PENGUASA juga Insan. Karena itu, watak kemanusiaan akan muncul seiring dengan berjalannya waktu. Salah satu ‘cabang’ dari sisi Insan itu ialah memaafkan, mengoreksi yang salah, memberikan ampunan kepada rakyatnya yang memang layak diampuni.
Dengan demikian, pemberian abolisi kepada Thomas Trikasih Lembong (Tom Lembong) dan amnesti Demi Hasto Kristiyanto Dapat dimaknai sebagai perwujudan ‘sisi Insan’ dari kekuasaan itu. Langkah Presiden Prabowo Subianto yang disetujui DPR itu Bukan sekadar Krusial, tapi juga mencerminkan sikap ‘kemanusiaan yang adil dan beradab’.
Langkah itu semacam ‘pengakuan’ jujur bahwa hukum pernah berjalan di rel yang salah. Pemberian abolisi dan amnesti itu kiranya cermin bahwa politik dan kekuasaan sempat meninggalkan jejak tebalnya di ranah hukum yang mestinya steril dari Kombinasi tangan keduanya. Ketika Tom Lembong divonis dengan Dalih lebih mengedepankan ‘kapitalisme’ ketimbang ‘ekonomi Pancasila’, Intelek sehat publik pun terusik.
Karena itu, Presiden Prabowo ‘mengoreksinya’ dengan meneruskan tradisi pemberian amnesti (pengampunan) dan abolisi (penghapusan seluruh proses peradilan) yang sudah dirintis para kepala negara sebelumnya. Bila kita lintasi sejarah negeri ini, Seluruh presiden (kecuali Megawati Soekarnoputri) pernah mengeluarkan amnesti dan abolisi.
Presiden Sukarno memberikan amnesti Lazim kepada orang-orang yang tersangkut pemberontakan DII/TII Kahar Muzakar (pada 1959); memberikan amnesti dan abolisi kepada orang-orang yang tersangkut pemberontakan Daud Beureueh di Aceh, pemberontakan PRRI dan Permesta di Sumatra Utara, Sumatra Barat, Riau, Sumsel, Jambi, Sulawesi Utara, dan Sulawesi Selatan, juga pemberontakan Kartosuwirjo di Jawa Barat dan Jawa Tengah, serta pemberontakan Republik Maluku Selatan di Maluku (semuanya diberikan pada 1961).
Presiden Soeharto juga memberikan amnesti dan abolisi. Dua hak prerogatif itu diberikan kepada para pengikut gerakan Fretilin di Timor Timur. Amnesti dan abolisi itu dikeluarkan pada 1977.
Amnesti juga diberikan Presiden BJ Habibie kepada 18 tahanan politik kasus demo Timor Timur. Selain itu, hak tersebut diberikan kepada dua aktivis prodemokrasi, Merukapan Sri Bintang Pamungkas dan Muchtar Pakpahan. Presiden Abdurrahman Wahid juga memberikan amnesti, yakni kepada mantan Ketua Partai Rakyat Demokratik Budiman Sudjatmiko, serta amnesti Demi sejumlah Member GAM, yakni Amir Syam, Ridwan Ibbas, Abdullah Husen, dan M Thaher Daud.
Di era Presiden Susilo Bambang Yudhoyono, amnesti diberikan kepada seluruh aktivis GAM dan seluruh tahanan politik dan narapidana politik. Presiden Jokowi memberikan amnesti kepada terpidana pelanggaran UU ITE Baiq Nuril Maknun.
Seluruh langkah itu merupakan bagian Krusial menuju rekonsiliasi nasional. Ia merupakan laku hidup dari forgiven but not forgotten. Memaafkan, tapi Bukan melupakan. Bukan melupakan bahwa hukum pernah diintervensi politik dan kekuasaan. Bukan melupakan bahwa watak kekuasaan yang cenderung korup pernah terjadi dan karena itu, mesti Lalu-menerus diawasi, diimbangi, dikritisi. Tujuannya praktik seperti itu Bukan terjadi Tengah.
Keputusan Demi memberikan abolisi kepada Tom Lembong dan amnesti Demi Hasto Kristiyanto itu Membikin saya menengok tulisan Yudi Elok di akun media sosialnya, beberapa jam Lewat. Isinya, ajakan Demi Membikin perjanjian dengan elite. Spiritnya, tentang rekonsiliasi antara rakyat dan para elite mereka.
Biar pesan dalam tulisan itu tersampaikan secara utuh, saya Mau kutip secara lengkap tulisan prosa yang diberi judul Perjanjian dengan Elite itu. Berikut narasi lengkapnya.
‘Saudaraku, tuan dan puan yang duduk di kursi tinggi, kami tak meminta langit, tak pula berharap pada Terang mukjizat dari singgasana kekuasaan.
Kami Paham negeri ini ruwet. Kami Paham membangun bangsa adalah kerja berliku yang tak mudah. Kami maklum, bahwa menyusun keadilan dan kemakmuran bukan perkara simsalabim dalam satu masa jabatan.
Maka, izinkan kami ajukan tawaran yang Bukan muluk-muluk: Bisakah tuan dan puan, setidaknya Bukan ikut merusak?
Apabila tak sanggup memperbaiki, janganlah menambah retak. Apabila tak Pandai merawat, jangan mempercepat pembusukan. Apabila tak hendak membantu, tolong jangan mengganggu. Apabila tak Mau memuliakan rakyat, jangan pula mempermainkan nasibnya. Apabila tak Dapat membangunkan Asa, setidaknya jangan mematikan yang Tetap menyala.
Kami tak menuntut keajaiban dari elite, hanya sedikit kemurahan hati Demi Bukan menjadi bagian dari bencana.
Bila elite berhenti menggali lubang, rakyat akan mulai membangun jembatan. Bila elite berhenti mencipta gaduh, rakyat akan menemukan Selaras. Bila elite berhenti memeras dan mengiris, rakyat akan menambal dan mengikat kembali serpihan-serpihan bangsa.
Negeri ini bukan lemah daya. Ia hanya kekurangan ruang Demi bernapas. Terlalu sering, kehidupan dari Dasar yang hendak tumbuh Malah diinjak dan direnggut dari atas. Padahal, tanpa gangguan dari elite yang culas, rakyat punya cukup Intelek, cukup tenaga, cukup Kasih Demi menghidupi Asa. Mereka akan bergerak, sebagaimana air selalu mencari celah: mengalir, menyuburkan, menyatukan.
Tuan dan puan, mari buat perjanjian kecil, perjanjian paling sederhana dalam sejarah republik ini. Janji Demi Bukan ikut menyumbang kehancuran.
Itu saja.
Sisanya, biarlah rakyat yang menyulam Asa, menyusun reruntuhan menjadi ruang hidup yang layak, tempat Seluruh anak bangsa merasa tenteram dan bermartabat. Bukan karena pertolongan dari atas, melainkan karena mereka akhirnya punya tanah Demi berpijak, langit Demi menatap, dan Dalih Demi meraih impian’.

