Prevalensi Pasien Penyakit Pernapasan Tinggi, Perkuat Layanan Kesehatan Paru di Indonesia

Prevalensi Pasien Penyakit Pernapasan Tinggi, Perkuat Layanan Kesehatan Paru di Indonesia
Kaum menggunakan alat Spriometri untuk menilai fungsi paru-paru, di puskesmas Sungai Pua, Agam, Sumatera Barat, Minggu (14/01/2024).(ANTARA/Iggoy el Fitra)

PENANGANAN kesehatan paru di Indonesia masih menjadi pekerjaan berat untuk pemerintah. Hingga saat ini masih banyak kasus penyakit paru seperti infeksi saluran pernapasan atas dan pneumonia, infeksi saluran pernapasan atas (ISPA), hingga Tuberkulosis (TB) yang terus mengalami peningkatan seiring dengan memburuknya kualitas udara.

Ketua Kluster Topengteran dan Kesehatan Ikatan Ilmuwan Indonesia Global, dokter Iqbal Mochtar memaparkan setiap tahun kasus Tb di Indonesia terus mengalami peningkatan. Disinyalir angka kenaikan akan terus naik jika tak ada upaya pemaksimalan deteksi dini.

“Lagi terdapat peningkatan kasus dan insiden, misalnya pada tahun 2020 jumlah kasus masih sekitar 824.000, tahun 2021 menjadi 969.000, tahun 2022 meningkat di atas 1,1 juta. Bahkan tahun 2023 sampai dengan 2024 kasus TB diperkirakan akan terus meningkat,” jelasnya kepada Media Indonesia di Jakarta pada Minggu (22/9).

Baca juga : 6 Tips Mencegah Penyakit Paru Obstruktif Kronik atau PPOK

Kelainan penyakit paru juga terjadi pada kasus gangguan ISPA, Iqbal mengungkapkan kenaikan ini tak hanya terkait dengan jumlah kasus melainkan insiden prevalensi juga meningkat termasuk orang yang mengalami kematian.

Cek Artikel:  BRIN Permudah Ijin Riset di Indonesia

“Hal yang sama juga terdapat dalam kasus ISPA kita tahu bahwa pada tahun 2021 ditemukan lebih dari 600.000 kasus. Dan ini kalau kita buat dalam bentuk rasio atau persentase itu sekitar 9,3/1.000 penduduk jadi sekitar 0,93% kasus ISPA ada di Indonesia,” ungkapnya.

Sementara itu, kasus pneumonia yang umum terkena anak-anak juga menunjukkan angka prevalensi yang cukup tinggi. Menurut Data Kementerian Kesehatan, kasus ISA mulai meningkat signifikan pada 2023 yakni 296.416 kasus pada Januari, 277.455 kasus pada Mei, dan 285.623 kasus pada Juli dengan prevalensi kasus pneumonia mencapai 3,5/100 balita.

Baca juga : 10 Tips Mencegah ISPA saat Cuaca Panas dan Polusi Udara

“Artinya 3,5% balita di Indonesia mengalami ISPA. Jadi angkanya cukup tinggi, bahkan data itu menunjukkan bahwa hampir sekitar 2 juta balita meninggal setiap tahun disebabkan kasus pneumonia. Hal ini merupakan tanda-tanda yang sangat penting bagi kita dan pemerintah untuk lebih serius dalam penanganan paru,” katanya.

Demi itu, Iqbal mendesak pemerintah untuk terus berupaya meningkatkan dan memperkuat fasilitas pelayanan kesehatan terkait penanganan kasus paru, khususnya fasilitas kesehatan di tingkat Puskesmas.

Cek Artikel:  Mata Malas pada Anak Bisa Harus Dapat Terapi Sejak Awal

“Puskesmas seharusnya bisa menjadi frontliner atau sarana pelayanan kesehatan terdepan untuk memberikan edukasi terkait penyakit-penyakit yang berhubungan pada paru. Perlu untuk dilakukan massive health education dan berikan pemahaman kepada masyarakat tentang hal-hal terkait ini dan bahayanya penyakit paru,” tuturnya.

Baca juga : Masyarakat Jakarta Dapat Dapatkan Vaksin Pneumonia secara Gratis

Iqbal menjelaskan Puskesmas juga harus dipastikan dapat memberi fasilitas pelayanan mulai dari tata laksana pencegahan, penanganan dan pemulihan seperti deteksi dini hingga pemberian memberikan vaksinasi untuk TB dan pneumonia.

“Ini harus ditingkatkan cakupannya. bagaimanapun kita harus jadikan deteksi dini dan vaksin ini semacam target untuk mencapai jumlah tertentu pada periode tertentu, dan kemudian yang tidak kalah penting adalah memberikan diagnosis deteksi dini, jadi petugas Puskesmas harus dilatih dan beri kemampuan untuk bisa mendeteksi dini,” katanya.

Tetapi yang tidak kalah penting adalah tersedianya obat-obatan di berbagai pelayanan kesehatan agar tidak menghambat pengobatan, khususnya bagi pasien Tb yang tidak boleh mengalami putus obat hingga 6-9 bulan.

Cek Artikel:  Kampung Berkemajuan, Penemuan Sosial Lazismu Kepada Capaian SDGs

Baca juga : Nomor Pneumonia Tinggi Dapat Ditekan dengan Vaksinasi PCV

“Obat-obatan yang tersedia sehingga itu sangat penting. Kalau kita berbicara terkait kasus baru sebetulnya pencapaian di Indonesia belum baik-baik saja. Kementerian Kesehatan sudah seharusnya serius memberi peringatan untuk kasus-kasus paru. Peringatan hari paru sedunia ini harus menjadi momentum untuk memperbaiki layanan kesehatan paru-paru,” tuturnya.

Plt. Direktur Pencegahan dan Pengendalian Penyakit Menular (P2PM), Kementerian Kesehatan, Anas Ma’ruf mengatakan edukasi terus dilakukan oleh Kementerian Kesehatan untuk memastikan masyarakat bisa terlindungi dari dampak buruk paparan polusi udara yang berakibat pada peningkatan penyakit paru.

“Sangat penting bagi masyarakat untuk mengetahui bahwa polusi itu merupakan salah satu faktor yang bisa memicu penyakit-penyakit paru karenanya dihimbau kepada masyarakat untuk menggunakan masker saat berada pada lingkungan polutan, lalu tingkatkan imun diri dengan olahraga, tidur dan makan bergizi yang cukup,” jelasnya.

Masyarakat juga disarankan untuk menggunakan masker yang dapat mengurangi paparan polusi udara PM 2.5, yakni masker KF 94, KN95, atau masker kain yang ditambah dengan filter PM 2.5t. (H-2)

Mungkin Anda Menyukai