
DI negeri ini, sekolah dokter Tengah booming. Tengah on sale. Banyak institusi berlomba membuka sekolah dokter (baca: fakultas Kedokteran atau FK). Catatan terakhir, Eksis 12 institusi yang membuka FK baru. Menariknya, beberapa institusi pendidikan tersebut selama ini terkenal solid dan loyal dengan bidang sangat teknis, seperti ITB, ITS dan IPB. Kok mau cawe-cawe dengan kedokteran? Apa yang terjadi?
Pertama, fenomena booming ini hulunya adalah kebijakan Kementerian Kesehatan (Kemenkes) yang kontroversial. Akhir-akhir ini, Kemenkes begitu gandrung mengangkat isu bahwa negeri ini kekurangan dokter. Di Jawa Barat, katanya, negeri ini kekurangan 37 ribu dokter; di Jawa tengah butuh tambahan 24 ribu. Kemenkes selalu menggembar-gemborkan bahwa standar WHO mengharuskan adanya 1 dokter Demi 1.000 penduduk (rasio 1:1.000). Ini mereka jadikan Dalih dokter kurang.
Padahal Dalih ini sebenarnya delusi atau mengada-Eksis. WHO sama sekali Bukan pernah mengeluarkan standar rasio 1:1.000. WHO tentu Paham bahwa penetapan standar begini Bukan relevan karena setiap negara punya kapabilitas dan permasalahan pendidikan berbeda. Bukan layak menerapkan standar universal pada negara-negara dengan beda kondisi.
Baca juga : Perguruan Tinggi Harus Penuhi Prasyarat Demi Dapat Membuka Fakultas Kedokteran
Memang pada sejumlah Surat keterangan, narasi rasio 1:1.000 disebut. Tetapi penyebutannya hanya dalam konteks metrik Komparasi dan bukan standar. Sekali Tengah, rasio standar WHO 1:1.000 itu Bukan Eksis. Yang menarik, beberapa tahun Lewat Kemenkes Malah menggunakan metrik rasio dokter 1:2.500 dan bukan 1:1.000.
Metrik ini sepertinya didasarkan pada pasal hak kesehatan yang disebutkan dalam Permenkumham 34/2016 yang menyebutkan bahwa standar rasio dokter terhadap penduduk mestinya 1:2.500. Kalau rasio ini yang dipakai, tentu statemen kekurangan dokter menjadi sangat Bukan Pas. Entah mengapa, hanya dalam waktu beberapa tahun saja Kemenkes merubah metriknya dari 1:2.500 menjadi 1:1.00. Bukan Eksis penjelasan gamblang.
Kedua, data Konsil Kedokteran Indonesia perhari ini menunjukkan terdapat 170 ribu dokter Lazim dan 52 ribu dokter spesialis di negeri ini. Totalnya, 222 ribu dokter. Bila jumlah penduduk Indonesia 270 juta, artinya rasio dokter terhadap penduduk Demi ini adalah 1:1.236. Ini Bukan jauh dari rasio 1:1.000 yang menjadi Dalih Kemenkes Ingin menambah jumlah dokter.
Baca juga : Tantangan Meningkatnya Kasus Kusta di Indonesia
Katakanlah Kemenkes ngotot Ingin mencapai rasio 1:1.000, maka jumlah tambahan dokter yang diperlukan berkisar 50 ribu. Walaupun tanpa pendirian FK baru, tambahan jumlah 50 ribu ini dapat dipenuhi dalam 4 tahun. Demi ini saja, FK di Indonesia memproduksi 12-13 ribu dokter pertahun.
Artinya, dalam 4 tahun kebutuhan ini dapat terpenuhi tanpa perlu membuka FK baru dengan segala konsekuensinya. Apalagi waktu 4 tahun Bukan terlalu panjang. Bukankah bila membuka FK baru juga butuh waktu 6-7 tahun sebelum Pandai memproduksi dokter? Jadi mending tunggu 4 tahun dan issu rasio 1:1.000 kelar.
Kalau mau Guna rasio 1:2.500, figurnya lain Tengah. Dengan rasio 1:2.500 ini, jumlah dokter Indonesia menjadi sangat berlebihan. Kelebihannya 112 ribu. Jumlah ini Bukan sedikit. Bila sudah kondisi surplus demikian dan pemerintah Lagi mau membuka FK, maka fenomena yang muncul beberapa tahun kedepan adalah gelombang perpindahan profesi.
Baca juga : Kasus Kaki Gajah Letih 7.955 Kasus di Indonesia
Akan banyak dokter berubah profesi menjadi bankir, petugas partai, pengusaha atau bahkan menjadi pengangguran. Ini tentu sangat menyedihkan. Sudah sekolah Lamban dan sulit, ujung-ujungnya beralih profesi atau menganggur.
Pemerintah mestinya membuka mata bahwa persoalan Primer stok dokter di Indonesia bukanlah produksi yang kurang tapi distribusi yang Bukan merata. Distribusi dokter di kota dan desa sangat jomplang. Di Jakarta, tersedia satu dokter setiap 680 penduduk; sementara di Sulawesi barat, satu dokter tersedia buat 10.417 penduduk. Densitas di Jakarta 15 kali lipat dibanding di Sulawesi Barat. Hal yang sama terjadi Demi dokter spesialis.
Ini sebenarnya isu yang harus dituntaskan Kemenkes. Mereka harus bekerja keras Membikin pemerataan distribusi. Bukan Malah membuka FK-FK baru yang akan memicu over-production. Sudah beberapa Sepuluh tahun isu distribusi ini menjadi bisul kronis. Bukan usah bicara terlalu tinggi tentang proyek genom atau proyek internetisasi puskesmas kalau isu distribusi ini belum tuntas. Ini persoalan klasik Tetapi sangat krusial. Ini adalah wicked problem negeri ini.