Paus Fransiskus Tobat Ekologis Jalan ke Cita-cita Ekologis

Paus Fransiskus: Tobat Ekologis Jalan ke Harapan Ekologis
(MI/Duta)

BAPA Kudus, Paus Fransiskus, pada 21 April 2025, Betul pada hari Senin Paskah, telah wafat. Saya selalu Pasti bahwa seseorang Dapat ‘memilih’ hari kematiannya. Bapa Kudus telah memilih hari Mortalitas itu pada Senin Paskah. Pada hari Minggu Paskah, Hari Raya Kebangkitan Tuhan Yesus, Bapa Kudus Lagi sempat tampil Buat memberi berkat Urbi et Orbi dan menyampaikan ucapan selamat Paskah kepada peziarah yang hadir di pelataran Santo Petrus.

Bapa Kudus Lagi sempat mewartakan Info Sucika Paskah itu dengan Bunyi terengah-engah. Hari Senin beliau mengembuskan napas terakhir, dan dengan itu ia pun ‘Bangun’ dan terlahir kembali dalam hidup baru yang kekal. Hal itu berbeda dengan seorang Romo Yesuit lain, Pierre Teilhard de Chardin, yang memilih wafat Betul hari Minggu Paskah pada 1955. Bapa Kudus ini memilih Buat tetap mewartakan Info Sukacita Paskah pada Minggu Paskah dan baru wafat pada Senin. Ini sangat luar Lazim.

Tentang beliau ini Terdapat banyak hal yang Dapat dicatat. Akan tetapi, di sini, saya hanya memfokuskan diri pada tiga poin berikut ini.

 

JANGAN LUPA ORANG MISKIN

Pertama, terkenallah sebuah cerita Ketika ia akan terpilih menjadi paus. Konon di dalam konklaf, Kardinal Jorge Bergoglio (JB) duduk berdambingan dengan seorang kawannya, kardinal dari Brasil, Sao Paolo, bernama Kardinal Nunes. Konon dalam Konklaf 2005, Kardinal JB ini menempati urutan kedua di Dasar Kardinal Ratzinger yang kemudian menjadi paus dengan mengambil nama Paus Benediktus XVI. Paus Benediktus kemudian mengundurkan diri pada 2013. Dan, yang terpilih dalam Konklaf 2013 ialah Kardinal JB.

Cek Artikel:  Mudik Kenyamanan Publik, Langkah Presisi Kapolri

Ketika semakin Terang bahwa nama dialah yang akan keluar, kawannya Kardinal Nunes tadi, seorang Fransiskan (OFM)m mencondongkan badan kepadanya dan berbisik, “Sahabat, Apabila nanti sudah terpilih jadi paus, jangan lupa akan orang miskin.”

Beberapa waktu kemudian setelah terpilih, Kardinal JB mengatakan bahwa Ketika kawannya itu membisikkan pesan itu, ia (Kardinal JB) sudah Paham persis harus memilih nama kepausan apa? Pada waktu itu dunia kaget. Ia memilih nama Fransiskus. Itu pun bukan Fransiskus Xaverius, misionaris Mulia Yesuit yang terkenal itu dan kurang lebih sezaman dengan Santo Ignatius Loyola. Orang menduga, itu Fransiskus Xaverius, karena JB adalah Jesuit. Rupanya Kagak. Fransiskus itu adalah Fransiskus dari Asisi.

Jadi, Terdapat dua kejutan sekaligus. Pertama, dia adalah Yesuit pertama yang diangkat menjadi paus. Kedua, Yesuit pertama yang menjadi paus ini Bahkan memilih nama Fransiskus, dan ini juga pertama kalinya nama Fransiskus dipakai sebagai nama paus. Luar Lazim, bukan.

 

GEREJA KAUM MISKIN

Kedua, mengapa harus ingat akan orang miskin? Mungkin kita mengira bahwa kepedulian JB akan orang miskin baru muncul agak belakangan saja dalam hidupnya. Kagak. Kepedulian dan perhatian JB akan orang miskin sudah menjadi pokok karya layanan pastoral dia, bahkan sejak Lagi sebagai imam muda dan hal itu Lalu berlanjut Tiba ia menjadi senior dan menjabat sebagai pejabat tinggi Berkualitas di dalam Perkumpulan dan juga dalam Gereja Argentina.

Cek Artikel:  Krusialnya Koalisi Partai Gerindra Menang di Pilkada Jakarta 2024

Sejak muda ia sudah memilih Buat bekerja dan bahkan tinggal di daerah kantong kemiskinan. Ia Kagak tinggal di istana megah dan mewah uskup. Sama seperti sosok pastor bonus (gembala yang Berkualitas), ia tinggal di tengah-tengah dan Berbarengan dengan dombanya. Ia rela berbau ‘domba’ agar Terdapat Rekanan kedekatan dan Rekanan saling ‘mengenal’ antara domba dan gembala. Kagak Terdapat jarak (distansi). Kagak Terdapat keterasingan (alienasi). Ia bahkan Kagak malu berlumpur dan berkubang Berbarengan dengan domba-dombanya.

Apabila kemudian, Ketika sudah menjadi paus, ia pernah mengatakan bahwa dirinya menyukai gereja yang berlumur lumpur dan kubangan daripada gereja elite dan megah tetapi Kagak merakyat, Kagak mengumat. Gerakan dan Kecenderungan itu sudah ia lakukan sejak masa mudanya sebagai imam Yesuit. Karena itu, ketika Kardinal Nunes mengingatkan dia agar tetap ingat akan orang miskin, menjelang terpilih menjadi paus dalam Konklaf 2013, Kardinal Nunes sebenarnya bukan membisikkan sebuah program mengawang, melainkan hanya menegaskan kembali agenda yang sudah Lazim mereka lakukan, yakni tetap Berbarengan orang miskin.

Hal menarik yang juga perlu saya sampaikan, bahwa Apabila para uskup Amerika Latin dalam CELAM (FABC-nya Amerika Latin) memilih teologi pembebasan dalam sidang mereka di Medelin tahun 1968 dan kemudian ditegaskan kembali di Puebla 1979 dengan orientasi dasar preferential option for the poor, maka JB Bahkan memilih jalan berteologi yang lain Merukapan teologi rakyat (teologi kerakyatan), people’s theology (teologia del pueblos) yang terutama sekali dibidani oleh Lucio Gera dan Rafael Tello. Tentang hal ini harus ditulis sebuah artikel Spesifik karena cukup panjang juga detail problematiknya.

Tetapi, di sini saya hanya menekankan satu hal. Teologi rakyat menghargai rakyat dan apa yang disebut popular religion itu. Kagak mengherankan Apabila Paus dipengaruhi oleh Gera sehingga pemikiran teologis Gera masuk juga dalam Evangelii Gaudium. Apabila teologi pembebasan (Gutierrez dan Boff dll) menekankan preferential option FOR the poor, maka teologi kerakyatan ini lebih menekankan preferential option WITH the poor. Ini pun panjang, Kagak cukup diuraikan di sini. Semoga pada kesempatan lain.

Cek Artikel:  Mengakhiri Greenwashing, dari Label Hijau ke Meja Hijau

 

MENYERUKAN Cita-cita EKOLOGIS

Sekarang saya mau omong tentang poin ketiga. Dua tahun setelah terpilih menjadi paus, tahun 2015, Paus Fransiskus menerbitkan ensikliknya yang berjudul Laudato Si. Dalam ensiklik itu ia Meletakkan perhatian yang sangat besar terhadap krisis ekologi.

Dalam rangka kesadaran akan krisis ekologi yang sangat parah itu, dengan lantang ia menyerukan gerakan pertobatan ekologis (ecological conversion). Ibu bumi meratap sangat pedih dan sedih. Ratap ibu bumi itu, menurut Boff, kawannya juga, adalah ratap orang miskin. Karena itu, Paus menyerukan gerakan pemulihan Tengah rumah kita Berbarengan (ekologi).

Apabila selama ini kita selalu omong dalam teologi tentang Cita-cita eskatologis (eschatological hope), maka inilah saatnya kita omong tentang Cita-cita ekologis (ecological hope). Bagaimana peluangnya? Tiada lain jalannya ialah tobat ekologis.

Apabila selama ini kita hidup sebagai penjahat-penjahat ekologis (ecological criminals, bajingan ekologis), yang merampok, menjarah ibu kita sendiri, bumi, mother earth, maka inilah saatnya kita mengubah perilaku itu, Kagak Tengah menjadi penjahat ekologis, melainkan sahabat ekologis Buat Dapat membangun peradaban kasih, kebudayaan Kasih. Nah, itu caranya. Kagak Terdapat Langkah lain, Alasan kerusakan ekologi kita sudah sangat parah, sudah menjadi the inconvenient truth dalam bahasa Al Gore itu.

Mungkin Anda Menyukai