
DI usianya yang ke-77 tahun pada 1 Juli 2023, transformasi dan reformasi kelembagaan, struktural, dan kultural Kepolisian Republik Indonesia (Polri) sebagai institusi sipil penegak dan pelindung hak asasi Sosok (HAM) harus Lanjut ditingkatkan dan diperbaiki.
Mewujudkan kepolisian sebagai institusi sipil yang akuntabel dan kredibel ialah amanat Reformasi pascapemisahan Polri dan TNI. Tetapi, perjalanan dalam melaksanakan mandat tersebut Lagi menemui banyak tantangan Berkualitas secara internal maupun eksternal. Kepolisian harus Lanjut dan Kagak boleh berhenti memperkuat mandat dan kinerjanya, meskipun tingkat kepercayaan publik Lanjut membaik.
Kepolisian Mempunyai wewenang yang sangat luas dan Variasi sehingga harus Lanjut bertransformasi agar menjadi institusi berkultur sipil bukan militer dan otoriter. Dalam Pasal 14, Pasal 15, dan Pasal 16 Undang-Undang Nomor 2 2002 tentang Kepolisian Negara Republik Indonesia, kepolisian setidaknya Mempunyai 48 tugas dan wewenang. Belum Tengah Kalau ditambah dengan kewenangan dalam undang-undang lain yang sifatnya Spesifik. Tugas dan wewenang kepolisian Kagak hanya terkait dengan penegakan hukum, tetapi juga pemeliharaan keamanan dan ketertiban masyarakat, serta pelayanan masyarakat.
Polri Lagi harus berbenah dan memperbaiki diri karena Variasi bentuk dan jenis kekerasan Lagi dilakukan Personil kepolisian, sebagaimana terjadi dalam kasus Ferdy Sambo dan kelompoknya. Tiba Demi ini, kepolisian menjadi lembaga negara yang paling banyak diduga melanggar hak asasi Sosok (HAM), setidaknya berdasarkan pengaduan masyarakat ke Komnas HAM. Berdasarkan data pengaduan yang diterima Komnas HAM, pada 2019, Komnas HAM mendapat pengaduan dugaan pelanggaran HAM oleh kepolisian sebanyak 774 kasus, 758 kasus pada 2020, 728 kasus pada 2021, dan 861 kasus pada 2022.
Kewenangan yang sangat luas tersebut diduga sebagai Unsur yang memicu dan membuka Kesempatan banyaknya pengaduan dugaan pelanggaran HAM oleh kepolisian. Kewenangan yang besar minus kapasitas, integritas, dan pengawasan akan bermuara pada penyalahgunaan wewenang dan pelanggaran HAM.
Bentuk pelanggaran HAM oleh kepolisian yang diadukan masyarakat ke Komnas HAM, di antaranya terkait dengan administrasi penyelidikan dan penyidikan dan pelanggaran due process of law. Bentuk tindakannya meliputi penangkapan dan penahanan secara semena-mena, tersangka yang Kagak disediakan pendamping hukum, penyelidikan/penyidikan yang diskriminatif, kekerasan, penyiksaan, dan tindakan semena-mena.
Dipenuhi dan dilindunginya HAM ialah fondasi bagi terwujudnya masyarakat dan negara yang berbasis pada tatanan yang berdasarkan pada hukum (rule of law) yang demokratis. Dalam bangunan rule of law, kepolisian ialah aktor Krusial dalam sistem hukum pidana. Kepolisian berada di garda terdepan dalam sistem hukum pidana, selain Kejaksaan, advokat, dan badan peradilan.
Penegakan hukum yang profesional berbasis HAM ialah tantangan terbesar bagi kepolisian. Diperlukan sinergi penegakan hukum antara kepolisian dan lembaga penegak hukum lain. Demi ini tiap-tiap lembaga penegak hukum Lagi mempergunakan paradigma yang sektoral dan ego sentris. Hal itu misalnya dalam konsep dan penerapan keadilan restoratif yang Lagi berbeda-beda.
Sebagai lembaga yang berada di hulu penanganan kasus, kepolisian harus profesional dan mengedepankan HAM sehingga berkualitas dalam menyelidiki dan menyidik kasus, berdasarkan pada fakta yuridis, sosiologis, keilmuan, dan memenuhi prinsip keadilan substantif, bukan hanya formil. Penyelidik dan penyidik kepolisian dalam menangani perkara agar Kagak berdasarkan atas interpretasi hukum secara subjektif, harus Bisa memahami dengan Berkualitas prinsip dan Kebiasaan HAM.
Dalam hal ini, Polri agar merujuk pada Standar Kebiasaan dan Pengaturan (SNP) tentang Hak Memperoleh Keadilan yang diterbitkan Komnas HAM. Di antaranya ialah wajib memberikan perlindungan Spesifik bagi Golongan rentan dan marginal, seperti anak-anak, Perempuan, masyarakat adat, dan penyandang disabilitas.
Kualitas dan akuntabilitas penyelidikan dan penyidikan oleh kepolisian akan menentukan proses penegakan hukum yang substantif dan menegakkan HAM. Kepolisian memegang kewenangan dan tanggung jawab yang sangat besar, Demi mewujudkan Cita-cita masyarakat akan penegakan hukum yang berkualitas, profesional, dan mengayomi masyarakat atau nondiskriminatif.
Sebagai penegak hukum yang terdepan, kepolisian menjadi Paras negara dalam penegakan HAM. Berkualitas dan buruknya hukum dan situasi HAM dari perspektif masyarakat akan dilihat dari bagaimana kepolisian menghadirkan rasa keadilan pada masyarakat, khususnya ketika menjalankan tugas penegakan hukum. Kepolisian harus ramah, berempati, dan menjadi pelayan publik yang bersahabat dengan masyarakat dengan menjadi penegak dan pelindung HAM.
Masyarakat merindukan pejabat dan Personil kepolisian yang jujur, human, dan rendah hati (humble). Kerinduan masyarakat akan polisi yang Berkualitas dan jujur ini ialah tantangan bagi Polri Demi mewujudkannya Berkualitas secara top down dan bottom up. Secara top down, para pejabat kepolisian dari tingkat pusat Tiba di daerah harus Bisa menjadi Teladan bagi anak buahnya. Teladan itu selain dalam bentuk perilaku yang sederhana dan human, juga dalam bentuk kebijakan yang Bisa menekan potensi penyalahgunaan wewenang setiap Personil kepolisian pada setiap Strata.
Sementara itu, secara bottom up, polisi-polisi yang jujur dan human harus dipromosikan, sebagai bentuk pembuktian bahwa polisi Berkualitas dan jujur adalah keniscayaan yang Bisa ditunjukkan oleh setiap personel kepolisian. Personil kepolisian yang berkinerja Berkualitas harus diapresiasi dan diberikan rewards yang memadai dan sebaliknya, misalnya melalui Hoegeng Awards.
Komitmen kuat dari Kapolri serta keteladanan pimpinan Polri di setiap Strata dan kesatuan sangat Krusial dalam meneguhkan komitmen kepolisian sebagai pelindung dan penegak HAM. Peningkatan kapasitas dan kapabilitas Personil kepolisian atas HAM harus Lanjut dilakukan dan ditingkatkan di Sekalian Strata melalui jalur-jalur pendidikan kepolisian. Hal itu agar optimal, dilakukan bekerjavsama dengan lembaga pengawas seperti Komnas HAM. Mewujudkan kepolisian sebagai penegak HAM ialah keniscayaan, bukan sebuah utopia.

