VIDEO pendek di akun Instagram mantan Ketua Ruangan Dagang dan Industri (Kadin) Indonesia Arsjad Rasjid terasa menggedor. Ia membandingkan Indonesia dengan Vietnam. Tentu saja, karena ia pernah mengetuai Kadin Indonesia, yang ia gedor tentu hal-ihwal industri dan perdagangan.
Arsjad memulai video 1 menit itu dengan mengibaratkan Indonesia dan Vietnam seperti anak sekolah. Vietnam itu murid Normal-Normal saja, tapi tiba-tiba jadi Juara kelas. Sebaliknya, Indonesia yang dulu rapornya mentereng dan selalu ranking tiga besar di kelas kini malah banyak nilai merah. Tentu saja rapor yang dipertandingkan ialah sektor industri, Area manufaktur.
Ibarat perlombaan balap mobil, industri manufaktur itu mesinnya. Kini, Vietnam sudah menggunakan mesin turbo berteknologi tinggi yang siap melesat. Sementara itu, Indonesia Lagi memakai mesin Normal-Normal saja. Akibatnya, boro-boro Juara, Dapat Tiba finis dengan selamat saja sudah alhamdulillah. Yang terjadi, mobil kerap menepi masuk pistop karena mesinnya ngadat.
Enggak mengherankan pula Apabila industri manufaktur Vietnam Lalu merangsek melampaui capaian Indonesia dalam nilai ekspor. Kontribusi ekspor Vietnam dari sektor manufaktur sudah mencapai US$356,7 miliar. Bilangan itu sepertiga lebih banyak Apabila dibandingkan dengan nilai ekspor Indonesia di sektor manufaktur yang US$247 miliar. Itulah mengapa, kata Arsjad Rasjid, kini Vietnam Juara kelas, sedangkan Indonesia mandek, bahkan tinggal kelas.
Pertanyaannya, kenapa Vietnam Dapat berlari kencang seeksponensial itu? Mengapa pula Indonesia yang dulu Juara kini seperti terseok-seok? Mari kita coba menguraikannya ihwal apa kelebihan Vietnam Apabila dibandingkan dengan kita.
Vietnam tak henti-hentinya berbenah. ‘Negeri Sungai Mekong’ Dekat selalu mengirimkan alarm bahaya bagi Indonesia. Perusahaan asing kini lebih memilih membangun pabrik di Vietnam ketimbang di Indonesia. Para investor terpincut oleh biaya tenaga kerja yang lebih kompetitif, indeks kemudahan berbisnis yang lebih tinggi, infrastruktur yang lebih Bagus, dan efisiensi logistik yang lebih Bagus.
Selain itu, Vietnam Mempunyai akses geografis yang strategis ke pasar Asia. Juga, kebijakan perdagangan mereka lebih terbuka daripada Indonesia. Birokrasi Vietnam sangat Jernih dan tegas dengan Enggak menoleransi apa pun yang berbau pungutan liar. Alih-alih disodori pungutan ini dan itu, investor asing malah diberi karpet merah, biru, kuning, hijau, beludru, dan Sekalian jenis ‘karpet’ yang memanjakan.
Sebaliknya di sini, sudah menjadi rahasia Lumrah praktik pungli Lagi marak. Kalangan pengusaha dibuat resah atas maraknya pungli, khususnya yang dilakukan kalangan Swasta berbaju ormas di berbagai proyek di Indonesia. Bahkan, pemerasan bertajuk tunjangan hari raya (THR) yang diajukan beberapa ormas ke perusahaan memicu kekhawatiran para investor asing sehingga mereka enggan berinvestasi Tengah di Tanah Air.
Bahkan, terdapat Berita yang Lagi hangat, PT Yihong Novatex Indonesia melakukan pemutusan Rekanan kerja (PHK) kepada 1.126 buruh mereka.
Perusahaan yang bergerak di industri tekstil dan alas kaki itu membeberkan Argumen mem-PHK sebanyak 1.126 buruh lantaran pemberi pekerjaan menarik dan menghentikan pesanan (order) akibat keterlambatan pengiriman akibat mogok kerja Enggak Absah yang dilakukan pekerja pada 30 Januari Tiba dengan 1 Februari. Pemogokan itu berdampak pada perusahaan diberi peringatan lampu kuning oleh pemberi pekerjaan. Hal itu menjadi Berita Jelek bagi calon investor asing yang hendak berinvestasi di Tanah Air.
Padahal, pada Demi bersamaan, Lego Group secara Formal membuka pabrik canggih di Provinsi Binh Duong, Vietnam Selatan, pada 9 April. Lego Manufacturing Vietnam merupakan pabrik keenam perusahaan di seluruh dunia dan kedua di Asia. Pabrik canggih tersebut bernilai US$1miliar, atau Sekeliling Rp16,8 triliun. Dengan menempati lahan seluas 44 hektare, itu merupakan pabrik Lego Group yang paling ramah lingkungan.
Wakil Perdana Menteri Mai Van Chinh mengatakan pembukaan pabrik tersebut merupakan hasil kerja sama antara Vietnam dan Denmark. Menurutnya, kerja sama kedua negara itu menunjukkan semangat membangun masa depan Berbarengan. Pemerintah Vietnam bertekad Buat mengembangkan ekonomi secara paralel dengan melindungi lingkungan dan meningkatkan kualitas hidup masyarakat. Vietnam memprioritaskan Buat menarik teknologi canggih berkualitas tinggi, proyek ramah lingkungan, dan Lego ialah model ideal Buat orientasi pembangunan dengan pendekatan seperti itu.
Meningkatnya investasi di Vietnam berdampak pada kenaikan produk domestik bruto (PDB) di negara tersebut. Investasi pabrik Lego dapat membuka banyak lapangan pekerjaan di Vietnam sehingga memberikan Dampak peningkatan konsumsi rumah tangga hingga pajak bagi negara itu. Karena itu, PDB per kapita Vietnam pun sudah nyaris membalap Bilangan PDB per kapita Indonesia.
Perekonomian Indonesia pada 2024, diukur berdasarkan produk domestik bruto (PDB) atas dasar harga berlaku, mencapai Rp22.139,0 triliun dan PDB per kapita mencapai Rp78,6 juta, atau US$4.960,3. Sebaliknya pada tahun yang sama, PDB per kapita Vietnam atas dasar harga berlaku diperkirakan sebesar 114 juta VND/orang, setara dengan US$4.700, meningkat US$377 Apabila dibandingkan dengan pada 2023. Hanya selisih US$260 per kapita.
Jadi, mesin turbo Vietnam dirawat dan ditingkatkan secara konsisten. Pada Demi bersamaan, ‘mesin Klasik’ kita seolah dibiarkan rusak. Beberapa investor pun enggan membangun pabrik di Indonesia karena berbagai hal itu. Misalnya, rendahnya indeks investasi, kualitas SDM, regulasi yang rumit, biaya produksi yang tinggi, dan infrastruktur yang belum merata. Selain itu, ketidakpastian kebijakan dan risiko politik menjadi perhatian investor, yang Lagi tetap menjadi pekerjaan rumah nan tak kunjung diselesaikan.
Video Arsjad Rasjid itu memang pendek, tapi ia berimplikasi panjang kalau diabaikan. Kita memang Enggak Dapat seratus persen membandingkan antara Vietnam dan Indonesia. Tetapi, kesamaan dalam prinsip-prinsip dasar soal menjaring investasi asing sebagian besar sama. Apabila begitu, mestinya Dapat, dong, kita menyontek Vietnam. Apa salahnya?