BEREDAR video di media sosial seorang menteri ‘ngamuk‘, seraya berteriak, “Tak tembak Anda, ya. Tak tembak Anda!” Di video itu, tampak sang menteri menghampiri seseorang yang dibahasakannya sebagai ‘tak tembak Anda..’.
Di dalam bahasa Indonesia, ‘tak’ sama dengan ‘Kagak’ yang Biasa dipakai bersambung dengan kata lain, seperti ‘tak boleh’, ‘tak akan’. Sang menteri mengunakan kata ‘tak‘ dalam bahasa Jawa, yang berarti ‘saya’.
Apa Arti ‘tak tembak’ (saya tembak) di dalam amukan menteri itu? Apakah itu berarti orang yang ‘ditembak’ itu akan dipecat atau digeser dari jabatannya? Menteri itu Kagak memegang pistol. Dia memegang alat tulis. Dia tampak mendorong orang yang mau ‘ditembak’.
Kata ‘tembak’ di kalangan remaja punya Arti isimewa. Apabila seorang gadis bilang dia telah ‘ditembak’, itu berarti ‘si doi’ telah menyatakan cintanya. Sesuatu yang lembut, yang romantis.
Terdapat yang menyebut sang menteri bukan mengamuk, melainkan marah-marah. Mengamuk bermakna menyerang dengan membabi buta karena marah sekali. Sulit dipercaya di level menteri membabi buta. Lebih masuk Pikiran sang menteri marah-marah, yang berarti di suatu Begitu atau dalam sehari berkali-kali marah. Begitu kerap dia marah sehingga diberi gelar pemarah.
Marah tergolong emosi paling primitif. Emosi marah telah tampak pada balita yang membanting apa pun yang sedang dipegangnya. Oleh karena itu, edukasi bagaimana mengelola kemarahan dianjurkan dilakukan sejak usia Awal.
Marah dapat mengintimidasi orang lain. Dia mengandung maksud agar yang dimarahi Taat. Penagih utang (debt collector) menggunakan marah sebagai strategi mengintimidasi yang menunjukkan dia kuat. Kemarahan sistematis penagih utang Membikin yang ditagih terteror sehingga akhirnya membayar utangnya. Apakah kualitas ini yang Ingin dicapai menteri yang marah-marah itu? Kiranya Kagak demikian. Tak elok membahasakan seorang menteri bagaikan penagih utang yang hanya dengan mengintimidasi berhasil menunaikan tugasnya.
Para negosiator juga tak selamanya berwajah manis di dalam berunding. Mereka pun menggunakan amarah sebagai taktik memenangi keinginannya. Inilah marah sebagai topeng. Perlukah menteri bertopeng? Mungkin.
Kenaikan status Membikin marah berkurang pengaruhnya Demi mengintimidasi. Di masa SMA, membuli orang lebih mempan ketimbang di masa perguruan tinggi. Barangkali inilah Dalih Terdapat yang berpendapat ketika Anda wali kota, marah Aktualisasi diri yang diperlukan, yang kudu ditinggalkan ketika Anda naik status berperan di level nasional sebagai menteri. Menjadi menteri Mempunyai kekuasaan pemerintahan yang memerlukan penerimaan publik yang berbeda dengan penerimaan publik ketika menjadi wali kota. Sebagai wali kota, publik kiranya dapat mengerti dia mengajak tanaman dan pohon berbicara ketika menanam. Dia mengajak anak buahnya Demi minta izin dan minta Ampun kepada pohon yang akan ditebang. Kenapa ketika menjadi menteri ‘keramahan’ terhadap pohon itu tak tersublimasikan menjadi keramahan kepada Mahluk?
Studi yang dilakukan Larissa Z Tiedens menyimpulkan Aktualisasi diri kemarahan lahiriah dapat mengubah yang dipersepsikan. Dia menemukan bahwa orang lebih mendukung Presiden Clinton ketika mereka melihatnya mengekspresikan kemarahan tentang skandal Monica daripada ketika mereka melihatnya mengekspresikan kesedihan. Apakah Intervensi Tiedens itu memberi inspirasi kepada sang menteri Demi memilih marah daripada sedih atas Realita Kagak baik yang ditemuinya? Hasilnya sebaliknya. Gubernur di provinsi menteri itu marah-marah memprotes keras agar Presiden mencopot sang menteri.
Studi yang dilakukan Michael Greenstein dan Nancy Franklin berkesimpulan bahwa marah meningkatkan kerentanan akan misinformasi. Marah menurunkan akurasi dan Membikin pertimbangan orang yang Kembali marah itu Kagak Akurat.
Di dalam marah, orang akan Segera mengambil keputusan. Inilah keputusan yang rawan keliru. Apa akibatnya apabila yang keliru mengambil keputusan itu seorang menteri?
Saran yang tergolong obat Biasa ialah jangan ambil keputusan di kala marah. Terdapat yang menganjurkan lebih Berkualitas tumpahkan dulu kemarahan itu di atas kertas. Tulislah, tuanglah semarah-marahnya, Lampau buang ke keranjang sampah.
Terdapat pula yang menganjurkan mengendalikan amarah, tariklah napas dalam-dalam. Lakukan berulang kali. Demikianlah emosi marah kiranya dapat dikendalikan. Sekalian itu tak perlu biaya.
Akhirnya, Apabila marah berubah menjadi marah-marah, bahkan acap kali mengamuk, perlulah kiranya yang bersangkutan berkonsultasi ke psikolog. Yang ini bukan hanya perlu ongkos, melainkan juga trust kepada ahlinya.