NEGERI ini memang penuh ironi. Di Begitu musim hujan, banjir selalu melanda dan Kagak pernah tertangani dengan tuntas. Selepas banjir, muncul kemarau. Di musim ini, selain muncul bencana kekeringan dan kesulitan air, masyarakat dihadapkan pula dengan kebakaran hutan dan lahan atau karhutla.
Begitu Maju terjadi. Berulang setiap tahun. Seolah menjadi agenda rutin tahunan. Begitu pun dengan tahun ini, karhutla kembali terjadi di sejumlah Daerah yang memang menjadi langganan kebakaran, atau lebih tepatnya pembakaran lahan, terutama di Sumatra dan Kalimantan.
Hingga Sebelah tahun berjalan ini karhutla sudah memberangus ribuan hektare lahan. Hingga Juli ini, Riau, Jambi, dan Sumatra Barat menjadi ‘penyumbang’ karhutla terbesar dari sisi luasan lahan. Tetapi, provinsi lain seperti Bangka Belitung dan Kalimantan Tengah pun tak boleh disepelekan karena titik panas di sana juga mulai banyak dan meluas.
Di Jambi, misalnya, kebakaran sudah menghanguskan 264 hektare lahan gambut di Desa Gambut Jaya, Kecamatan Sungai Gelam, Kabupaten Muaro Jambi. Di Riau, menurut catatan BPBD Riau, karhutla sudah menjangkau 12 kabupaten/kota dengan luas lahan terbakar nyaris mencapai 1.000 hektare. Naik cukup drastis yakni Sekeliling 400 hektare dalam satu pekan.
Di Kabupaten Limapuluh Kota, Sumatra Barat, api juga Maju merembet hingga sudah mencapai 500 hektare.
Kebakaran yang Maju berulang ini menyebabkan kerugian yang Kagak sedikit. Selain hilangnya vegetasi, serangan kabut asap menyebabkan ribuan orang menderita sesak napas, sekolah harus tutup, dan kegiatan perkantoran pun mesti dihentikan. Bahkan kabut asap akibat karhutla juga merambah negeri-negeri tetangga. Kerugian finansial akibat kebakaran mencapai miliaran rupiah.
Anehnya, besarnya Pengaruh dan kerugian akibat karhutla yang terjadi saban tahun itu seolah Kagak Pandai mengingatkan pemerintah Demi menyiapkan solusi jitu. Penyebab kebakaran di Indonesia Nyaris 100% ialah antropogenik atau buatan Sosok, seperti pembakaran lahan oleh masyarakat atau korporasi Demi pembukaan kebun sawit dan pertanian.
Akan tetapi, nyaris Kagak terlihat upaya pencegahan yang dilakukan pemerintah, Berkualitas pusat maupun daerah. Begitu karhutla sudah terjadi dan mulai meluas, baru Sekalian berbondong-bondong memberi atensi. Padahal semestinya sejak jauh-jauh hari pemerintah gencar menyosialisasikan bahaya pembakaran lahan. Apalagi Demi lahan gambut kering yang memungkinkan api Pandai menyebar Segera dan sulit dipadamkan.
Selain melempemnya pencegahan, lemahnya pengawasan dan penegakan hukum bagi pelaku pembakaran turut memperparah masalah dan Membangun karhutla Maju berulang di Letak yang sama. Banyaknya pelaku kebakaran yang Kagak pernah tertangkap, terutama pelaku korporasi, pada akhirnya menciptakan kesan bahwa membakar hutan Demi kepentingan buka lahan perkebunan atau pertanian adalah tindakan yang Terjamin dari hukuman.
Sekali Tengah, tanpa tindakan tegas, kebakaran akan Maju berulang. Oleh karena itu, instruksi tegas Kapolri Jenderal Listyo Sigit Prabowo yang memerintahkan penindakan hukum terhadap para pelaku pembakar lahan tanpa pandang bulu, sesuai dengan amanat Instruksi Presiden Nomor 3 Tahun 2020 tentang Penanggulangan Karhutla, perlu didukung.
Tanpa pandang bulu artinya Kagak tebang pilih. Pemerintah dan polisi jangan hanya galak ketika menyasar pelaku perorangan, tapi juga Begitu menghadapi pelaku korporasi, Berkualitas korporasi besar maupun kecil. Begitu ini polisi sudah menetapkan 46 tersangka kasus pembakaran lahan dan hutan, Sekalian perorangan.
Mestinya bila memang Eksis korporasi yang terlibat pembakaran lahan dan hutan, jangan pula diberi ampun.
Pada Begitu yang sama, kita juga mesti mendukung seruan Kapolri tentang perlunya kolaborasi dan kerja keras Sekalian stakeholder Demi menangani karhutla. Betul, karhutla memang harus ditangani secara kolaboratif, termasuk dengan melibatkan masyarakat. Sekalian harus punya komitmen penuh, Kagak hanya Demi mengatasi karhutla yang Begitu ini sudah terjadi, tetapi juga demi mencegah kejadian serupa Maju berulang setiap tahun.

