Drama Nasib Honorer Pasca-UU ASN

Drama Nasib Honorer Pasca-UU ASN
(Dok. Pribadi)

CERITA tentang tenaga honorer di Indonesia itu sering kali menimbulkan pilu. Cerita pilu itu acap kali datang dari sudut pandang pengupahan yang diterima oleh mereka. Banyak para tenaga honorer yang tersebar dalam tenaga guru, tenaga teknis, dan lainnya yang dibayar di Dasar standar.

Hasil survei Institute for Demographic and Poverty Studies (Ideas), misalnya, menyampaikan bahwa 74% tenaga guru honorer di Indonesia dibayar di Dasar upah minimum kabupaten/kota 2024. Bahkan, 20,5% di antaranya malah Lagi mendapatkan Pendapatan di Dasar 500 ribu.

Cerita itu melengkapi banyak cerita serupa tentang tenaga honorer yang Lagi dibayar 150 ribu per bulan, 300 ribu sebulan, dan sebagainya. Dari Seluruh jenis tenaga honorer, memang tenaga guru honorer yang paling banyak memberikan cerita sedih. Hal itu wajar, kalau boleh kita bilang demikian, karena sekolah ialah institusi yang paling Enggak punya Doku.

Tenaga honorer merujuk pada individu yang bekerja di suatu lembaga atau instansi, Berkualitas Punya pemerintah maupun swasta, tapi Enggak Mempunyai status Formal sebagai pegawai tetap. Mereka berperan Krusial dalam mendukung operasional lembaga meskipun status kepegawaian mereka sering kali Enggak diakui secara formal.

Berdasarkan Surat Edaran Menpan-Rebiro Nomor 5 Tahun 2010, tenaga honorer diklasifikasikan ke dalam dua kategori Primer. Pertama, tenaga honorer yang penghasilannya dibayarkan melalui anggaran pendapatan dan belanja negara (APBN) atau anggaran pendapatan dan belanja daerah (APBD). Kedua, tenaga honorer yang penghasilannya Enggak bersumber dari APBN atau APBD, biasanya didanai melalui sumber-sumber lain seperti Anggaran Independen institusi atau sumbangan pihak ketiga.

Kedua kategori itu menunjukkan keberagaman kondisi tenaga honorer, Berkualitas dari segi sumber pendanaan maupun tingkat pengakuan formal terhadap status mereka. Hal itu juga mencerminkan kompleksitas dalam pengelolaan tenaga honorer di berbagai sektor yang menjadi tantangan tersendiri dalam upaya menyelaraskan kebijakan dengan kebutuhan mereka. Oleh karena itu, memahami perbedaan itu sangat Krusial dalam merumuskan kebijakan yang lebih adil, inklusif, dan berorientasi pada kesejahteraan mereka.

MI/Seno

 

Cek Artikel:  Praktik Biopower dalam Pembangunan Kependudukan dan Kesehatan

Mengurai masalah honorer

Lewat, kenapa tenaga honorer di Indonesia itu dibayar murah dan underpaid (dibayar di Dasar standar UMR). Salah satu penyebab utamanya ialah karena status kepegawaian mereka yang Enggak tetap dan sering kali Enggak Terang. Para tenaga honorer pada dasarnya Enggak mendapatkan status sebagai aparatur sipil negara (ASN) sehingga Membangun mereka Enggak Mempunyai jaminan kepastian kerja dan kesejahteraan layaknya para ASN.

Menyaksikan persoalan tersebut, pemerintah mencoba hadir dengan Langkah memperbaiki sistem kepegawaian di Indonesia dengan menerbitkan UU Nomor 5 tahun 2014 tentang Aparatur Sipil Negara. Undang-Undang itu menyebutkan bahwa kepegawaian pemerintah hanya mengenal dua jenis kepegawaian, Ialah PNS dan PPPK. Undang-undang tersebut Begitu itu menimbulkan gelombang protes yang masif oleh para tenaga honorer pada masa pemerintahan Susilo Bambang Yudhoyono (SBY).

Atas hal itu, Lewat pemerintah pada Begitu itu menerima aspirasi mereka dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Pegawai Negeri Sipil yang diubah dengan Peraturan Pemerintah Nomor 56 Tahun 2012 tentang Perubahan Kedua atas Peraturan Pemerintah Nomor 48 Tahun 2005 tentang Pengangkatan Tenaga Honorer Menjadi Calon Pegawai Negeri Sipil.

Melalui PP 48 dan PP 56 tersebut, pemerintah Begitu itu berhasil mengangkat 1,1 juta honorer menjadi ASN.

Apakah semuanya terangkat menjadi ASN? Rupanya Enggak Seluruh tenaga honorer berhasil terangkat menjadi ASN. Hingga akhir 2023, setidaknya Lagi tercatat 400 ribu tenaga honorer, yang 120 ribu di antaranya merupakan tenaga pendidik, Sekeliling 4.000 tenaga kesehatan, dan Sekeliling 2.000 tenaga penyuluh.

Di sisi lain, berbagai pihak merasa perlu Buat merevisi UU Nomor 5 Tahun 2014 karena berbagai Argumen. Dalam konteks pengangkatan tenaga honorer, undang-undang yang Terdapat juga dianggap Lagi menimbulkan keambigiuan pada tataran implementasinya sehingga DPR Lewat mengesahkan UU ASN No 20 Tahun 2023 sebagai pengganti UU Nomor 5 Tahun 2014.

Terdapat beberapa perbaikan di sana dari akuntabilitas rekrutmen ASN, persamaan hak PPPK yang dengan PNS, kemudahan mobilitas pegawai bertalenta, percepatan pengembangan kompetensi ASN. Yang paling mendapat respons dari tenaga honorer ialah klausul penataan tenaga non-ASN pada Pasal 66. Klausul itu menjadi problematik karena secara tegas menyebut pegawai non-ASN atau nama lainnya wajib diselesaikan penataannya paling Lamban Desember 2024 dan sejak undang-undang ini mulai berlaku, instansi pemerintah dilarang mengangkat pegawai non-ASN atau nama lainnya selain pegawai ASN.

Cek Artikel:  Menunggu Kejantanan Pengelola Pelabuhan Patimban

Hal itu menjadi problematik karena Lagi banyaknya tenaga non-ASN yang berserakan di berbagai instansi pemerintahan dan berbagai kementerian. Keberadaan mereka dibutuhkan dan sangat urgen bagi Penyelenggaraan tugas dan tanggung jawab pemerintah di lembaga mereka masing-masing.

Kita paham bahwa salah satu masalah tenaga honorer itu terjadi karena adanya pengangkatan yang dilakukan oleh berbagai pihak di berbagai instansi pemerintah. Akan tetapi, sejak adanya UU ASN No 20 Tahun 2023, Seluruh instansi pemerintah dilarang merekrut pegawai non-ASN, Lewat bagaimana dengan para tenaga non-ASN yang sudah telanjur bekerja di instansi Punya pemerintah Berkualitas sebagai guru, tenaga teknis, dan tenaga Kesehatan. Apakah Dapat semuanya diselesaikan pada Desember tahun 2024.

Kita Mengerti bahwa niat dari UU ASN tersebut ialah Buat menyejahterakan para pegawai yang bekerja di lingkungan pemerintah dan memberikan rasa adil kepada mereka. Hanya, jangan Tiba niat yang Berkualitas itu dibaca sebaliknya oleh para eksekutor kebijakan di lapangan dengan melakukan pemecatan sepihak kepada tenaga non-ASN karena itu bukan semangat dari UU di atas.

Lagi terdapat banyak tenaga kerja non-ASN yang telah direkrut sebelum diberlakukannya UU ASN 2023, tersebar di berbagai kedinasan, termasuk di dalamnya ialah institusi kesehatan dan institusi pendidikan. Contohnya ialah para guru yang telah mengabdi selama bertahun-tahun di sekolah, tetapi belum tercatat secara Formal dalam data pemerintah, para perawat dan tenaga administrasi di rumah sakit-rumah sakit pemerintah, dan dosen tetap non-PNS di berbagai perguruan tinggi negeri berstatus BLU yang diangkat berdasarkan peraturan menteri terkait di masing-masing lembaga.

Apabila implementasi UU ASN No 20 Tahun 2023 itu Enggak dilakukan dengan bijaksana dan cermat, dikhawatirkan akan muncul risiko pemutusan Rekanan kerja sepihak yang dapat merugikan pihak-pihak tersebut sekaligus menimbulkan masalah sosial dan kelembagaan yang lebih luas.

 

UU ASN sebagai kehadiran negara

Oleh karena itu, mengingat bahwa setiap undang-undang, termasuk UU ASN No 20 Tahun 2023, dirumuskan berdasarkan keputusan politik yang mencerminkan aspirasi dan kepentingan bangsa ini, pelaksanaannya harus diawasi dengan ketat. Pengawasan itu bertujuan Buat memastikan agar implementasi UU tersebut Enggak menyimpang dari tujuan awal pembentukannya, Ialah menciptakan tata kelola kepegawaian yang lebih profesional, transparan, dan berkeadilan.

Cek Artikel:  Lompatan Paradigma Pendidikan Muhammadiyah

Dengan demikian, peraturan turunan dalam Penyelenggaraan UU ASN No 20 Tahun 2023, seperti peraturan pemerintah, eraturan menteri, dan petunjuk teknis lainnya, harus dirancang dan diterapkan dengan prinsip kehati-hatian, transparansi, dan keadilan. Hal itu Krusial Buat menjamin bahwa kebijakan tersebut sejalan dengan semangat Primer UU ASN No 20 Tahun 2023, Ialah memberikan perlindungan dan pengakuan yang layak bagi tenaga kerja non-ASN, serta menjaga stabilitas dan integritas lembaga pemerintahan.

Bagaimana Langkah mengawasi Penyelenggaraan UU ASN 2023 agar mencerminkan nilai keadilan bagi Seluruh tenaga honorer yang telah mengabdikan diri selama bertahun-tahun bahkan puluhan tahun? Salah satu kunci utamanya terletak pada pendataan yang Seksama, transparan, dan menyeluruh. Meskipun kita Lagi menghadapi tantangan besar terkait dengan kualitas dan konsistensi data, hal itu Sebaiknya Enggak menjadi Argumen bagi para pembuat kebijakan Buat menyerah atau berhenti berupaya.

Menyerah pada masalah data Bahkan akan bertentangan dengan semangat awal dari UU itu, Ialah memastikan kesejahteraan tenaga honorer melalui pengakuan yang adil (rekognisi) maupun optimalisasi peran mereka dalam sistem kepegawaian negara.

Oleh karena itu, pendataan harus dilakukan secara terintegrasi, melibatkan kolaborasi antara pusat dan daerah serta melibatkan tenaga honorer itu sendiri Buat memastikan kevalidan dan kelengkapan data. Dengan Langkah intu kebijakan yang diambil nantinya akan Betul-Betul mencerminkan prinsip keadilan, pengakuan atas kontribusi, dan keberlanjutan dalam tata kelola kepegawaian.

Di sinilah keberpihakan itu Krusial. Aturan dibuat bukan Buat mencederai keadilan ia Sebaiknya Mempunyai misi kehadiran negara dan perlindungan negara. Oleh karenanya, Apabila UU ASN Tahun 2023 mau diterapkan, exit strategy bagi para tenaga honorer itu harus dipastikan dapat menampung Seluruh tenaga non-ASN yang Lagi tersisih di berbagai lini, Berkualitas guru, teknis, mauoun kesehatan. Itu disebabkan di sinilah Sebaiknya pemerintah itu hadir memberikan layanan berkualitas. Buat mendapatkan pelayanan yang berkualitas, salah satu caranya ialah dengan menjamin kesejahteraan para pegawainya.

 

Mungkin Anda Menyukai