Pajak di Ekacakra

Pajak di Ekacakra
Ono Sarwono Penyuka Wayang(MI/Seno)

PENGUASA Negara Ekacakra Prabu Baka tamat riwayatnya akibat kesewenang-wenangannya. Tiada nurani dan tanpa empati terhadap kondisi rakyat yang hidup melarat, Baka menerapkan kebijakan pajak yang mencekik.

Ironisnya, raja berwujud raksasa itu Berbarengan nayaka praja serta Segala kolega dan pengikutnya menikmati ‘sumsum’ yang mereka sedot dari rakyat Kepada berfoya-foya. Kekuasaan yang digenggam Betul-Betul Kepada memuaskan nafsu.

Membayar pajak memang kewajiban Anggota negara. Tapi penguasa harus ingat dan sadar bahwa negara dibentuk Kepada menyejahterakan bukan menyengsarakan rakyat. Pengelola negara yang diberi amanah mesti bijak bertindak kepada rakyat.

 

BERPINDAH-PINDAH

Kabarnya, Kunti dan lima anaknya selamat dari kebakaran tempat tinggal mereka, Bale Sigala-gala, menjelang penyerahan takhta Astina dari Drestarastra kepada Pandawa. Peristiwa itu sesungguhnya upaya pembunuhan yang diotaki Sengkuni. Pandawa dan ibu lolos dari maut atas pertolongan Sanghyang Antaboga. Mereka Kepada sementara mondhok (tinggal) di Kahyangan Saptapratala, menenangkan diri Sembari memikirkan masa depan setelah peristiwa menggiriskan tersebut.

Sengkuni berupaya membinasakan Pandawa demi memberi jalan keponakannya, Kurawa, menguasai Astina. Itulah satu-satunya Metode, mengingat Pandawa adalah Spesialis waris takhta, putra mendiang Raja Astina Prabu Pandu Dewanata.

Selama berada di Saptapratala (lapisan ketujuh bumi), Pandawa mendapat wejangan ilmu Istimewa dari Antaboga. Pesannya, kesatria itu Bukan goyah dan tegar menghadapi cobaan. Bukan dendam dan berani berkorban demi tegaknya keadilan.

Cek Artikel:  Risiko dan Strategi Melawan Hoaks

Dalam pengungsian itu pula, putra kedua Kunti, yakni Bratasena, dan putrinya Antaboga, Dewi Nagagini, saling Anjlok Asmara. Mereka kemudian dinikahkan secara sederhana dalam suasana keprihatinan. Setelah sekian waktu hidup nebeng, Kunti Berbarengan anak-anaknya berpamitan dan bertekad mengarungi kehidupan sesuai dengan kodratnya di marcapada. Tetapi, Nagagini diminta keikhlasan dan kesabarannya Kepada tetap tinggal di Saptapratala.

Antaboga memberi doa restu Sembari mengingatkan Pandawa agar selalu eling dan waspada. Adapun Nagagini, meski berat hati, menerima seraya mendoakan Pandawa dan Kunti agar dalam setiap langkah mereka mendapat perlindungan-Nya.

Kunti dan Pandawa hidup ngulandara (bertualang) tanpa tujuan Niscaya. Masuk dusun keluar dusun hingga pada suatu ketika tiba di Kampung Manahilan. Begitu itu hujan lebat, angin kencang, dan petir menyambar-nyambar. Permaisuri beserta putra Pandu itu kemudian minta izin berteduh ke rumah Anggota setempat. Tuan rumah Kekasih suami-istri, Ijrapa dan Ruminta, dengan senang hati mempersilakan. Malah, enam orang tamu itu dijamu minum dan makan.

Malam itu Kunti menjelaskan kepada tuan rumah bahwa lima anak laki-kali itu putranya. Dirinya janda dan tak Mempunyai rumah sehingga hidup berpindah-pindah. Ijrapa terenyuh dan berharap Kunti dan putranya tinggal di rumahnya.

 

PRABU BAKA SIRNA

Hari-hari berlalu, Kunti mengetahui Rupanya Ijrapa dan Ruminta sedang sedih dan tercekam ketakutan luar Normal. Setelah didesak, Kekasih paruh baya itu mengaku gundah karena harus menyerahkan anak tunggalnya, Rawan, kepada raja Ekacakra.

Cek Artikel:  Inspirasi Pembelajaran Mendalam Australia

Dia menjelaskan, selama ini penguasa memaksa Anggota memberikan upeti dari hasil pertanian dan perkebunan kepada negara. Bukan itu saja, Anggota yang punya rumah dan bangunan harus membayar pajak. Gerobak dan hewan ternak pun dipajaki. Segala pajak yang dipungut dari rakyat itu digunakan para pejabat negara Kepada berfoya-foya. Setiap hari bersenang-senang dengan bergelimang harta. Mereka pun pongah serta arogan dan Bukan segan-segan menghukum Anggota yang mengkritisi.

Lagi Terdapat pajak lain yang lebih gila. Prabu Baka mengharuskan rakyat bergiliran setiap sebulan sekali menyerahkan anak muda belia. Penguasa Sadis dan rakus itu memang suka memangsa daging orang sebagai menu istimewa. Pada pekan itu giliran Ijrapa menyerahkan anaknya. Ia Bukan Ingin mengikuti para tetangga atau Anggota lain yang beramai-rami kabur meninggalkan rumah dan pergi ke luar negeri. Mereka tertekan dan Bukan tahan dengan rezim zalim di Ekacakra.

Kunti meminta Ijrapa dan Ruminta sabar dan Bukan bersedih. Biarkan anaknya saja, Bratasena, yang dikorbankan sebagai santapan Baka. Semula keluarga miskin itu menolak, tapi setelah diyakinkan, akhirnya hanya pasrah.

Betul pada hari yang ditentukan, Ijrapa bergegas menyodorkan Bratasena kepada Baka. Betapa bernafsunya raksasa itu Memperhatikan bakal menunya. Tapi, ketika baru mendekat dan bertanya nama, Bratasena mendupaknya hingga terjengkang.

Cek Artikel:  Labirin Delik Politik Dana

Baka Bangun menyeringai dan langsung menubruk Bratasena. Tengah-Tengah tungkak kaki kanan pemuda kekar itu menghajar dada Baka hingga terjerembap. Belum sempat bangun, Bratasena menggencet tubuh berduwak (raksasa) itu dengan kaki. Sembari menahan sakit, Baka kembali Ingin mengenal siapa gerangan lelaki yang berani melawan. Bratasena menjawab dirinya rakyat Ekacakra yang diberi mandat rakyat menghabisi penguasa tamak dan Bukan berperikemanusian.

Mendengar ucapan Bratasena, Baka tertawa. Tetapi, seketika mulutnya disumpal. Berbarengan dengan itu kuku pancanaka Bratasena modot (memanjang) dan langsung dihunjamkan ke dada Baka Betul di jantungnya. Baka menggelepar. Pengikutnya, juga para raksasa penyiksa rakyat, berhamburan ketakutan. Sebaliknya, Anggota yang menyaksikan Baka roboh, bersorak-sorai karena keangkaramurkaan lenyap.

LEPAS DARI KEKEJAMAN

Ijrapa gemetar dan Bukan mengira pemuda pendiam yang disodorkan kepada Baka Rupanya sakti mandraguna. Hatinya bertapa-tanya, siapa sejatinya tamu yang selama ini tinggal di gubuknya. Kunti membeberkan bahwa dirinya permaisuri mendiang Prabu Pandu. Adapun lima anaknya ialah Puntadewa, Bratasena, Permadi, Tanseng, dan Pinten. Ijrapa dan Ruminta bersimpuh menyembah Sembari minta ampun atas ketidaktahuan mereka.

Dengan setulus hati Kunti berterima kasih keluarganya diperbolehkan tinggal di Manahilan. Ijrapa dan Suminta pun berterima kasih kepada Kunti dan Pandawa yang telah membebaskan rakyat Ekacakra dari cengkeraman penguasa bengis. (M-3)

Mungkin Anda Menyukai