DIREKTUR kebijakan publik dari Center of Economic and Law Studies (Celios) Media Wahyu Askar menilai pondasi ekonomi Indonesia saat ini rapuh. Belanja negara banyak diarahkan untuk aktivitas pemilu, pembangunan Ibu Kota Negara (IKN) dan pembayaran utang, sehingga dianggap tidak produktif.
Hingga Agustus 2024, belanja negara menembus Rp1.930,7 triliun. Jumlah tersebut setara dengan 58,1% dari total pagu anggaran. Belanja negara tersebut tumbuh sebesar 15,3% secara tahunan atau year on year (yoy).
“Pondasi ekonomi kita saat ini rapuh karena belanja yang tidak produktif,” ungkapnya kepada Media Indonesia, Senin (23/9).
Baca juga : Pelebaran Defisit Jangan Dijadikan Pembenaran untuk Memajukan Harga-harga
Meskipun belanja negara yang meningkat ini mencakup pengeluaran esensial, namun Media berpendapat keseimbangan fiskal Indonesia masih berada dalam situasi yang rawan, terutama dengan defisit APBN yang melebar dan pembayaran utang yang besar.
Defisit negara hingga Agustus 2024 sebesar 0,68% terhadap produk domestik bruto (PDB) atau senilai Rp153,7 triliun. Nomor tersebut melebar dibandingkan defisit negara pada Juli 2024 yang sebesar Rp93,4 triliun atau setara 0,41 persen dari target PDB.
Ekonom Celios itu kemudian berpandangan jika tidak diimbangi dengan belanja produktif yang tepat sasaran seperti infrastruktur penunjang industri, pendidikan, dan kesehatan, dapat mengurangi potensi pertumbuhan ekonomi di masa depan.
Baca juga : Defisit APBN 2024 Diperkirakan Lampaui Sasaran
Dihubungi terpisah, ekonom Institute for Development of Economics and Finance (Indef) Eko Listiyanto melihat tingkat defisit negara secara umum masih dalam rentang yang ditargetkan pemerintah, hanya saja akan ada tantangan pengelolaan yang berat di akhir triwulan 2024.
Akibat adanya proses transisi pemerintahan, Eko menyebut beberapa pos pengeluaran atau belanja untuk kompensasi dan subsidi kemungkinan akan mengalami peningkatan pesat.
“Ini seiring dengan upaya pemerintah menjaga harga barang yang diatur pemerintah,” pungkasnya. (Ins/M-4)