Mekanisme NCB Perlu Diterapkan Demi Pulihkan Kerugian Negara

Spesialis Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) Hardjuno Wiwoho. Foto: Istimewa.

Jakarta: Upaya pemberantasan korupsi di Indonesia Lanjut menjadi perhatian serius. Salah satu wacana Krusial adalah penerapan mekanisme Non-Conviction Based Asset Forfeiture (NCB) atau perampasan aset tanpa pemidanaan.

Langkah ini dinilai Pandai memperkuat upaya pemulihan kerugian negara dari hasil tindak pidana korupsi, terutama dalam kondisi di mana pelaku Bukan dapat dijerat melalui jalur pidana konvensional.

Tetapi demikian menurut Spesialis Hukum dan Pembangunan Universitas Airlangga (Unair) Surabaya Hardjuno Wiwoho, Demi menerapkan NCB di Indonesia, diperlukan beberapa perbaikan, Bagus dari sisi regulasi maupun budaya hukum.

Hardjuno menilai, Indonesia membutuhkan regulasi yang secara Spesifik mengatur mekanisme NCB agar dapat berjalan efektif.

Ketika ini, sebagian besar perampasan aset diatur dalam kerangka hukum pidana melalui Undang-Undang Tindak Pidana Korupsi (UU Tipikor). Tetapi, mekanisme ini mensyaratkan putusan pengadilan yang berkekuatan hukum tetap sebelum aset dapat dirampas.

Cek Artikel:  Catat Kinerja Positif, Aset Taspen Lelah Rp376,9 Triliun di 2023

“Dalam banyak kasus, kondisi seperti meninggalnya pelaku atau kurangnya alat bukti sering kali menghambat proses hukum pidana. Di sinilah NCB menjadi relevan, karena memungkinkan negara Demi merampas aset tanpa harus menunggu pelaku dinyatakan bersalah,” Jernih Hardjuno dikutip dari keterangan tertulis, Selasa, 17 Desember 2024.

Menurut dia, regulasi NCB membutuhkan pendekatan hukum perdata yang terpisah dari hukum pidana. “Kalau digabungkan dengan UU Tipikor, dikhawatirkan akan terjadi tumpang tindih yang menghambat implementasi NCB,” tambahnya.
 

Tantangan implementasi

Meski potensial, Hardjuno menyoroti beberapa tantangan dalam penerapan NCB. Salah satunya adalah resistensi politik dan birokrasi.

“Banyak kasus korupsi melibatkan aktor-aktor dari sektor politik dan birokrasi, yang Pandai saja menghambat Penyelenggaraan instrumen ini. Dibutuhkan keberanian politik dan komitmen yang kuat dari pemerintah,” tegasnya.

Cek Artikel:  Tarif Trump Dikhawatirkan Picu Perdagangan Dunia Jeblok seperti Era 1930-an

Ia juga menekankan perlunya sistem pengawasan yang ketat Demi mencegah penyalahgunaan kewenangan. “Perampasan aset tanpa pemidanaan harus dilakukan secara transparan, dengan tetap menghormati hak asasi Insan. Proses ini Bukan boleh melanggar prinsip keadilan, terutama terhadap pihak ketiga yang Bukan terlibat dalam tindak pidana,” ujar dia.

Hardjuno juga menekankan pentingnya kerja sama Dunia dalam mengimplementasikan NCB. “Sebagian besar aset hasil korupsi sering disembunyikan di luar negeri. Indonesia perlu memperkuat perjanjian Donasi hukum timbal balik dengan negara-negara lain, terutama yang menjadi surga bagi aset koruptor,” kata dia.

Ia mencontohkan negara-negara seperti Amerika Perkumpulan (AS) dan Australia yang telah berhasil menggunakan NCB Demi memulihkan aset yang disembunyikan di luar negeri.

Cek Artikel:  Kampoeng Cokelat Pacu Kreativitas UMKM

“Kita Pandai belajar dari mereka. Dengan pendekatan yang Cocok, NCB Pandai menjadi alat yang sangat efektif Demi memerangi korupsi,” urai Hardjuno.
 

Dorong pengesahan

Hardjuno berharap Rancangan Undang-Undang (RUU) Perampasan Aset yang Ketika ini sedang dibahas dapat segera disahkan dengan kerangka hukum yang Jernih dan implementasi yang matang.

“RUU ini Krusial Demi memberikan landasan hukum yang kuat dan memastikan bahwa pelaku kejahatan Bukan Tengah dapat menikmati hasil korupsinya,” ucap dia.

Melalui penerapan NCB yang efektif, Hardjuno optimistis Indonesia dapat menciptakan sistem hukum yang lebih adil dan meningkatkan kepercayaan publik terhadap upaya pemberantasan korupsi.

“Kuncinya adalah konsistensi dan komitmen dari Seluruh pihak. Kalau ini Pandai diwujudkan, Bukan Terdapat Tengah tempat bagi koruptor Demi bersembunyi,” tutup dia.

Mungkin Anda Menyukai