Kontradiktif Transformasi Kesehatan dengan dihapuskan Mandatory Spending dalam Ruu Kesehatan

Kontradiktif Transformasi Kesehatan dengan dihapuskan Mandatory Spending dalam Ruu Kesehatan
Dr dr Abd Halim SpPD SH MH MM, Praktisi Kesehatan dan Hukum(Dok Pribadi)

MANDATORY spending adalah belanja atau pengeluaran negara yang sudah diatur oleh undang-undang.Tujuan mandatory spending ini adalah Buat mengurangi masalah ketimpangan  sosial dan ekonomi daerah

Permenkes Nomor 13 Tahun 2022 Tentang Rencana Strategis Kemenkes Tahun 2020 – 2024 menegaskan bahwa Eksis 6 pilar tranformasi sistem kesehatan salah satunya adalah pembiayaan kesehatan.  

Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 tentang Kesehatan yang mengamanatkan Pemerintah mengalokasikan minimal 5% APBN dan minimal 10% APBD Buat Kesehatan di luar gaji. Mengacu pada Pasal 171 ayat (3)-nya, besaran anggaran kesehatan tersebut diprioritaskan Buat kepentingan pelayanan publik yang besarannya sekurang-kurangnya dua pertiga dari anggaran kesehatan dalam anggaran pendapatan dan belanja negara dan anggaran pendapatan dan belanja daerah.

Baca juga: Kristen Muhammadiyah atau Muhammadiyah Kristen: Implikasi Arti Sebuah Istilah

Pada Penjelasan Pasal 171 ayat (3) menjelaskan tentang “kepentingan pelayanan publik” itu adalah pelayanan kesehatan Berkualitas pelayanan preventif, pelayanan promotif, pelayanan kuratif, dan pelayanan rehabilitatif yang dibutuhkan masyarakat dalam meningkatkan derajat kesehatannya. Biaya tersebut dilakukan secara efisien dan efektif dengan mengutamakan pelayanan preventif dan pelayanan promotif dan besarnya sekurang kurangnya dua pertiga dari APBN dan APBD.

Kewajiban alokasi APBN dan APBD Buat pembiayaan kesehatan bertujuan Buat penyediaan pembiayaan kesehatan yang berkesinambungan dengan jumlah yang mencukupi, teralokasi secara adil, dan termanfaatkan secara berhasil guna dan berdaya guna Buat menjamin terselenggaranya pembangunan kesehatan agar meningkatkan derajat Kesehatan masyarakat setinggi-tingginya. 

Beberapa kewajiban pemerintah daerah meliputi:

    •    melindungi masyarakat, menjaga persaratan dan kesatuan;

    •    melindungi kualitas kehidupan masyarakat;

    •    mewujudkan keadilan dan pemerataan;

    •    meningkatkan pelayanan dasar pendidikan;

    •    menyediakan fasilitas pelayanan kesehatan;

    •    menyediakan fasilitas social dan fasilitas Biasa yang layak

Cek Artikel:  Tiga Kunci Krusial Agar Prabowo-Gibran Pandai Menang dalam Satu Putaran di Pilpres 2024

Dan dalam Standar Pelayanan Minimal (SPM) yang wajib dilaksanakan Pemda/Pemko Sesuai dengan UU Nomor 23 Tahun 2014 khususnya pada Pasal 12, Pasal 18 dan Pasal 298 terdapat 6 urusan wajib pelayanan dasar yang harus dilaksanakan oleh pemerintah daerah dan menjadi prioritas dalam perencanaan dan penganggaran pembangunan di daerah. Kesehatan menjadi salah satu dari 6 urusan tersebut. 

Permenkes Nomor 4 tahun 2019 tentang standar teknis pemenuhan mutu pelayanan dasar pada SPM bidang kesehatan memuat 2 jenis layanan dan mutu SPM kesehatan provinsi dan 12 jenis layanan dan mutu SPM kesehatan kabupaten/kota. Buat tingkat kabupaten/kota, adapun 12 jenis SPM yang mencakup pelayanan kesehatan ibu hamil, pelayanan kesehatan ibu bersalin, pelayanan kesehatan bayi baru lahir, pelayanan kesehatan balita, pelayanan kesehatan pada usia pendidikan dasar, pelayanan kesehatan pada usia produktif, pelayanan kesehatan pada usia lanjut, pelayanan kesehatan penderita hipertensi, pelayanan kesehatan penderita diabetes melitus, pelayanan kesehatan orang dengan gangguan jiwa berat, pelayanan kesehatan orang terduga tuberculosis, dan pelayanan kesehatan orang dengan risiko terinfeksi HIV. 

Demi ini Negara Indonesia sedang menghadapi triple burden / beban tiga kali lipat berbagai masalah penyakit : 1. Adanya Penyakit Infeksi New Emerging dan Re-Emerging   seperti Covid 19. 2. Penyakit Menular belum teratasi dengan Berkualitas dan dan 3. Penyakit Tak Menular (PTM) cenderung naik setiap tahunnya. 

Tantangan kesehatan di Indonesia salah satunya adalah terkait dengan Penyakit Tak Menular (PTM). Bilangan PTM sejak tahun 2010 mulai meningkat. Pola makan, pola asuh, pola gerak dan pola makan seperti tinggi kalori,  rendah serat, tinggi garam, tinggi gula dan tinggi lemak diikuti gaya hidup  sedentary lifestyle, memilih makanan  junk food/siap saji, ditambah dengan kurangnya aktivitas fisik, stress dan kurangnya istirahat memicu timbulnya penyakit Hipertensi, Diabetes Militus, Obesitas, Kanker, Jantung, dan hiperkolesterol  dikalangan Masyarakat Indonesia. 

Cek Artikel:  Jalur Independen Panen Raya Perguruan Tinggi Negeri, El Nino Perguruan Tinggi Swasta

Dalam kurun waktu dua Dasa warsa  terakhir, PTM menjadi penyebab Primer dari beban penyakit. Pembiayaan kesehatan sebanyak 23,9% – 25% Buat pengeluaran penyakit katastropik. Pengeluaran katastropik akan Lalu meningkat seiring meningkatnya Bilangan PTM. Empat penyakit katastropik tertinggi Yakni : Jantung, Gagal Ginjal, Kanker dan Stroke.

Yang sungguh memalukan adalah Tetap tinggi Bilangan stunting atau kurang gizi balita dan anak anak kita seperti dilansir Kementerian Kesehatan berdasarkan hasil Survei Status Gizi Indonesia (SSGI) pada Rapat Kerja Nasional BKKBN, dimana prevalensi stunting di Indonesia 21,6% di 2022. Katanya dinegara yang berlimpah ruah dengan SDA bak bagian surga yang diturunkan kedunia.

Pandai kita bayangakan dengan dihapusnya mandatory spending pada Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 dan yang sebenarnya dalam draft final RUU Kesehatan usulan inisiatif DPR RI tetap hal ini tertera bahkan Buat pemerintah pusat diwajibkan mininal 10 % dari APBN diluar gaji seperti pada pasal 420 ayat 1 , 2 dan 3 RUU Kesehatan tersebut Tetapi sangat menyedihkan kenapa Pemerintah pusat dalam hal ini Kemenkes MENGHAPUS pasal 420 dalam DIM Pemerintah. 

Coba Pandai dibayangkan dengan UU Kesehatan nomor 36 tahun 2009, keseriusan pemerintah menjalankan UU tersebut dalam hal pembiayan kesehatan Demi ini saja banyak permasalahan kesehatan belum terselesaikan dan tergagap gagap bahkan sistem kesehatan jadi amburadul. 

Dengan penghapusan tersebut maka Pemerintah Pusat dan Pemda akan menetapkan alokasi APBN dan APBD Buat pembiayaan Kesehatan “sekendaknya” dengan mengabaikan kebutuhan pelayanan Kesehatan seluruh rakyat Indonesia. Menurut penulis keinginan Pemerintah Buat menghapus Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009 di RUU Kesehatan akan berdampak pada, Pertama Pemerintah akan melanggar isi TAP MPR No. 10 MPR 2001, yang merupakan rujukan hadirnya Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) UU No. 36 Tahun 2009. 

Cek Artikel:  Inklusi Sosial di Sekolah

Kedua, Demi ini Pak Menteri Kesehatan sedang mengkampanyekan 6 pilar transformasi kesehatan, yang tentunya Buat mendukung transformasi tersebut akan membutuhkan dukungan Biaya yang besar. Tetapi dengan keinginan menghapus Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) maka implementasi 6 pilar transformasi Kesehatan akan terkendala nantiya. Implementasi 6 pilar transformasik Kesehatan membutuhkan anggaran yang besar tentunya ini sebuah kontradiktif. 

Tanggung jawab pembiayaan 6 pilar transformasi Kesehatan oleh APBN dan APBD akan digeser ke Biaya iuran JKN, Yakni menggunakan Biaya amanat yang merupakan Biaya gotong royong dari seluruh peserta JKN. Penggunaan Biaya iuran JKN harus difokuskan pada pembiayaan Kesehatan bagi peserta JKN, bukan Buat membiayai program-program yang menjadi tanggungjawan APBN dan APBD seperti pembiayaan 6 pilar transformasi Kesehatan.

Ketiga, dihapuskannya Pasal 171 ayat (1) dan ayat (2) menjadi ancaman bagi rakyat miskin Buat mengakses layanan Kesehatan dengan program JKN, Yakni jumlah peserta PBI yang dibiayai iurannya dari APBN dan APBD akan dikurangi. Di tahun 2022 Lampau saja, jumlah masyaralat miskin yang dijamin JKN sebesar 90 juta orang, dari total kuota 96,8 juta orang. 

Aneh sekali kalau pemerintah menghapus pasal tersebut padahal Demi ini Tetap banyak Pemda yang belum mengalokasikan minimal 10 persen APBD Buat Kesehatan, oleh karenanya Bahkan yang harus diatur lebih Terang dan tegas di RUU Kesehatan adalah Hukuman bagi Pemda yang melanggar amanat ini. 

Cita-cita kita bola RUU Kesehatan sekarang Eksis di DPR RI mereka yang mengusulkan dan mereka yang memutuskan, pertahankan pasak 420  RUU Kesehatan Dan adalah sangat Krusial sekali memperkuat anggaran Kesehatan Buat melaksanakan transformasi Kesehatan

Mungkin Anda Menyukai