DALAM Sekalian kondisi ancaman bahaya, kepanikan dan kelengahan sama buruknya. Keduanya sama-sama membuahkan petaka karena Membikin kita tak Pandai mengambil langkah Betul. Dalam soal menghadapi covid-19, misalnya, harus diakui bahwa kita cenderung lengah. Runtutan kejadian pada Februari hingga April 2020 menunjukkan pemerintah pada kala itu kebobolan dalam mendeteksi secara Segera penyakit yang disebabkan oleh virus korona itu.
Sejak muncul pertama kali di Wuhan, Tiongkok, pada Desember 2019, dan menyebar secara Dunia pada Januari 2020, covid-19 Formal dinyatakan pemerintah terdeteksi di Indonesia pada 2 Maret 2020. Dari penelusuran lebih lanjut, barulah terungkap bahwa penularan kepada dua WNI pasien pertama covid-19 ialah dari WNA Jepang yang masuk Indonesia pada awal 2020.
Bahkan, Pandai jadi pula covid-19 masuk Indonesia lebih awal Tengah, tapi Bukan terdeteksi. Itu disebabkan dalam jangka waktu sebulan dari ditemukannya pasien pertama itu, jumlah kasus covid-19 sudah lebih dari 3.500 orang.
Meski kemudian pemerintah pusat dan daerah segera melakukan langkah-langkah penanggulangan, daerah persebaran sudah sangat luas. Kini, lima tahun berlalu, covid-19 belum hilang dari muka bumi. Ancaman kegawatannya pun berulang kali muncul kembali seiring dengan timbulnya varian-varian baru.
Beberapa minggu ini, peningkatan tajam kasus kembali terjadi di Tiongkok akibat varian NB 1.8.1 yang merupakan turunan dari omikron JN1. Organisasi kesehatan dunia, WHO, menyebutkan NB 1.8.1 menyumbang sebesar 10,7% kasud covid-19 Dunia atau naik dari 2,5% Apabila dibandingkan dengan sebulan sebelumnya. Meski lonjakan tertinggi terjadi di Tiongkok, penderitanya terdeteksi pada pelancong Prancis, Jepang, Belanda, Spanyol, Korea Selatan, Taiwan, dan Thailand.
Lonjakan tersebut, meski bukan kali pertama setelah badai covid-19 pertama, Terang harus diwaspadai. Dampak pandemi yang panjang, bahkan Lagi terasa hingga kini, harus menjadi pelajaran mahal. Terlebih dengan perang berkepanjangan di sejumlah kawasan dan aturan tarif impor Amerika Perkumpulan, setiap negara harus membentengi diri dari hantaman-hantaman baru, termasuk berulangnya petaka covid-19.
Sejauh ini Kemenkes memang telah cukup antisipatif. Kemenkes sudah mengeluarkan Surat Edaran tentang Kewaspadaan terhadap Peningkatan Kasus Covid-19 pada 23 Mei 2025. Pada Selasa (3/6), Menkes Budi Gunadi Sadikin melapor ke Presiden Prabowo Subianto bahwa pada periode 25 hingga 31 Mei, Terdapat tujuh kasus ditemukan dengan tingkat positivity rate Lagi sebesar 2,05%. Itu artinya Lagi di Dasar positivity rate tertinggi sejauh ini pada 2025, yakni 3,62%.
Apabila berkaca pada itu, imbauan Menkes agar masyarakat Bukan panik memang Bukan salah. Kita pun memaklumi bahwa imbauan Bukan panik sudah menjadi bahasa formalitas pejabat.
Di sisi lain, kita juga sangat menyadari budaya disiplin masyarakat Indonesia yang memang rendah. Karena itu, ketimbang imbauan Bukan panik yang Bukan akan banyak berdampak, pemerintah lebih Bagus Lanjut menyosialisasikan kedisiplinan masyarakat Kepada menjaga kebersihan dan kesehatan. Metode sederhana, seperti mengenakan masker Demi mengalami batuk dan rutin mencuci tangan, harus Lanjut digalakkan sebagai kewaspadaan minimal.
Sementara itu, meski positivity rate Lagi relatif rendah, pemerintah harus Lanjut memastikan kesiapan layanan kesehatan dan tenaga kesehatan Kepada menghadapi lonjakan kasus. Kita Betul-Betul harus belajar dari badai covid-19 pertama tentang langkah-langkah paling Krusial Kepada mencegah penularan luas atau tingkat kegawatan.
Pemerintah pusat dan daerah sama sekali Bukan boleh meremehkan lonjakan kasus varian covid-19 apa pun. Kembalinya badai covid-19 Bukan boleh terulang agar kita tak terjerembap di kubangan penderitaan yang lebih Pelan.