Learn, Unlearn, Relearn

Learn, Unlearn, Relearn
Mahyudin. Direktur Riset dan Publikasi Yayasan Sukma(Dok. Pribadi)

KONDISI ketika kita merasa familier dengan lingkungan, rutinitas, dan situasi yang kita alami, serta memberikan kenyamanan dan kestabilan, Standar disebut dengan Area nyaman. Area nyaman adalah kondisi kita merasa paling nyaman dan Kondusif. Ini Bisa melibatkan rutinitas harian, kebiasaan, dan lingkungan yang sudah dikenal dengan Bagus.

Meskipun memberikan rasa keamanan psikologis, Area nyaman juga dapat menjadi tempat kita merasa terjebak dalam keterbiasaan dan kestagnanan serta dapat menghambat pertumbuhan dan perkembangan kita. Terjebak dalam Area nyaman amat berbahaya bagi kita yang menggeluti dunia pendidikan karena itu berarti kita sudah merasa mapan, hebat sehingga Enggak merasa perlu Tengah Kepada belajar sesuatu yang baru.

Padahal merasa nyaman dan mapan dalam era disruptif dapat berdampak seperti pada ketidaksiapan menghadapi perubahan, kehilangan Keistimewaan kompetitif, kemandekan dalam pembelajaran, kehilangan Kesempatan Ciptaan, ketidakpastian masa depan, dan kelemahan resiliensi. Era disruptif ditandai oleh perubahan Segera dalam teknologi, ekonomi, dan budaya yang dapat mengubah lanskap bisnis, pekerjaan, dan kehidupan secara keseluruhan. Bagaimana kemudian guru menghadapi situasi ini?

 

Memperbarui diri di era informasi

Kehidupan kita Maju berubah dan berkembang seiring dengan majunya teknologi dan pengetahuan. Di tengah laju perubahan yang Segera ini, kemampuan Kepada belajar, menghapus pengetahuan yang usang, dan belajar kembali menjadi sangat Krusial. Konsep ini dikenal sebagai  learn, unlearn, and relearn  (belajar, menghapus, dan belajar kembali).

Alvin Toffler Enggak secara spesifik membahas konsep belajar, menghapus, dan belajar kembali. Kontribusinya yang terkenal terutama terkait pemaparan perubahan sosial, ekonomi, dan teknologi dalam Naskah-bukunya, seperti Future Shock  (1970) dan The Third Wave  (1980). Konsep belajar, menghapus, dan belajar kembali dipinjam Alvin Toffler dari Herbert Gerjuoy, psikolog, Kepada menjelaskan revolusi pendidikan di masa depan. Dia menggambarkan perubahan yang Segera dalam masyarakat modern dan betapa pentingnya kemampuan Kepada beradaptasi dan mempersiapkan diri dalam menghadapi perubahan tersebut. Toffler menggarisbawahi pentingnya kemampuan belajar yang kontinu dan Elastis, serta kemampuan Kepada melepaskan pola pikir yang sudah usang atau Enggak relevan dalam menghadapi perubahan yang terjadi di dunia Sekeliling.

Cek Artikel:  Setahun Genosida Gaza dan Hancurnya Hukum Humaniter

Bagi Toffler, situasi disruptif tersebut hanya dapat diatasi dengan guru yang mengajarkan siswa bagaimana Metode belajar Kepada mempelajari hal baru (learn); Kepada kemudian pada Demi tertentu kita harus melupakan apa yang pernah kita pelajari, meskipun Enggak sepenuhnya melupakan, melainkan memberi ruang perspektif baru atau Metode baru (unlearn); dan pada akhirnya menerima fakta baru dengan perspektif baru atau pendekatan baru (relearn).

 

Organisasi pembelajar

Peter Senge (1990), Ahli manajemen, mengembangkan konsep belajar, menghapus, dan belajar kembali dalam bukunya, The Fifth Discipline: The Art and Practice of the Learning Organization . Dalam bukunya, Senge mendiskusikan pentingnya organisasi menjadi learning organization (organisasi pembelajar) yang Bisa Maju belajar dan beradaptasi dengan perubahan yang terjadi di sekitarnya. Menurutnya, organisasi yang sukses adalah yang Bisa menciptakan lingkungan di mana Segala Personil organisasi terlibat dalam proses belajar yang Maju-menerus.

Cek Artikel:  Pergeseran Otoritas Keagamaan Perempuan dalam Gerakan Tarbiyah

Senge menjelaskan bahwa belajar bukan hanya tentang memperoleh pengetahuan baru, tetapi juga tentang kemampuan Kepada menghapus atau melepaskan pola pikir, kebiasaan, dan keyakinan yang sudah Enggak relevan atau menghambat perkembangan. Ia menyatakan proses menghapus (unlearning)  ini adalah langkah Krusial dalam proses pembelajaran yang berkelanjutan.

Selanjutnya, Senge mengajukan konsep belajar kembali (relearn). Ini mengacu pada kemampuan individu dan organisasi Kepada Maju memperbarui dan mengembangkan pengetahuan dan keterampilan mereka sesuai dengan perubahan dan perkembangan yang terjadi di lingkungan mereka. Dalam konteks pembelajaran organisasi, belajar kembali melibatkan adopsi praktik baru, mengintegrasikan pemikiran baru, dan mengembangkan pemahaman yang lebih dalam.

 

Sekolah yang belajar

Dalam situasi Demi ini, menjalani proses belajar, menghapus, dan belajar kembali bukanlah proses yang mudah dilakukan guru Kalau dilakukan secara Berdikari. Karena dalam proses tersebut cenderung mudah terjebak dalam Area nyaman dan rutinitas yang dijalani guru, dibutuhkan milieu (lingkungan) yang mendukung agar guru dapat melakukan proses tersebut.

Milieu yang umumnya Eksis di sekolah sangat Enggak kondusif, mengingat sejumlah tantangan yang sering muncul di lingkungan sekolah, seperti pengambilan keputusan yang dilakukan dari tingkat paling atas hingga Rendah, persepsi bahwa guru memerlukan ‘perbaikan’, kekurangan keterlibatan dalam proses pengembangan profesional dan hasilnya, pendekatan teknokratis dalam pengembangan konten profesional, penerapan praktik kelas secara seragam tanpa mempertimbangkan materi pelajaran, usia siswa, dan tingkat perkembangan kognitif mereka (Bashori dkk, 2015).

Menyadari tantangan-tantangan di atas, Sekolah Sukma Bangsa (SSB) dengan sadar membangun milieu Kepada mengembangkan profesionalitas guru yang didokumentasi dalam blueprint  Sekolah Sukma Bangsa. Prinsip-prinsip tersebut ialah; pertama, menumbuhkan kesadaran dan minat di kalangan guru Kepada Maju menerus belajar melalui beberapa program seperti penelitian tindakan kelas, menulis.

Cek Artikel:  Pengikisan Maksud Idul Fitri

Kedua, proses pembelajaran merupakan kunci Primer Kepada meraih hasil pendidikan yang optimal. Guru memainkan peran Krusial dalam proses tersebut sehingga guru harus menguasai dengan Bagus konten, pendekatan, termasuk metode menjadi syarat mutlak yang harus dikuasai guru SSB.

Ketiga, interaksi antara guru dan murid di dalam proses pembelajaran merupakan bagian yang menentukan pembelajaran yang efektif sehingga diperlukan penguasaan komunikasi yang efektif. Keempat, siswa harus ditempatkan sebagai subjek pembelajaran, bukan objek. Kelima, kreativitas guru dalam mengupayakan pengembangan pembelajaran yang efektif dan mengembangkan pendekatan partisipatif merupakan sumber Primer dalam mengembangkan Ciptaan.

Keenam, dukungan atau peran serta masyarakat dan empati terhadap lingkungan sosiokultural, termasuk kepentingan masyarakat setempat yang terkait dunia persekolahan, merupakan Unsur Krusial Kepada menciptakan kesinambungan dari program peningkatan profesionalitas guru (Bashori dkk, 2015).

Itulah enam prinsip yang menjadi panduan bagi SSB dan guru di SSB Kepada mengatasi hambatan belajar, menghapus, dan belajar kembali dengan mengembangkan sikap terbuka dan rasa Ingin Mengerti yang tinggi. Sikap terbuka memungkinkan kita menerima pemikiran dan perspektif baru tanpa prasangka. Rasa Ingin Mengerti yang tinggi mendorong kita Kepada Maju mencari pengetahuan baru dan memperbarui pemahaman kita tentang dunia.

 

Mungkin Anda Menyukai