Heterotopia dan Persona Baru Demi Perpustakaan Berkelanjutan

DEWASA ini, kita menyadari bahwa masyarakat informasi dengan kemajuan teknologi informasi dan big data telah menjadi tantangan besar bagi perpustakaan. Di satu sisi, kebutuhan akan informasi yang sangat tinggi menjadikan perpustakaan dan pustakawan, yang dekat dengan sumber informasi, berada pada posisi yang diuntungkan dan makin dibutuhkan.

Tetapi, di sisi lain, perkembangan teknologi informasi dan internet yang sangat pesat sekaligus menjadikan perpustakaan bukanlah sumber informasi satu-satunya yang dibutuhkan masyarakat Demi ini. Eksis perubahan dalam interaksi sosial pada masyarakat, dan kebutuhan akan informasi yang Segera serta membeludak.

Revolusi informasi di era digital berdampak pada layanan perpustakaan, kepemilikan sumber-sumber informasi, akses sumber informasi, dan bahkan Pembangunan dari perpustakaan. Hal itu yang mesti disadari mereka yang berkecimpung dalam dunia perpustakaan, agar mau segera berbenah diri dalam menghadapi perubahan di masa kini dan masa depan. Artikel ini menawarkan konsep heterotopia sebagai jalan keluar Demi berbenah diri dan merevitalisasi peran perpustakaan di era digital.

 

MENGEMBANGKAN HETEROTOPIA 

Istilah heterotopia mungkin Lagi terdengar asing di telinga masyarakat pada umumnya. Istilah tersebut bermula dari Michel Foucault ketika memberikan ceramah berjudul Of Other Spaces (Knight, 2017). Ia mengatakan heterotopia merupakan Rival dari utopia, yang Demi itu menjadi obsesi besar di abad ke-19.

Apabila utopia merujuk pada hal tak Konkret yang merupakan hasil dari imajinasi akan kesempurnaan atau keadaan ideal, heterotopia merujuk pada tempat Konkret yang Betul-Betul Eksis. Secara sederhana, heterotopia diartikan sebagai tempat Konkret yang menghubungkan realitas dengan imajinasi Insan.

Cek Artikel:  Man of Integrity Faisal Basri dan Hal-Hal yang belum Selesai

Heterotopia menjadi tawaran menarik bagi perpustakaan yang Lagi dibayang-bayangi cita-cita ideal, dan normativitas moral pendidikan khas abad pertengahan, yang Membangun perpustakaan banyak berkutat pada pekerjaan lelet dan Ciptaan yang mandek. Tak Eksis yang salah dengan cita-cita luhur ‘mencerdaskan anak bangsa’, tetapi mimpi tersebut terkesan utopis sehingga rasanya sulit Demi diwujudkan.

Diakui atau Tak, selama ini perpustakaan banyak terjebak pada tugas-tugas utopis, yang rasanya sulit Demi dilakukan. Perpustakaan acap kali digambarkan mengemban peran-peran Krusial dan mulia, seperti ‘library is the heart of university‘, meningkatkan literasi informasi, pembudayaan perilaku Suka membaca dan peran-peran lain yang bermuara pada tujuan besar dalam mencerdaskan anak bangsa, yang semuanya sesungguhnya ialah ‘tugas langit’ yang sulit Demi diwujudkan.

Menghadirkan heterotopia ke dalam tubuh perpustakaan berarti menata kembali peran perpustakaan dalam masyarakat sekaligus membongkar tradisi lelet tentang perpustakaan yang membosankan dengan Metode menghadirkan ‘alternatif lain’ (Radford & Radford, 2014; Cooke et al, 2006).

Tawaran Foucault ‘menghadirkan heterotopia’ ialah dengan menghadirkan ‘cermin’ yang Pandai memantulkan mimpi-mimpi yang utopis ke dalam ruang yang Konkret. Foucault sendiri Tak membatasi ‘ruang alternatif’ dengan patokan-patokan tertentu, tetapi karakteristiknya yang berbeda dengan ruang lainnya, yang memberikan pengalaman berbeda kepada pengunjung dari sebelum mereka memasuki perpustakaan.

Moran (2015) mengatakan perpustakaan di tengah masyarakat merupakan gabungan antara pintu darurat, rakit penyelamat, dan festival. Perpustakaan ialah katedral pikiran; rumah sakit jiwa; taman hiburan imajinasi. Pendefinisian tersebut menyiratkan perpustakaan dengan fungsinya yang Berbagai Corak dan tak semestinya dipisahkan satu fungsi dengan fungsi yang lainnya secara kaku.

Cek Artikel:  Guru dan Kesejahteraan

Perpustakaan juga semestinya menjadi ruang yang Pandai mengemas pengetahuan dan hiburan dalam satu paket sehingga ia tempat pertama yang terlintas di pikiran mahasiswa ketika lelah berkuliah dan belajar, tempat pertama yang terpikir oleh orangtua yang Ingin mengenalkan anak mereka pada aktivitas membaca dan bermain, tempat pertama yang terlintas di pikiran komunitas ketika hendak mengadakan kegiatan.

Hadirnya perpustakaan seyogianya menjadi solusi rekreatif bagi permasalahan yang Eksis di masyarakat, dan Tak hanya tempat belajar. Apabila perpustakaan telah berhasil mengembangkan diri sebagai ruang heterotopia semacam itu, Niscaya perpustakaan akan menjadi satu-satunya tempat tujuan atau pilihan pertama orang ketika Ingin mengisi waktu Waktu kosong.

Ketika pengelola memosisikan perpustakaan lebih dari sekadar sumber belajar atau sumber informasi, akan terbentuk pikiran yang lebih inovatif tentang bagaimana membuka dan menyediakan layanan perpustakaan dengan muatan heterotopia.

 

MANAJEMEN PERUBAHAN BERKELANJUTAN

Menghadirkan ruang alternatif di dalam pikiran sebagai Bentuk penerapan heterotopia perlu sebuah sistem mengelolaan yang Berkualitas sehingga Ciptaan perancangan ruang alternatif Tak mandek pada satu kali perubahan saja. Demi itu, perpustakaan membutuhkan manajemen perubahan.

Dalam konteks itu, peran perpustakaan tak pelak harus direkonstruksi Demi menghasilkan tata kelola yang Pandai menjaga dan bekerja dengan perubahan-perubahan tersebut. Seluruh pihak, Berkualitas itu pemimpin maupun pustakawan, harus berkemauan Demi ‘mendobrak tatanan lelet’ Demi menghasilkan Ciptaan yang baru, yang lebih segar pada layanan perpustakaan (Satyanegara, 2016).

Menginisiasi perubahan dan ruang alternatif di dalam perpustakaan dalam jangka pendek diharapkan Pandai menarik minat masyarakat Demi mengunjungi perpustakaan. Sementara itu, dalam jangka panjang yang diharapkan dari perubahan tersebut ialah berkembangnya minat baca dan penguatan literasi informasi pengunjung.

Cek Artikel:  Iran vs. Israel, Konflik Laten yang Kini Menjelma Jadi Ancaman Dunia

Pengalaman baca yang kaya memungkinkan masyarakat Demi Pandai menyaring informasi dengan Berkualitas dan mengambil manfaat dari informasi tersebut. Itulah yang disebut dengan nilai guna. Dalam jangka waktu yang lebih panjang, ruang alternatif tersebut diharapkan Pandai menstimulasi kreativitas, Berkualitas pengunjung maupun pengelola.

Peran manajemen perubahan Tak dapat dihindari Demi kelangsungan hidup dan perkembangan organisasi mana pun (Ik & Azeez 2020). Hal itu disebabkan perubahan telah menjadi bagian hidup dari organisasi, Tak terkecuali perpustakaan. Tak Eksis yang Pandai Berkualitas menghindari maupun menghentikan perubahan (Wang, Olivier & Chen 2020).

Dalam sebuah kajian berjudul Change Management in Libraries: The Case of the University of Ghana Library System (UGLS) telah ditegaskan bahwa organisasi apa pun Niscaya akan Pandai survive bila mengadakan perubahan. Dalam menghadapi perubahan Era dan perubahan Tanda khas masyarakat yang berbeda dari waktu ke waktu, tentu membutuhkan kesediaan perpustakaan Demi merekonstruksi diri (membangun kembali), melalui program baru yang sesuai dengan perkembangan Era.

Penataan kembali atau rekonstruksi sebuah organisasi akan memakan waktu yang panjang, tenaga yang besar, dan ide-ide kreatif. Demi itu, dibutuhkan komitmen kuat dan keterlibatan Seluruh pihak di dalam organisasi.

Tujuan atau arah perubahan yang diinginkan harus menjadi statement yang Jernih dan dapat dipahami Seluruh pihak sehingga Seluruh orang Pandai memaknai dan mengambil peranan masing-masing. “You must be on top of change or change will be on top of you,” kata Mark Victor Hansen.

Mungkin Anda Menyukai