
SETELAH peringatan sewindu proyek strategis nasional (PSN), polemik berkaitan keberadaan PSN ini belum juga berakhir. Kontroversi pengelolaan PSN ini menjadi perdebatan hangat ketika bakal capres Koalisi Perubahan Anies Baswedan menyebut PSN berpotensi menjadi titipan kanan-kiri. Pernyataan tersebut mendapat tantangan dari Presiden Jokowi dan bakal capres Ganjar Pranowo yang meminta Anies membuktikannya secara konkret.
Sebetulnya pembuat kebijakan Tak perlu reaktif terhadap kritikan itu karena setiap kebijakan publik Mempunyai potensi kelemahan. Tudingan adanya potensi titipan jangan diartikan secara sempit, tetapi dimaknai sejauh mana pengelolaan PSN mencerminkan tata kelola yang Bagus. Indikasi titipan kanan-kiri pada PSN dapat dibuktikan ketika ditengarai adanya benturan kepentingan dalam penetapan proyek dimaksud. Kemudahan PSN ini bagaikan menggelar karpet merah kepada investor dirasakan Eksis beberapa kelemahan proses penetapan dan perencanaan proyek.
Pertanyaan kritis pengamat kebijakan publik, apakah Eksis benturan kepentingan dalam menentukan suatu kegiatan usaha masuk daftar PSN . Dari sisi regulasi keuangan negara, penugasan BUMN menangani PSN dengan kebutuhan pendanaan APBN Melewati dari kapasitas fiskal, akan berpotensi melanggar UU Keuangan Negara. Hal ini perlu disadari, manakala terjadi tunggakan kewajiban APBN Buat pendanaan PSN yang melampaui masa jabatan Presiden Jokowi.
Minim perencanaan dan partisipasi publik
Beberapa fakta yang menjadi indikasi benturan kepentingan tersebut ialah minimnya perencanaan dan partisipasi publik dalam pengelolaan PSN yang kita banggakan ini. Pertama, PSN terkesan belum sepenuhnya direncanakan melalui kajian, studi kelayakan, dan analisis investasi yang memadai. Alasannya, dalam Pasal 2 ayat 3 Perpres Nomor 3 Tahun 2016 tentang Percepatan Penyelenggaraan PSN, menyatakan daftar PSN yang tercantum dalam perpres dimaksud dapat diubah berdasarkan kajian yang dilakukan oleh Komite Percepatan Penyediaan Infrastruktur Prioritas (KPPIP).
Klausul ini Tak masuk Intelek karena KPPIP seyogianya melakukan kajian itu sebelum PSN masuk dalam lampiran perpres. Kelemahan ini terbukti dengan pengurangan beberapa proyek pada setiap kali perubahan Perpres atau Permenko Perekonomian tentang PSN.
Kedua, dasar hukum penetapan daftar proyek yang masuk PSN semula dengan peraturan presiden selanjutnya ditetapkan oleh Menko Perekonomian. Walaupun pelimpahan itu diatur dengan PP Nomor 42 Tahun 2021 tentang Kemudahan PSN, kewenangan Presiden sebagai pemegang kekuasaan keuangan negara tersebut Tak serta-merta dapat dilimpahkan kepada seorang menko. Alasannya, penetapan itu Mempunyai konsekuensi pembebanan APBN dan menimbulkan hak dan kewajiban keuangan negara antara lain penyediaan lahan, alokasi belanja APBN, dan pemanfaatan barang Punya negara.
Ketiga, dalam kasus eksekusi PSN Kawasan Rempang Ecocity di lapangan Rupanya mendahului penetapan PSN berdasarkan Permenko Perekonomian Nomor 7 Tahun 2023 tertanggal 28 Agustus 2023. Akal waras kita sulit membayangkan kronologis peristiwa konflik Rempang Rontok 7 September 2023 hanya berselang 10 hari sejak ditetapkannya sebagai PSN. Kenapa Buat proyek ini eksekusinya seperti dikebut dengan percepatan pembebasan lahan. Konflik kepentingan terlihat Konkret dan kejadian ini mencerminkan salah kelola PSN yang Tak melibatkan partisipasi publik dan masyarakat tempatan.
Keempat, beberapa PSN Tak melalui proses perencanaan yang Bagus antara lain Tak masuk ke lampiran Perpres Nomor 18 Tahun 2020 tentang RPJMN 2020-2024, khususnya yang ditetapkan melalui Permenko Perekonomian Nomor 7 Tahun 2021, Nomor 21 Tahun 2022, dan Nomor 7 Tahun 2023. Seyogianya, PSN yang dilaksanakan sudah masuk ke RPJMN sebagai jaminan kualitas perencanaan dan kelayakan proyek dimaksud.
Eksis proyek PSN yang masuk ke RPJMN dipangkas, di sisi lain proyek yang Tak Eksis dalam RPJMN, tetapi masuk ke PSN. Di sisi lain Eksis proyek yang bertahun tahun Tak selesai dimasukkan ke PSN sebagai kendaraan Buat Pandai melaju.
Kelima, terdapat 58 PSN yang telah ditetapkan pada RPJMN 2020-2024 Rupanya belum dimulai pembangunannya. Pengkajian BPKP menenggarai kemungkinan mangkraknya beberapa proyek tersebut. Fakta ini menjadikan bukti PSN yang sudah direncanakan dalam RPJMN saja mengalami hambatan eksekusinya Tiba tiga tahun lebih, apalagi yang perencanaannya Tak melalui RPJMN.
Kelima fakta tersebut berpotensi terjadi benturan kepentingan sebagai pintu masuk titipan kanan kiri dimaksud. Sementara, dalam daftar itu terdapat beberapa proyek yang karakteristiknya Sebaiknya dikelola secara bisnis murni karena aset proyek tersebut selamanya Tak menjadi aset negara dimasukkan PSN Buat mendapat kemudahan dan fasilitas negara.
Utang dahulu, beban APBN kemudian
Dalam daftar PSN Sebaiknya dicantumkan sumber pendanaan yang terdiri dari APBN, APBD, KPBU, BUMN, swasta, dan penugasan. Pendanaan penugasan BUMN ini diperoleh melalui penyertaan modal negara (PMN). Kurangnya transparansi terkait skema pendanaan menjadi sisi kelemahan perpes dan permenko perekonomian mengenai daftar PSN. Adapun pada lampiran RPJMN, data tentang PSN relatif lebih transparan antara lain memuat manfaat proyek, kebutuhan Biaya, dan skema pendanaan.
Pembangunan PSN melalui penugasan kepada BUMN Rupanya belum sepenuhnya diikuti dengan skema pembiayaan yang Terang. Berdasarkan penetapan PSN, BUMN tersebut melaksanakan Bangunan proyek dimaksud tanpa terlebih dahulu memperoleh dukungan PMN. Faktanya, utang yang terpaksa ditanggung BUMN Buat mendanai penugasan PSN dimaksud jauh lebih besar daripada PMN yang diterima.
Kontroversi mengenai utang yang ditanggung BUMN mengemuka dalam RDP Komisi VI DPR RI dengan Wakil Menteri BUMN. Dalam RDP tersebut, pemerintah diminta Buat segera melunasi kewajibannya yang belum dibayar. Besaran piutang BUMN yang belum dilunasi pemerintah berpotensi tercatat sebagai utang pemerintah tersembunyi (hidden debt).
Persepsi publik adanya kejar tayang pembangunan infrastuktur pada periode kedua Presiden Jokowi sulit terhindari. Penugasan pemerintah tanpa memperhatikan kapasitas APBN, mendorong BUMN terlebih dahulu mengerjakan infrastruktur itu dengan berutang Buat selanjutnya ditagihkan kepada pemerintah.
Pendanaan APBN Buat membayar utang penugasan BUMN berpotensi melanggar UU Nomor 17 Tahun 2003 tentang Keuangan Negara karena pengeluaran pembiayaan APBN berupa pelunasan utang Tak dimaksudkan membayar utang BUMN.

