Program Enggak AdekuatNagivating Disaster

Program Tidak Adekuat=Nagivating Disaster
Pengurus PB IDI dan PP IAKMI(Dok Pribadi)

Ketika mengunjungi RSUD Komodo NTT, Presiden Jokowi mengeluh. RSUD itu sudah dibangun dan dilengkapi berbagai peralatan medis yang menghabiskan Biaya Rp220 miliar lebih. Sayangnya, dokter spesialis yang akan beroperasi dirumah sakit itu kurang. Akhirnya, pelayanan Enggak maksimal.

Root cause issue di atas adalah perencanaan yang Enggak matang. Inadequate-plan. Gedung dan alat sudah tersedia tetapi yang mengoperasikannya Enggak Eksis atau Enggak cukup. Gun-nya Eksis, tetapi people behind the gun Enggak tersedia. Kekurangan dokter spesialis sebenarnya adalah isu klise dan kronis yang sudah Pelan dinarasikan. Makanya, sebagian masyarakat sudah menganggapnya isu ‘Lazim-Lazim saja’. Tetapi ketika kekurangan ini ‘dipertontonkan’ di hadapan Presiden, apalagi Ketika mendekati KTT Asean yang berlokasi di NTT, maka isu menjadi sangat serius.

Perencanaan Enggak matang kelihatannya sudah menjadi bisul kronis bidang kesehatan. Sekeliling 30 tahun Lewat, saya adalah Kepala sebuah Puskesmas. Suatu hari, tiba-tiba saja Puskesmas kami mendapat peralatan inkubator bayi prematur. Katanya, kiriman dari Departemen Kesehatan Pusat. Peralatan lengkap dan canggih waktu itu. Tentu saja mahal. Selain Puskesmas kami, info yang beredar Eksis puluhan atau bahkan ratusan Puskesmas mendapat alat yang sama.

Ketika menerima alat tersebut kami bingung. Mengapa kami diberikan alat bayi prematur sementara Puskesmas kami Enggak menangani kasus bayi prematur? Kasus bayi prematur kan ditangani dirumah sakit. Puskesmas kami juga hanya bermodal satu dokter Lazim dan sejumlah perawat. Enggak Eksis Ahli penyakit anak apalagi perinatologi.

Cek Artikel:  Susu Ikan dan Literasi Protein

Lantas siapa yang akan mengoperasikan dan menggunakan alat tersebut? Listrik di puskesmas kami Ketika itu naik-turun; Enggak Kukuh. Enggak cocok Buat alat inkubator yang membutuhkan listrik Kukuh dan daya tinggi. Alat itupun tak terpakai. Disimpan disudut Puskesmas dan menjadi tempat penyimpanan Naskah-Naskah dan majalah Uzur. Bayangkan, alat inkubator perionatologi berubah fungsi menjadi book-shelves.

Kisah keluhan Presiden Jokowi more or less sama kisah di Puskesmas saya. Sarana kesehatan disuplai alat mahal tanpa Eksis kejelasan siapa dan bagaimana mengoperasikan alat tersebut. Ini kisah inaduquate-plan yang berujung pada kemubaziran. Model begini terjadi akibat kebijakan top-down; kebijakan yang dikendalikan dan dijalankan dari atas. Para petinggi hanya Membangun mapping issu dan program dibelakang meja tanpa memahami kendala teknis yang Eksis dilapangan. Mereka mau menjalankan program sesuai rencana dan bugdet yang Eksis pada mereka, tanpa memperhatikan user concern. Padahal users adalah pihak yang menggunakan alat tersebut.

Tentu banyak spekulasi mengapa model top-down Tetap Maju dipakai. Pandai karena perencanaan Enggak matang atau Pandai karena kepentingan bisnis. Alat-alat yang disuplai harganya mahal dan terkait budget yang besar. Jangan terlalu naif menyatakan bahwa Enggak Eksis orang yang Enggak tertarik budget besar yang berpotensi mendatangkan keuntungan pribadi.

Cek Artikel:  AI dan Komunikasi Strategis di Istanbul

Ironisnya, isu kronis ini Tetap tetap Eksis mesti perjalanan pelayanan kesehatan telah melewati Dasa warsa yang panjang. Mestinya Eksis perbaikan dan model seperti ini sudah punah. Faktanya Enggak. Keluhan Presiden Jokowi adalah satu fakta. Fakta lain adalah Menteri Kesehatan punya program menyuplai 10 ribu USG Buat puskesmas. Katanya, Buat membantu ibu hamil memeriksa kesehatan secara berkala. Sepuluh ribu USG Buat Puskesmas? What for?

Banyak isu terkait penyediaan USG di Puskesmas. Siapa yang yang akan mengoperasikan USG tersebut? Tentu saja dokter dan bukan profesi lain. Masalahnya, apakah Seluruh puskesmas sudah punya dokter? Kalaupun punya, bagaimana ketrampilan dan legalitas penggunaan USG bagi dokter Lazim? Pemeriksaan USG membutuhkan ketrampilan Tertentu termasuk interpretasi hasil. Bila Enggak Mempunyai pelatihan memadai, akurasinya akan kurang dan timbullah kesalahan interpretasi. Apakah Kemenkes akan memberikan training USG yang memadai Buat 10 ribu dokter agar Pandai Membangun interpretasi Benar? Melatih 10 ribu dokter; berapa biayanya dan berapa Pelan?

Selain itu, pemeriksaan USG membutuhkan waktu yang cukup Pelan Buat setiap pasien. Ketika USG ditawarkan di puskesmas, jumlah pasien yang datang Buat pemeriksaan akan meningkat. Ini memicu antrian panjang dan waktu tunggu Pelan. Ujung-ujungnya akan mempengaruhi efisiensi pelayanan dan menimbulkan ketidakpuasan pasien. Padahal Ketika ini saja, banyak puskesmas yang dokternya setiap hari harus memeriksa antara 50-100 pasien. Ketika dokter harus menyediakan waktu Buat pemeriksaan USG, akan banyak waktu terpakai, yang menyebabkan antrian pasien menjadi sangat panjang.

Cek Artikel:  Cerminan Hari Bumi Krisis Perdamaian dan Optimisme Ekologis

Yang Enggak kalah pentingnya adalah Dampak deviasi Pusat perhatian pelayanan Primer. Puskesmas bertujuan  memberikan pelayanan kesehatan Primer yang menyeluruh. Meskipun USG dapat memberikan informasi diagnostik yang berharga pada kasus kebidanan, pengembangan dan pemeliharaan fasilitas USG dapat mengalihkan perhatian dan sumber daya dari layanan Primer lainnya, seperti imunisasi, pemeriksaan kesehatan rutin, dan pengobatan penyakit Lazim. Padahal tugas pokok lain Puskesmas sangat banyak. Belum Tengah tugas lintas sektoral, termasuk menghadiri pertemuan dan melakukan kegiatan sinergi dengan instansi lain dan pemerintah daerah.

Rupanya, puluhan tahun pembangunan kesehatan Tetap saja belum menyembuhkan bisul kronis bernama inadequate plan. Inadequate plan ini ujung-ujungnya bermuara pada pemborosan sumber daya, Enggak meratanya akses, rendahnya kualitas kesehatan serta minimnya output perbaikan dan profil kesehatan. Ini Terang sangat merugikan. Ketika perencanaan Enggak Benar, haluan sebenarnya dinavigasikan kepada disaster. Navigating disaster. Herannya, meskipun Paham dan paham betapa seriusnya Dampak merugikan dari inadequate-plan, tetap saja kita mempertontonkan kesimpangsiuran plan kita ini ke masyarakat. Miris…tetapi Konkret.

Mungkin Anda Menyukai