Organisasi Profesi dan Perlindungan Guru

Organisasi Profesi dan Perlindungan Guru
Ilustrasi MI(MI/Seno)

DUNIA pendidikan kembali nestapa. Kasus kekerasan terhadap guru kembali terjadi. Kini viral seorang guru di Bengkulu yang diketapel oleh oknum orangtua siswa di sekolah, dan diduga hingga buta permanen. Kejadian ini bermula Begitu guru tersebut menegur siswanya yang tengah kedapatan merokok di lingkungan sekolah.

Fenomena kekerasan terhadap guru ini seolah menjadi preseden Bukan baik yang kian berulang. Kasus kekerasan terhadap guru ini pun seperti menjadi fenomena gunung es yang Pandai terjadi di berbagai daerah lain. Padahal berbagai regulasi telah mengatur pentingnya perlindungan bagi guru.

Secara konstitusional, guru sebagai Kaum negara pun telah mendapat jaminan atas perlindungannya. Amanat Pasal 28G ayat (1) UUD NRI Tahun 1945 bahwa setiap orang berhak atas perlindungan diri pribadi, keluarga, kehormatan, Harkat, dan Aset yang di Rendah kekuasaannya, serta berhak atas rasa Kondusif dan perlindungan dari ancaman ketakutan Kepada berbuat atau Bukan berbuat sesuatu yang merupakan hak asasi.

Begitu pun Pasal 40 ayat (1) UU Republik Indonesia No 20/2003 tentang Sistem Pendidikan Nasional (UU Sisdiknas) bahwa salah satu hak guru sebagai pendidik ialah memperoleh perlindungan hukum dalam melaksanakan tugasnya. Bahkan, secara Tertentu dalam Pasal 7 ayat (1) huruf h UU Republik Indonesia No 14/2005 Tentang Guru dan Dosen (UUGD) disebutkan bahwa salah satu prinsip profesionalitas guru ialah Mempunyai jaminan perlindungan hukum dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya.

Kemudian, dalam Pasal 14 ayat (1) huruf c dan huruf g UUGD ditegaskan bahwa hak guru dalam melaksanakan tugas keprofesionalannya di antaranya memperoleh perlindungan, rasa Kondusif, dan jaminan keselamatan dalam melaksanakan tugas.

Meski perlindungan guru telah dijamin dalam berbagai regulasi, seorang guru pun alangkah baiknya tetap berhati-hati dalam menjalankan tugas. Utamanya ketika hendak memberikan Denda kepada peserta didik. Pasalnya, banyak kasus kekerasan terhadap guru bermula karena ketidakterimaan peserta didik maupun orangtuanya atas Denda yang diberikan oleh guru.

Cek Artikel:  Standar Ganda Barat dalam Konflik Israel-Palestina

Kepada itu, Pasal 14 ayat (1) huruf f UUGD memberikan rambu-rambu bahwa meskipun guru berhak Mempunyai kebebasan dalam memberikan dan ikut menentukan Denda kepada peserta didik, hal itu harus dilaksanakan sesuai dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan. Oleh karenanya, tujuan Berkualitas dari Denda yang diberikan oleh guru kepada peserta didik hendaknya dilakukan dengan Langkah-Langkah yang Berkualitas dan mendidik pula.

 

Belum optimal

Tetap maraknya kasus kekerasan terhadap guru menjadi penanda bahwa perlindungan terhadap guru Tetap belum berjalan secara optimal. Banyak Elemen yang menyebabkan belum optimalnya perlindungan guru.

Pertama, belum memadainya regulasi perlindungan guru di tingkat peraturan daerah provinsi/kabupaten/kota. Padahal regulasi di tingkat daerah ini Krusial demi memberikan perlindungan guru secara teknis dan komprehensif.

Sejauh ini, peraturan perundang-undangan teknis yang mengatur perlindungan guru secara terperinci ialah Peraturan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No 10 Tahun 2017 tentang Perlindungan bagi Pendidik dan Tenaga Kependidikan.

Ke depan, semestinya peraturan menteri tersebut menjadi ketentuan Standar sebagai rujukan bagi pemerintah daerah Kepada membentuk regulasi terkait perlindungan guru. Apalagi, daerahlah yang semestinya Mempunyai kewenangan lebih dan memahami kondisi riil problematika guru guna memberikan perlindungan bagi mereka.

Kedua, belum bersinerginya berbagai elemen pendidikan dan pemangku kebijakan Berkualitas pemerintah pusat, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi, masyarakat, dan pihak lainnya dalam upaya perlindungan guru. Padahal, dalam Pasal 39 ayat (1) UUGD disebutkan bahwa pemerintah, pemerintah daerah, masyarakat, organisasi profesi, dan/atau satuan pendidikan wajib memberikan perlindungan terhadap guru dalam Penyelenggaraan tugas.

Cek Artikel:  Memperingati Hari Bakti Dokter Indonesia Ke-116, Kebangkitan Dokter Indonesia

Bahkan, secara teknis Pasal 3 ayat (3) Permendikbud No 10/2017 mengatur bahwa dalam melaksanakan kewajiban perlindungan, pemerintah daerah, satuan pendidikan, organisasi profesi, dan masyarakat sesuai dengan kewenangan masing-masing wajib a) menyediakan sumber daya dan b) menyusun mekanisme pemberian perlindungan sesuai dengan ketentuan peraturan perundang-undangan. Akan tetapi, sejauh ini sumber daya yang disediakan belum optimal dan mekanisme pemberian perlindungan terhadap guru Tetap belum Jernih dan tegas.

Ketiga, belum optimalnya penegakan atau implementasi regulasi atau peraturan perundang-undangan (law enforcement) terkait perlindungan guru. Ketika terjadi kasus kekerasan terhadap guru, sering kali berbagai elemen di atas hanya bertindak sebagai pemadam kebakaran yang bertindak setelah peristiwa terjadi. Belum Terdapat upaya preventif dan imperatif Kepada membangun sekolah yang ramah dan Kondusif bagi guru dalam menjalankan tugas profesionalnya.

Bahkan secara kelembagaan, sudah saatnya perlu dibentuk komisi perlindungan guru (KPG) oleh pemerintah daerah guna memberikan pelayanan Tertentu terkait perlindungan guru. Hal ini demi mencegah dan menindak maraknya kasus-kasus kejahatan, kekerasan, ancaman, intimidasi, pelecehan, pemerasan, bullying, perlakuan diskriminatif, dan perlakuan Bukan adil dari oknum-oknum tertentu terhadap para guru.

 

Peran organisasi profesi guru

Ketika terjadi kasus kekerasan terhadap guru, semestinya organisasi profesilah yang menjadi motor penggerak Kepada memberikan perlindungan bagi para guru. Hal ini mengingat Pasal 41 ayat (2) dan Pasal 42 huruf c UUGD yang mengatur bahwa salah satu fungsi dan kewenangan organisasi profesi ialah memberikan perlindungan profesi guru.

Cek Artikel:  Pemberantasan Judi Online

Adanya kasus kekerasan terhadap guru sangat melecehkan dan merendahkan harkat, Harkat, dan kehormatan profesi guru. Oleh karena itu, organisasi profesi guru harus menjadi garda terdepan dalam melindungi guru dari berbagai tindakan yang mencederai atau melukai profesi guru.

Akan tetapi, problematika di lapangan Tetap terdapat guru yang belum mengikuti organisasi profesi guru. Padahal dalam Pasal 41 ayat (3) UUGD dinyatakan dengan tegas bahwa guru wajib menjadi Personil organisasi profesi. Akibatnya, upaya perlindungan oleh organisasi profesi guru belum berjalan optimal. Selain memang, apakah Begitu ini sudah Terdapat organisasi profesi guru yang sesuai peraturan perundang-undangan dan diakui oleh pemerintah? Inilah PR ke depan, bagaimana pemerintah segera menerbitkan peraturan yang berkenaan dengan organisasi profesi guru.

Kepada itu, ke depan, selain perlunya pembenahan regulasi, para guru juga harus Mempunyai kesadaran yang tinggi akan pentingnya menjadi Personil organisasi profesi demi memperkuat penegakan perlindungan profesi guru. Begitu pun sebaliknya, organisasi profesi guru pun diharapkan lebih proaktif Kepada mengajak dan mengedukasi para guru agar bergabung menjadi anggotanya, tanpa menyalahi hak kebebasan berkumpul dan berserikat dari para guru.

Di samping itu, organisasi profesi guru dapat menjadi wadah bagi masyarakat Kepada melakukan aduan Apabila ditemukan adanya oknum guru yang melakukan berbagai tindakan pelanggaran. Hindari main hakim sendiri yang dapat memperkeruh keadaan.

Organisasi profesi ini dapat menjadi jembatan dengan masyarakat, sekaligus mekanisme kontrol terhadap perilaku guru agar senantiasa selaras dengan kaidah pendidikan, kode etik guru, dan peraturan perundang-undangan.

Dengan demikian, berbagai upaya di atas diharapkan dapat memperkuat upaya perlindungan guru dengan organisasi profesi sebagai Elemen penggerak utamanya.

Mungkin Anda Menyukai