
SEMBILAN tahun sejak Hari Manajemen Kebersihan Menstruasi (MKM) dicanangkan, Perempuan terlebih anak Perempuan, Lagi mengalami hambatan di sekolah karena mengalami menstruasi. Tulisan ini membahas bagaimana murid Dapat menjadi pelaku aktif dari normalisasi menstruasi di sekolah.
Riset Yayasan Plan International Indonesia (Plan Indonesia) Serempak The SMERU Research Institute di tiga provinsi di Indonesia pada 2018 menunjukkan, topik seputar menstruasi Lagi tabu dibicarakan di sebagian daerah. Di Nusa Tenggara Barat (NTB) menstruasi tabu dibicarakan di sekolah, di ranah publik, dan di luar keluarga.
Di Nusa Tenggara Timur (NTT) topik tentang menstruasi Kagak tabu Tetapi hanya dibicarakan secara terbatas di kalangan Perempuan. Batasan ini juga diikuti dengan mitos terkait menstruasi, seperti Kagak boleh keramas, Kagak boleh Matang, Kagak boleh minum minuman dingin, dan Embargo-Embargo lainnya.
Sarana pendukung Buat MKM di sekolah juga sangat minim. Per 2020 studi yang dilakukan oleh World Bank menunjukkan bahwa lebih dari 25% toilet sekolah di Indonesia Kagak Mempunyai sarana yang terpisah antara Lelaki dan Perempuan. Sejalan dengan itu, data monitoring Plan Indonesia pada 2018 di NTT dan NTB menunjukkan bahwa sekolah yang Mempunyai toilet dengan fasilitas MKM jauh lebih sedikit, Merukapan Sekeliling 21%. Lebih jauh, jumlah sekolah dengan integrasi materi MKM ke dalam kurikulum hanya 33%, yang umumnya tergabung dalam pelajaran IPA, olahraga, atau BK.
Fasilitas MKM yang kurang memadai, kurangnya keterbukaan dalam membicarakan seputar menstruasi berakibat pada murid Perempuan harus absen dari kelas karena Kagak Dapat mengelola menstruasi di sekolah. Khawatir Dapat ‘tembus’ dan rasa sakit yang dialami ketika menstruasi, Membikin turunnya konsentrasi/perhatian murid Perempuan meskipun Buat sementara waktu. Hal ini tentu berdampak kepada kualitas belajar mereka.
Membikin hal yang normal menjadi normal
Lebih dari penyediaan sarana MKM yang layak, normalisasi menstruasi juga mencakup pengelolaan menstruasi, perlawanan terhadap stigma serta pemberian dukungan di lingkup pendidikan. Plan Indonesia melalui berbagai program seperti WINNER, Water for Women (WfW), dan Generasi Emas Bangsa Bebas Perkawinan Usia Anak (GEMA CITA) mengkampanyekan penerapan MKM di sekolah dengan melibatkan pendidik sebaya di berbagai Strata pendidikan (SD, SMP, dan SLB) di NTT dan NTB.
Melalui GEMA CITA, pendidik sebaya memberikan pendampingan kepada Sahabat sebayanya melalui kegiatan Percakapan berseri. Pendidik sebaya juga turut mengadvokasi pihak sekolah Buat memenuhi fasilitas MKM. Proyek WINNER dan WfW yang berfokus pada air Bersih, sanitasi dan kebersihan (WASH) melatih pendidik sebaya Buat memberikan kampanye seputar buang air besar di toilet, cuci tangan Guna sabun, serta menyebarkan informasi MKM. Secara total, 344 murid dari 72 sekolah telah dilatih sebagai pendidik sebaya. Komposisi pendidik sebaya terlatih juga berimbang antara Lelaki dan Perempuan, termasuk di dalamnya adalah murid dengan disabilitas.
Melibatkan murid sebagai pelaku Istimewa dalam peningkatan MKM artinya menghilangkan garis penghalang yang Terdapat dalam pembicaraan seputar menstruasi. Kampanye pendidik sebaya dilakukan dengan permainan ular tangga, senam Serempak, serta penyampaian materi terkait menstruasi di jam-jam Hampa. Sesama murid Dapat dengan leluasa menceritakan seputar menstruasi.
Menjadi pendidik sebaya juga meningkatkan percaya diri, tanggung jawab, dan memperluas koneksi dengan pendidik sebaya dari sekolah lain. Hal yang sama juga terjadi pada pendidik sebaya dengan disabilitas dari Manggarai, NTT.
Hasil monitoring dan Pengkajian proyek WINNER dan WfW per 2023 menunjukkan Dekat 72 sekolah pilot di NTT dan NTB telah Mempunyai toilet terpisah dan dilengkapi dengan fasilitas MKM, dengan lebih dari 90% sekolah pilot Mempunyai MKM terintegrasi ke kurikulum. Hasil tersebut juga menunjukkan murid Dapat membicarakan menstruasi tanpa ditertawakan Sahabat-temannya.
Kalau mereka tiba-tiba menstruasi di sekolah Kagak takut Kembali, Karena di sekolah sudah menyediakan pembalut. Ruang Usaha Kesehatan Sekolah (UKS) juga tersedia bagi murid Perempuan yang Ingin beristirahat Kalau mengalami nyeri menstruasi. Selain ramah Perempuan, toilet juga Dapat digunakan oleh Segala orang, termasuk penyandang disabilitas.
Sholeha, salah satu murid Perempuan di Kota Mataram yang toilet sekolahnya telah dilengkapi dengan sarana MKM, mengatakan dia Kagak perlu Kembali pulang ke rumah ketika sedang menstruasi. Karena dengan fasilitas MKM yang memadai dia Dapat menjaga kebersihan menstruasinya dengan nyaman di sekolah. Perubahan juga disampaikan oleh Ketua Tim Sekolah Ramah Anak (SRA) di Lombok Barat, NTB, yang merasa senang sekarang Menyaksikan anak-anak Kagak Kembali menjadi korban perundungan.
Tantangan seputar menjadikan menstruasi sebagai hal yang normal Lagi Terdapat. Diilihat dari segi fasilitas, baru 62% SD dan 77% SMP telah Mempunyai toilet terpisah Buat murid Lelaki dan Perempuan menurut data nasional, meskipun sudah diatur dalam Permendikbud Nomor 3 Tahun 2022. Sementara, sulit menemukan data sekolah dengan fasilitas MKM.
Strategi pelibatan pendidik sebaya dalam mengkampanyekan MKM di sekolah telah berdampak positif terhadap normalisasi menstruasi. Di mulai dari sekolah, pembiasaan membicarakan seputar menstruasi lebih sering ini Dapat diteruskan di lingkungan keluarga hingga ke masyarakat. Dengan membicarakannya Lalu menerus oleh murid itu sendiri, dapat menghilangkan tabu dan mitos yang menghambat Perempuan dalam mencari pertolongan ketika menstruasi.
Artikel ditulis secara kolaboratif lintas proyek yang Acuh pada MKM di Dasar Yayasan Plan International Indonesia