Good Bye Dunia Maritime Fulcrum

Good Bye Global Maritime Fulcrum
Siswanto Rusdi, Direktur The National Maritime Institute (Namarin)(MI/HO)

VISI atau program Presiden Joko Widodo Dunia Maritime Fulcrum atau Poros Maritim Dunia dinilai melemah atau bahkan hilang. Demikian sinyalemen yang saya simak dari sebuah kolom sebuah surat Berita nasional beberapa waktu Lampau. 

Dalam analisisnya, Ahmad Najib Burhani mengangkat topik visi tersebut. Menurutnya, program itu sudah melemah atau bahkan hilang. Sinyalemen yang disampaikan profesor riset di Badan Riset dan Hasil karya Nasional (BRIN) itu terhitung keras Buat ukuran aparatur sipil negara yang pada galibnya cenderung mendukung kebijakan pemerintah kendati ianya kurang efektif atau Bukan berjalan di lapangan. 

Sejauh yang saya kenal, kami sama-sama menjadi pengurus PP Muhammadiyah periode sekarang dan sebelumnya, Najib memang orangnya tanpa tedeng aling-aling. Yang disampaikan oleh yang bersangkutan menarik Buat dikomentari dan diberi catatan pelengkap.

Tulisan ini merupakan respon atas kolom Najib. Terdapat beberapa komentar atau catatan pelengkap yang Mau disajikan dalam tulisan ini terkait tulisannya itu. 

Komentar awal, selain keras, Najib juga mengindikasikan dalam karangannya bahwa Poros Maritim Dunia sepertinya akan berakhir Kalau Presiden Joko Widodo selesai menjalankan tugasnya. 

Bila Menyaksikan dari kandidat presiden yang sudah muncul ke hadapan publik, indikasi ini Terdapat benarnya. Mereka yang berjanji akan melanjutkan kebijakan atau program Jokowi misalnya, Bukan kedengaran menarasikan akan meneruskan Poros Maritim Dunia. Semuanya berkomitmen meneruskan proyek Ibu Kota Nusantara (IKN) atau agenda lainnya. Kandidat yang mengusung perubahan sepenuhnya berbeda Buat Seluruh hal tadi. 

Dalam artikelnya, Najib menyebut, menyitir tuduhan publik, bahwa isu maritim atau kemauan Buat mengembalikan Indonesia menjadi negara maritim hanyalah buzzword politik karena perhatian terhadapnya sudah melemah atau hilang. 

Cek Artikel:  Krisis Literasi Digital

Saya mengikuti isu kemaritiman sudah lumayan Lamban, jauh sebelum Jokowi mengusung gagasan Poros Maritim Dunia Begitu mencalonkan diri sebagai presiden pada Pilpres 2014. 

Sejatinya telah Terdapat beberapa kebijakan yang berhubungan dengan bidang kemaritiman yang diluncurkan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono seperti Inpres No. 5 Tahun 2005 Tentang Pemberdayaan Industri Pelayaran Nasional. 

Tiga tahun setelahnya, disahkan UU No. 17 Tahun 2008 Tentang Pelayaran yang isinya merupakan penyempurnaan dari apa yang diatur dalam Inpres No. 5.

Lampau, diterbitkan Perpres No. 32 Tahun 2011 Tentang Masterplan Percepatan dan Perluasan Pembangunan Ekonomi Indonesia (MP3EI) 2011-2025. 

Ketiga aturan yang dikeluarkan SBY itu sangat kental dengan dimensi maritim. Ambil Misalnya, penetapan hub port Kuala Tanjung di Sumatra Utara dan Bitung di Sulawesi Utara. Sebelumnya Bukan Terdapat hal seperti ini. 

Oleh empat perusahaan pelabuhan pelat merah yang Terdapat Begitu itu – Pelindo I, II, III dan IV – kebijakan MP3EI ditindaklanjuti dengan meluncurkan pendulum nusantara. Secara konseptual, pendulum nusantara merupakan sebuah pola operasi kapal niaga domestik yang bergerak laksana pendulum yang mengayun dari barat dan timur. 

Kapal yang dioperasikan berkapasitas Sekeliling 5.000 twenty foot equivalent unit (TEU) dan dioperatori oleh pelayaran swasta lokal. Mereka menyinggahi pelabuhan Penting yang dikelola oleh keempat Pelindo, masing-masing Belawan, Tanjung Priok, Tanjung Perak dan Makassar, dengan teratur.

Cek Artikel:  Sekolah Adiwiyata dari sekadar Label ke Aksi Konkret

Selanjutnya kargo yang diangkut oleh kapal peti kemas tersebut akan distribusikan oleh kapal-kapal yang lebih kecil ukurannya, dalam hal ini armada pelayaran rakyat (Pelra), yang selama ini sudah merajut pulau-pulau tertinggal, terdepan dan terluar atau 3T. Seluruh ini dilakukan sesuai mekanisme pasar dan tanpa subsidi.

Ketika Jokowi meluncurkan gagasan Poros Maritim Dunia pada 2014 dalam kampanye kepresidennya, pendulum nusantara sedang dalam tahap akhir Buat diluncurkan. Hanya saja gaungnya mulai sayup terdengar akibat ditingkahi oleh pemberitaan yang masif seputar Poros Maritim Dunia. 

Ketika ide tol laut mulai dimunculkan, pendulum nusantara sudah Bukan menjadi buah bibir, terutama di kalangan kemaritiman-pelayaran. Mereka ini Menurunkan Asa besar terhadap pendulum nusantara, kendati dengan sejumlah catatan kritis tentunya. 

Bagi pelayaran, konsep tersebut Dapat memberi kepastian muatan bagi kapal dan pelayanan yang makin Berkualitas di pelabuhan-pelabuhan yang dikelola Pelindo. Di samping itu, sebagaimana yang diatur dalam Inpres No. 5 Tahun 2005, akan Terdapat kebijakan Tumbuh rendah Buat industri pelayaran sehingga lengkaplah asa itu.

Begitu administrasi negara beralih kepada administratur yang baru, usai Pilpres 2014, pendulum nusantara berganti baju menjadi tol laut. Tol laut masuk ke dalam pilar infrastruktur dan konektivitas maritim. Terdapat pilar lainnya: budaya maritim, sumberdaya maritim, diplomasi maritim dan pertahanan maritim. Tetapi, Bukan dapat dipungkiri tol laut merupakan pilar yang paling membentot perhatian karena terkait dengan perikehidupan bangsa di antara pilar yang lain.

Cek Artikel:  Mengantisipasi Populisme Trump

Melalui tol laut dibangunlah kapal-kapal baru berkapasitas 100 TEU menggunakan APBN Buat mengisi Jalur-Jalur yang ditetapkan Kementerian Perhubungan. Terdapat seratusan kapal yang dipesan di berbagai galangan di Tanah Air Buat itu. Subsidi pun disediakan Buat mendukung layanan ini yang jumlahnya berkisar antara Rp300-400 miliar  per tahunnya. Hingga Begitu ini subsidi Maju diberikan. 

Misi tol laut adalah Buat menekan disparitas harga antara Indonesia barat dan Indonesia timur yang dinilai jomplang. Pemerintah mengklaim Sasaran itu tercapai walaupun pada beberapa Jalur/daerah Tetap terjadi perbedaan harga. 

Secara teori, ambisi ini boleh dibilang berani karena Bagian biaya pengangkutan (pengapalan) hanyalah 20% dalam pembentukan harga. Sisa 80% mencakup biaya pergudangan, truk dan lain sebagainya yang Bukan mendapat subsidi sama sekali.

Bila dikatakan isu maritim atau kemauan Buat mengembalikan Indonesia menjadi negara maritim hanyalah buzzword politik karena perhatian terhadapnya sudah melemah atau hilang, di tol lautlah tuduhan itu paling Cocok dialamatkan. Karena ia begitu dekat dengan urusan perut masyarakat kita. Pilar yang lain terasa amat jauh dari kesadaran publik kendati Dapat jadi mereka membukukan cerita sukses. Najib menyebutkan beberapa hasil dalam tulisannya terkait hal ini. Tetapi Bukan banyak gunanya menurut saya.

Namanya tuduhan belum tentu Cocok tetapi juga Bukan sepenuhnya salah. Dan, saya meyakini Poros Maritim Dunia memang sudah melemah bahkan hilang. Good by Dunia Maritime Fulcrum.

Mungkin Anda Menyukai