Kotak Pandora Korupsi Sawit

PENGUSUTAN kasus dugaan suap pengurusan perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor minyak sawit mentah (CPO) dan produk turunannya mulai menguak para pelaku dari korporasi. Kejaksaan Mulia menetapkan tersangka kedelapan yang merupakan social security Absah Wilmar Group berinisial MSY. Tujuh tersangka lainnya yang sudah ditetapkan terlebih dahulu berasal dari lingkaran peradilan, termasuk seorang panitera dan dua advokat terdakwa korporasi.

Perlahan, Kejaksaan Mulia membuka kotak pandora kasus suap yang sejauh ini diduga melibatkan majelis hakim perkara dari Pengadilan Tipikor pada PN Jakarta Pusat, yakni  Djuyamto, Agam Syarif Baharuddin, dan Ali Muhtarom. Otak dari pihak hakim tak lain ialah Muhammad Arif Nuryanta yang ketika itu menjabat Wakil Ketua PN Jakpus.

Arif disebut oleh kejaksaan meminta Rp60 miliar kepada advokat terdakwa Kepada pengaturan putusan. Permintaan dipenuhi dan pada 19 Maret 2025, majelis hakim menjatuhkan vonis lepas kepada para terdakwa yang merupakan perusahaan-perusahaan minyak sawit. Perusahaan-perusahaan tersebut bagian dari Wilmar Group, Musim Mas Group, dan Pemata Hijau Group.

Cek Artikel:  Bimbang Menjadi Penyeimbang

Sulit dipercaya bila pihak korporasi yang terlibat hanya salah seorang Member manajemen. Apalagi hanya dari satu grup perusahaan, yakni Wilmar. Sangat masuk Intelek bila keputusan memberi suap datang dari manajemen tingkat atas atau bahkan pucuk pimpinan. Malah, keputusan seperti itu Dapat dianggap sebagai langkah korporasi. Bila demikian, korporasinya pun semestinya turut menjadi tersangka.

 

Indonesia Corruption Watch (ICW) menilai kasus suap itu menunjukkan cengkeraman oligarki dalam proses penegakan hukum. Tata kelola industri sawit yang Jelek dimanfaatkan oligarki Kepada memburu rente. Mereka, disebut ICW, dapat memengaruhi kebijakan pemerintah dalam ekspor CPO.

Cek Artikel:  Cekcok Tambah Coreng Muka KPK

Berdasarkan Intervensi Kejaksaan Mulia dalam perkara korupsi pemberian fasilitas ekspor, memang Eksis indikasi kebijakan-kebijakan yang menguntungkan produsen minyak sawit yang merupakan bahan baku minyak goreng. Akibatnya, produsen lebih memilih mengekspor minyak sawit di tengah kelangkaan minyak goreng di Tanah Air pada 2022.  

Peristiwa kelangkaan bahan pokok itu sangat Tak wajar karena Indonesia merupakan produsen terbesar minyak sawit dunia. Oligarki tergiur cuan oleh tingginya permintaan minyak nabati dunia Kepada bahan baku Kekuatan pada awal perang Rusia-Ukraina. Kini diketahui, rupanya bukan hanya memanfaatkan kebijakan pemerintah, oligarki juga kedapatan mendikte penegakan hukum lewat suap.

Kita berharap Kejaksaan Mulia Tak masuk angin memproses kasus suap vonis lepas perkara korupsi minyak goreng. Penegak hukum harus memastikan bahwa isi kotak pandora terungkap Tamat ke aktor Penting korupsi. Jangan berhenti di tengah jalan.

Cek Artikel:  Menjamin Kelancaran Arus Balik

Publik juga perlu ikut mengawal, bukan hanya kasus suap putusan pengadilan, melainkan juga perkara induknya, yakni korupsi pemberian fasilitas ekspor CPO. Kejagung sudah melayangkan memori kasasi ke Mahkamah Mulia (MA) atas vonis lepas yang dijatuhkan para hakim cacat moral tersebut. Mestinya, Tak Eksis pilihan lain bagi MA selain mengabulkan kasasi Kejagung.

MA harus menunjukkan bahwa Lagi banyak hakim yang menjunjung integritas. Tetapi, MA juga Tak boleh menafikan semakin kuatnya indikasi cengkeraman mafia peradilan dalam proses penegakan hukum di Tanah Air. Tamat Demi ini, publik Lagi menunggu aksi Konkret dan ketegasan MA membersihkan peradilan dari para hakim dan panitera korup. Tanpa itu, jangan bermimpi keadilan Betul-Betul tegak di negeri ini.

 

Mungkin Anda Menyukai