

FENOMENA PSU

Begitu rapat dengar pendapat Serempak Komisi II DPR (5/5), Ketua DKPP Heddy Lugito menyebut praktik politik Dana Bahkan semakin mengemuka pada Penyelenggaraan PSU Pilkada 2024. Hal itu terkonfirmasi pula dalam permohonan keberatan hasil PSU Pilkada 2024 yang baru-baru ini disidangkan Mahkamah Konstitusi. Dalil terjadinya pembelian Bunyi Begitu PSU muncul dalam sidang perselisihan hasil PSU Pilkada Buru, Taliabu, Banggai, Talaud, dan Barito Utara. Tetapi, MK memutus hanya dua perkara yang lanjut ke tahap pembuktian, Adalah Talaud dan Barito Utara.

Mengapa PSU punya kecenderungan meningkatkan vote buying? Hal itu tak lepas dari ketatnya persaingan antarcalon dengan selisih Bunyi yang sangat tipis. PSU menjadi pertaruhan dan pertarungan Buat merebut atau mempertahankan kemenangan calon. Bagi calon yang kalah Begitu pemungutan Bunyi awal, PSU jadi kesempatan kedua Buat mengubah keadaan. Sementara itu, bagi calon yang sudah menang di awal, pada PSU harus Dapat mempertahankan kemenangan.

Karena PSU jadi momentum yang sangat menentukan, khususnya Kalau terjadi pada sedikit TPS atau lingkup yang Tak besar, dorongan Buat berjuang habis-habisan demi memperoleh Bunyi terbanyak akan melingkupi kedua pihak.

Hal itu yang akhirnya mendorong pragmatisme dan kenekatan Buat mengambil jalan pintas dengan membeli Bunyi pemilih. Dalam PSU Barito Utara, misalnya, terungkap terjadi pembagian amplop berisi Dana Sekeliling Rp16 juta per orang Buat sejumlah pemilih yang diberikan dalam beberapa tahap. Dapat disebut itu praktik pembelian Bunyi dengan Bilangan paling fantastis yang pernah diungkap dalam proses penegakan hukum pemilu di Indonesia.

Pada 21 April 2025, majelis hakim Pengadilan Negeri Muara Teweh di Barito Utara telah menjatuhkan vonis kepada tiga terdakwa pemberi Dana berupa pidana penjara selama 36 bulan dikurangi masa tahanan dan denda Rp200 juta subsider satu bulan kurungan. Kasus bermula dari operasi tangkap tangan yang dilakukan tim gabungan Bawaslu dan kepolisian dengan menggerebek sebuah rumah dan menangkap sembilan orang terduga pelaku politik Dana. Barang bukti yang disita Begitu itu, antara lain Dana Kas sejumlah Rp270 juta, lembar daftar 72 nama pemilih, dan Teladan surat Bunyi bertanda paslon.

Lantas, bagaimana MK harus menyikapi vote buying yang terjadi Begitu PSU? Sejatinya PSU ialah kesempatan yang diberikan Mahkamah–sebagai institusi pemutus akhir masalah hukum pemilu, Buat mengoreksi berbagai pelanggaran, penyimpangan, dan kecurangan yang terjadi. Tujuan PSU ialah menjaga kemurnian Bunyi pemilih, kedaulatan rakyat, dan keadilan pemilu agar ditegakkan secara konsisten dan menyeluruh.

Cek Artikel:  Masa Depan Pendidikan Indonesia Cita-cita dan Tantangan Presiden Prabowo

Maka itu, apabila dalam PSU terbukti terjadi praktik pembelian Bunyi, MK harus mengambil tindakan tegas yang memberi Dampak jera, termasuk serius mendalami keterlibatan calon dalam vote buying yang terjadi. Sebabnya, Pasal 73 ayat (2) UU 10/2016 telah mengatur Denda administrasi pembatalan sebagai paslon bagi calon yang terbukti terlibat melakukan pembelian Bunyi.

Kalau persidangan MK Bisa membuktikan keterhubungan calon, Bagus keterlibatan aktif maupun pembiaran atas terjadinya vote buying, MK harus berani mengambil sikap tegas Buat membatalkan atau mendiskualifikasi paslon sebagaimana ketentuan Pasal 73 ayat (2) UU 10/2016. Sebagaimana sudah dilakukan MK dalam putusan perselisihan hasil Pilkada Kotawaringin Barat Tahun 2010 dan Pilkada Mahakam Ulu Tahun 2024.

Dalam sengketa hasil PSU, mestinya MK Tak Tengah berlindung dalam Ungkapan menjaga kemurnian Bunyi pemilih sebagai dasar Buat memberikan kesempatan pada parpol pengusung Buat kembali mengajukan calon baru apabila paslonnya didiskualifikasi. Argumennya sederhana, PSU ialah ‘kesempatan kedua’ yang diberikan sistem hukum pemilu–melalui putusan MK, Buat mewujudkan demokrasi konstitusional yang memenuhi prinsip keadilan pemilu. Apabila calon terbukti terlibat vote buying pada Penyelenggaraan PSU, saatnya bagi MK Buat melindungi kepentingan pemilih dan masa depan demokrasi daerah Buat terbebas dari praktik koruptif yang mungkin berulang Kalau kembali dilakukan PSU jilid II.

 

Dampak JERA

Tengah pula Tak Terdapat keyakinan apabila diselenggarakan PSU jilid II dengan paslon yang baru, tindakan pragmatis dan korup Tak akan kembali terjadi, terutama di tengah masif dan fantastisnya Dana yang beredar Buat membeli Bunyi. Apalagi Terdapat kekhawatiran beralasan bahwa dengan jumlah politik Dana yang sangat besar tersebut telah terbentuk pragmatisme di tengah masyarakat yang punya potensi besar akan menimbulkan permintaan dan perilaku serupa apabila Terdapat PSU jilid II.

Karena itu, keberanian MK Buat Tak hanya mendiskualifikasi paslon yang terlibat atau terhubung dengan vote buying, tapi juga Tak Tengah memberi kesempatan parpol pengusung Buat mengusulkan paslon baru menjadi putusan yang Layak dinantikan publik dari MK.

Dalam hal terdapat hanya dua paslon, MK dapat menihilkan (menghapus) perolehan Bunyi paslon yang terlibat vote buying seperti halnya dalam putusan MK di Pilkada Kotawaringin Barat Tahun 2010. Hanya dengan putusan MK seperti itu, PSU Dapat dipurifikasi posisinya sebagai instrumen koreksi dalam desain keadilan pemilu Indonesia.

Dengan demikian, paslon dan parpol pengusung mendapat Dampak jera maksimal sebagai konsekuensi kenekatannya melakukan vote buying yang merupakan kejahatan elektoral berat. Pemilih juga mendapat keyakinan yang kukuh bahwa negara telah bersikap tegas dalam upaya mewujudkan pemilu yang jurdil dan demokratis.

Bahwa dalam pemilu sama sekali Tak Terdapat toleransi bagi praktik lancung pembelian Bunyi.

 

 

Mungkin Anda Menyukai