Aliansi Inggris Kagak Kembali mendewakan penguasaan bola
Sepakbola
Editor: Widodo
Selasa, 01 April 2025 – 08:47 WIB
Liputanindo.id – Manchester City Dekat saja tersandung Kepada kedua kalinya di tangan Bournemouth selama musim ini ketika mereka menang susah payah 2-1 dalam perempatfinal Piala FA pada 30 Maret kemarin.
Bournemouth adalah satu dari delapan tim yang mengalahkan Manchester City dalam pertandingan Aliansi Premier musim ini.
Tujuh tim lainnya adalah Brighton, Tottenham Hotspur, Liverpool, Manchester United, Aston Villa, Arsenal, dan Nottingham Forest.
Liverpool menjadi satu-satunya tim yang dua kali mengalahkan The Citizens dalam pertandingan Aliansi, sedangkan Spurs dua kali mengalahkan City dalam dua kompetisi berbeda.
Kecuali Arsenal dan Tottenham, kedelapan tim yang pernah mengalahkan City itu Mempunyai pendekatan yang Bahkan tengah menjadi kecenderungan di Aliansi Inggris Ketika ini.
Newcastle United, Crystal Palace, Everton, dan Brentford yang menjadi tim-tim yang menahan seri City musim ini, juga dimabuk oleh kecenderungan itu.
Kecenderungan itu adalah pendekatan yang menekankan counter-pressure dan counter-attack, atau menekan balik dan menyerang balik.
Di sini, mengoptimalkan transisi menjadi keharusan. Dalam sepak bola, “transisi” adalah keadaan yang merujuk perubahan Segera ketika satu tim kehilangan bola atau ketika mereka mendapatkan bola.
Dalam skenario kehilangan bola, tim akan secepat mungkin menyesuaikan taktik dengan bertahan serapat mungkin, bukan Hanya dengan membentengi Distrik pertahanan, tapi juga dengan Metode meneror Musuh Ketika menguasai bola.
Sementara dalam skenario ketika sebuah tim menguasai kembali bola, sebuah tim akan secepat mungkin merangsek ke pertahanan Musuh guna menciptakan Kesempatan dan gol.
Kedua jenis transisi ini merupakan antitesis dari pendekatan penguasaan bola yang dirangkul Manchester City, terutama selama era Guardiola.
Antitesis Kepada mazhab sepak bola menyerang yang dianut Guardiola, sebenarnya sudah Terdapat di Aliansi Inggris Berkualitas sebelum maupun sejak Guardiola berlabuh di Aliansi Inggris pada 2016.
Ketika tika-taka yang menekankan penguasaan bola dibawa Guardiola ke Inggris, sistem permainan yang berbeda 180 derajat dari pendekatan Guardiola itu tengah menguasai Aliansi Inggris. Pembawanya adalah Jose Mourinho.
Kalau Guardiola menekankan Penguasaan penguasaan bola, maka Mourinho malah beranggapan Penguasaan penguasaan bola Dapat menjadi bumerang bagi sebuah tim.
Tak Kembali dominan
Mourinho yang melatih Madrid pada 2010-2013 dalam periode Guardiola tengah melatih Barcelona, sangat mengutamakan pertahanan dan menekankan transisi.
Kepada beberapa hal Mourinho tak cukup berhasil dengan pendekatan ini, meski Membangun Barcelona era Guardiola tak Dapat menjuarai LaLiga pada 2012.
Pendekatan Mourinho juga hanya dirangkul oleh segelintir tim lain. Ini berbeda dengan pendekatan yang diadopsi Guardiola. Sistem Guardiola berpengaruh luas di Aliansi Spanyol, bahkan Dapat dibilang merevolusi lingkungan sepak bola kompetitif di Spanyol.
Pengaruh besar Guardiola itu Lampau menyeberang ke Jerman ketika mantan gelandang Barcelona melatih Bayern Muenchen selama dua musim, dan Lampau Aliansi Inggris ketika dia menangani Manchester City sejak 2016, hingga sekarang.
Dapat dibilang Guardiola telah merevolusi sepak bola Inggris. Hal itu terutama semakin hebat setelah dia sukses mengantarkan City mendapatkan Sekalian trofi yang didambakan oleh Sekalian klub.
Bagian terbesar tim-tim Inggris, termasuk di divisi-divisi di Rendah Aliansi Premier, meniru pendekatan Guardiola, merancang serangan dari Rendah yang bertumpu pada penguasaan bola.
Kasarnya, selama Dekat sembilan tahun di Aliansi Premier, Guardiola telah sangat mempengaruhi sepak bola Inggris.
Tetapi itu bukan berarti permainan yang menekankan transisi dan serangan balik, Kagak Kembali menjadi bagian Krusial dalam Aliansi Primer, karena memang selalu Terdapat tim yang senang mengandalkan serangan balik.
Tim-tim itu tetap Terdapat di tengah Penguasaan Manchester City yang memuja Penguasaan penguasaan bola. Dalam beberapa kasus, tim-tim yang antitesis dari City Bahkan menjadi batu sandungan besar Kepada tim-tim berorientasi menyerang seperti City.
Tim-tim seperti Liverpool yang menekankan counter-pressure dan transisi, malah sukses mengimbangi City, Meski tak selalu berhasil.
Tetapi demikian, selama musim 2024-2025 ini, gaya bermain Liverpool sejak era Jurgen Klopp Berbarengan gegenpressing-nya, menyebar luas ke mana-mana, termasuk Bournemouth, dan juga Nottingham Forest yang merupakan versi paling ekstrem dari pendekatan bermain yang menekankan transisi dan serangan balik.
Faktanya, gaya bermain seperti dimainkan Bournemouth dan Forest menjadi batu sandungan besar bagi City atau tim-tim lain yang menekankan penguasaan bola.
Tim-tim ini tak saja Membangun City kalah dalam sembilan pertandingan Aliansi, tapi juga Membangun City menjadi salah satu dari tiga tim Aliansi Inggris yang paling banyak kebobolan akibat serangan balik.
Sudah Lazim
Total, 34 gol dari serangan balik bersarang di gawang The Citizens. Nomor itu hanya sedikit lebih Berkualitas dari Southampton, West Ham dan Brentford yang kebobolan 35-38 gol dari serangan balik.
Berbarengan, Newcastle, Brighton, dan Liverpool, Bournemouth adalah tim yang kerap memporak porandakan City dari skema serangan balik, Tamat Guardiola Berbicara bahwa “sepak bola modern Ketika ini adalah sepak bola yang dimainkan oleh Bournemouth, Newcastle, Brighton, dan Liverpool.”
Sepak bola modern, kata Guardiola, tak Kembali tergantung kepada posisi dan Penguasaan penguasaan bola.
Nyatanya, tim-tim seperti Bournemouth, sebagaimana terlihat dalam perempatfinal Piala FA melawan City pada 30 Maret, selalu Mempunyai Metode dalam mengatasi kesenjangan dalam penguasaan bola.
Caranya, dengan bermain menekan dan berenergi tinggi yang dengan Metode itu Musuh yang menguasai bola terteror Kepada kemudian kehilangan kontrol dan dipaksa Kepada salah umpan.
Begitu tim-tim semacam ini balik mencuri bola, maka mereka akan serentak menyerang balik dengan memanfaatkan ketidaksiapan barisan pertahanan Musuh yang sudah terlampau maju, akibat menerapkan garis pertahanan tinggi.
Fenomena semacam ini sudah menjadi Corak Lazim Aliansi Inggris, paling Kagak selama musim ini. Semakin banyak tim yang bertumpu pada serangan balik, yang kerap diawali dengan mengundang sebuah tim maju terlalu dalam ke pertahanan lawannya.
Hasilnya, berdasarkan statistik yang dikeluarkan Opta belum Lamban ini, selama musim 2024-2025 jumlah tembakan ke arah gawang yang bermula dari serangan balik yang Segera Melewati musim-musim lainnya.
Angkanya mencapai rata-rata 1,84 tembakan ke arah gawang per pertandingan, dengan rata-rata gol yang dihasilkan sebanyak 0,3 gol per pertandingan.
Proporsi tembakan ke gawang dari skema serangan balik juga menjadi yang terbesar dibandingkan dengan tembakan ke arah gawang dari skema-skema lain.
Angkanya mencapai 10,2 persen, dengan proporsi gol tercipta 7,1 persen.
Nomor-Nomor ini menjadi menarik Kepada didalami, karena menguakkan fakta mengenai suksesi besar dalam Metode bagaimana sepak bola kompetitif didekati.
Lagi Terdapat 91 pertandingan Aliansi Inggris tersisa musim ini. Laga-laga itu Dapat menjadi petunjuk lebih jauh mengenai tergugatnya pendekatan yang menekankan Penguasaan penguasaan bola.
Sumber : Antara

