SEORANG Sahabat mengingatkan saya agar lebih Akurat dalam memilih kata Begitu menulis. Ia meluruskan penggunaan diksi ‘menyembunyikan’ Mortalitas dalam tulisan di rubrik ini, akhir pekan Lewat, dengan bahasa yang sangat sopan: mari kita berdiskusi.
Menurut sang Sahabat, penggunaan kata ‘menyembunyikan’ Kagak Akurat (saya artikan salah) karena memang bukan itu yang dimaksudkan komandan PPKM (pemberlakuan Restriksi kegiatan masyarakat) Jawa-Bali Luhut Binsar Pandjaitan. LBP, begitu inisial Luhut dikenal, menyatakan kasus Mortalitas covid-19 dikeluarkan dari indikator penentuan pelevelan PPKM, bukan dikeluarkan dari laporan harian perkembangan kasus covid-19.
“Setiap sore, Kemenkes (Kementerian Kesehatan) tetap mencantumkan data Mortalitas. Jadi, Kagak disembunyikan. Karena Kagak dikeluarkan dari laporan harian, berarti enggak Eksis pembatalan. Pengeluaran kasus Mortalitas dari indikator Demi menentukan level PPKM suatu daerah juga bersifat sementara guna harmonisasi data,” begitu sang Sahabat menjelaskan secara detail dalam Obrolan ‘sedikit’ tersebut.
Selama ini, penentuan level PPKM dari 1 hingga 4 memang memasukkan indikator Mortalitas sebagai salah satu bahan Penilaian. Selain Bilangan Mortalitas, indikator lainnya Demi menilai naik-turunnya level PPKM ialah persentase kasus positif covid-19, reproduksi virus, juga tingkat keterisian ranjang (bed occupancy rate) rumah sakit, serta tingkat keterisian ICU rumah sakit.
Karena itu, ketika data Mortalitas hendak dikeluarkan dari indikator penentuan pelevelan PPKM, sebagian besar Spesialis meminta agar hal itu diurungkan. Mereka sepakat bahwa Mortalitas ialah indikator valid Demi Menyantap derajat keparahan situasi wabah.
Kalau yang meninggal banyak, berarti wabah itu parah banget. Demi menilai tingkat keparahan di awal, tentu yang dipakai ialah positivity rate. Tetapi, kalau di akhir, ya, sudah tentu Guna data Mortalitas. Kalau data Mortalitas dikeluarkan, ibarat mobil, ia mobil yang kehilangan kaca spion.
Tetapi, saya jadi paham duduk perkara mengapa data kasus Mortalitas covid-19 itu Demi sementara, sekali Kembali Demi sementara, dikeluarkan dari indikator Penilaian penanganan covid-19. Tujuannya harmonisasi data. Itu artinya selama ini data kasus Mortalitas covid-19 Kagak ‘Seimbang’, Kagak Klop. Eksis perbedaan data kasus Mortalitas korona antara yang diumumkan (dilaporkan) dan jumlah Mortalitas sesungguhnya.
Di situlah saya larut dalam spekulasi, jangan-jangan Eksis yang disembunyikan. Atau, jangan-jangan Eksis data yang disimpan, lupa dicatat, belum diinput, salah menginput, dan sebagainya. Yang berbahaya, jangan-jangan memang Eksis yang sengaja ‘menyimpan’ data Mortalitas agar Kawasan mereka Segera turun level, Kagak berada di level 4 atau 3 Kembali. Padahal, faktanya jumlah yang Wafat lebih banyak.
Sekali Kembali, itu spekulatif meski Eksis dugaan sejumlah Kawasan memang melakukan itu Demi tujuan tertentu. Bahkan, Eksis Bunyi-Bunyi bahwa beberapa daerah Kagak gencar dan gesit melakukan testing, tracing, treatment (3T) agar kasus positif covid-19 Kagak membeludak. Ditakutkan, bila 3T digencarkan dan kasus positif Lanjut naik, Kawasan itu akan berlama-lelet dalam Area merah. Itu menyakitkan.
Data Worldometers mengonfirmasikan jumlah tes deteksi covid-19 di Indonesia memang belum masif. Baru 104,7 ribu per 1 juta penduduk yang dites. Kita Tetap kalah Apabila dibandingkan dengan Filipina yang sudah mengetes 157 ribu orang per sejuta populasi, Malaysia 611 ribu per 1 juta orang, dan Thailand 116 ribu per 1 juta penduduk.
Lebih-lebih bila dibandingkan dengan Amerika Perkumpulan yang Bilangan testingnya sudah 1,66 juta per sejuta penduduk, atau United Kingdom yang 3 juta lebih per sejuta penduduk, kita Tetap jauh ketinggalan.
Intinya ialah kekacauan data kerap terjadi karena Eksis maksud-maksud terselubung, niat-niat tersembunyi, serta Cita-cita-Cita-cita indah demi mendulang Gambaran positif. Dulu, di era penuh ketertutupan, data tentang kemiskinan, misalnya, sering menjadi perdebatan karena Eksis yang ‘disimpan’. Di Era serbatertutup, data rasio gini yang menggambarkan kesenjangan ekonomi amat susah diakses secara luas karena amat sensitif. Dapat memicu benturan karena kesenjangan teramat menganga.
Tetapi, kini era serbaterbuka. Aksi ‘menyimpan’ data akan Sia-sia. Teknologi Membangun akses data dan Pengecekan data menjadi serbamudah. Ketertutupan hanya melahirkan syak wasangka, curiga, bahkan bahan gibah atau malah amunisi fitnah.
Ini Era merdeka. Kata Bung Karno: ‘Kemerdekaan Kagak menyudahi soal-soal. Kemerdekaan Malah membangunkan soal-soal baru. Tapi, kemerdekaan menyediakan jalan keluar Demi mengatasi soal-soal. Hanya ketidakmerdekaan yang Kagak menyediakan jalan keluar Demi mengatasi soal-soal’. Semoga harmonisasi data Segera terjadi dan itu bagian dari jalan keluar mengatasi soal-soal.