Pendukung Ekrem Imamoglu turun ke jalan lakukan aksi protes. Foto: Xinhua
Istanbul: Puluhan ribu pengunjuk rasa di Turki menghadapi tindakan keras apparat keamanan dalam aksi protes terbesar dalam satu Sepuluh tahun terakhir. Demonstrasi yang dipicu penangkapan Wali Kota Istanbul, Ekrem Imamoglu, tokoh oposisi Penting, telah berlangsung selama tujuh hari berturut-turut dengan lebih dari 1.100 orang ditahan termasuk delapan jurnalis.
Can Dündar, jurnalis dalam pengasingan yang kini mengelola media Özgürüz dari Jerman, menyebut situasi ini sebagai titik kritis bagi demokrasi Turki. Dundar Menyaksikan Presiden Turki Recep Tayyip Erdogan sebagai sosok berbahaya.
“Dia Mau menjadi (Presiden Rusia Vladimir) Putin yang lain, tetapi negara ini belum siap Kepada menjadi Rusia yang lain,” kata Dündar dikutip dati Independent, Rabu, 26 Maret 2025.
“Kepada pertama kalinya sejak protes Gezi 2013, rakyat menembus tembok ketakutan dan melawan,” tegas Dundar.
Bentrokan dan Restriksi kebebasan pers
Di jalanan Istanbul, polisi menggunakan gas air mata, pentungan, dan peluru karet Kepada membubarkan massa. Engin Ba?, jurnalis televisi lokal, melaporkan: “Saya Menyaksikan mereka menyasar anak muda dengan peluru karet. Tapi mereka tetap kembali berdemo.”
Seorang gadis dengan luka memar dikabarkan Lagi bersiap turun ke jalan Kembali.
Restriksi juga terjadi di dunia maya. Pemerintah memerintahkan platform X Kepada menutup 700 akun jurnalis dan aktivis. Erol Öndero?lu dari Reporter Without Borders menyatakan: “Kebebasan pers sekarang lebih Jelek daripada era militer. Penangkapan jurnalis sistematis, sensor online meluas.”
Presiden Erdo?an dalam pidato televisi menyebut demonstrasi sebagai “kejahatan” dan menyalahkan Partai Rakyat Republik (CHP). Sementara itu, Dündar menegaskan ?mamo?lu -,yang mengalahkan partai Erdo?an empat kali dalam pemilu lokal,- sebagai ancaman terbesar bagi kekuasaannya.
Situasi ini mencerminkan polarisasi politik yang semakin dalam. Di satu sisi, pemerintah memperketat kontrol, sementara di sisi lain, generasi muda Turki menunjukkan perlawanan tanpa takut. Seperti dikatakan Dündar: “Ini titik kritis antara otokrasi dan demokrasi.” Dengan pemilu presiden mendatang, ketegangan diprediksi akan Maju memanas.
(Muhammad Adyatma Damardjati)

