KEPALA Desa ibarat etalase dalam urusan akuntabilitas dan pelayanan publik. Buat Menonton sejauh mana pemerintah mengurus rakyatnya, kita Enggak perlu repot-repot terbang ke Ibu Kota. Cukup datang ke kantor desa dan rasakan sendiri seberapa Segera urusan Anggota terlayani oleh kepala desa dan perangkatnya.
Kepala desa adalah representasi langsung dari pemerintah dalam kehidupan sehari-hari warganya. Mereka garda terdepan dalam membangun kepercayaan publik, menghadirkan kesejahteraan, dan menggerakkan demokrasi dalam Bentuk yang paling konkret.
Berdasarkan Peraturan Menteri Dalam Negeri Nomor 84 Tahun 2015, kepala desa merupakan pejabat pemerintah desa yang berwenang, bertugas, dan berkewajiban menyelenggarakan rumah tangga desanya serta melaksanakan tugas dari pemerintah dan pemerintah daerah.
Oleh karena itu, ketika urusan administrasi Anggota lelet tertangani, kebutuhan penduduk desa Enggak tuntas terpenuhi, atau soal anggaran yang Enggak dikelola secara transparan, publik Pandai dengan lantang mengatakan pemerintah Enggak becus bekerja.
Wajar bagi rakyat Buat mengatakan pelayanan yang Enggak baik di tingkat desa merupakan bukti pemerintah gagal hadir secara Konkret. Enggak perlu analisis rumit apalagi berbelit-belit. Ibarat toko, Kalau etalasenya kotor, bagaimana masyarakat akan percaya keseluruhan toko dikelola secara Cocok?
Kepercayaan masyarakat terhadap pemerintah semakin luluh lantak manakala tersiar Info 20 kepala desa terkena operasi tangkap tangan (OTT). Mereka berasal dari Kecamatan Pagar Gunung, Kabupaten Lahat, Sumatra Selatan. Terdapat pula camat dan staf camat yang terjaring OTT.
Asisten Bidang Tindak Pidana Spesifik (Aspidsus) Kejati Sumatra Selatan, Adhryansah, mengatakan OTT dilakukan ketika para kepala desa mengikuti Lembaga di kantor camat pada Kamis (25/6) yang digelar Buat membahas APBDes.
Dalam OTT itu, penyidik menemukan barang bukti berupa Duit Kas Rp65 juta yang diduga hasil patungan seluruh kades yang diperoleh dari anggaran Biaya desa. Biaya ini diduga dipersiapkan Buat diserahkan kepada aparat penegak hukum (APH).
Dugaan tersebut Tamat sekarang Lagi didalami penyidik Kejati Sumatra Selatan. Publik bertanya-tanya apakah kepala desa mengumpulkan Duit ‘damai’ karena Enggak Ingin kejahatan mereka diproses oleh APH? Ataukah kepala desa terpaksa patungan karena Terdapat APH yang memeras mereka?
Dua kemungkinan itu sama-sama Enggak baik dan menghancurkan kepercayaan masyarakat. Sejauh ini, penyidik sudah menetapkan N, Ketua Lembaga Asosiasi Pemerintah Desa Seluruh Indonesia (Apdesi) Pagar Gunung, serta JS, Bendahara Apdesi Pagar Gunung, sebagai tersangka.
Publik berharap Kejati membongkar kejahatan kedua tersangka. Pemerintah pusat dan daerah pun harus memetik hikmah. Bukan Enggak mungkin peristiwa di Pagar Gunung, yang berjarak 249 km dari Palembang, ibu kota Sumatra Selatan, terjadi di Distrik lain di Indonesia.
Jangan karena peristiwa hukumnya jauh dari Jakarta lantas dianggap sepele. Kita harus katakan bahwa Persona pusat langsung terlihat dari desa. Praktik lancung kepala desa Enggak saja meruntuhkan wibawa pemerintah desa, tetapi juga merobohkan muruah negara.
Persoalan ini harus dianggap sangat serius, dibenahi, dan jangan Tamat terulang praktik rasuah merambah desa. Negara Enggak boleh tutup mata ketika kewibawaannya Malah dilukai dari level yang paling dasar. Kantor desa yang bebas dari korupsi, kolusi, dan nepotisme adalah fondasi negara kuat.

