Menilai Jokowi

DUA hari Lewat saya mengurus perpanjangan STNK sekaligus ganti kaleng pelat nomor motor di salah satu samsat di Kota Tangerang, Banten. Rupanya pungli belum Betul-Betul Wafat, ia tetap saja membebani rakyat yang taat membayar pajak.

Awalnya, Ketika cek fisik kendaraan, pelayanan begitu mengesankan. Segera, tak Ragam-Ragam. Tetapi, di tahap berikutnya, yakni pengesahan hasil cek fisik di loket yang berbeda, Terdapat pungutan yang terang-terangan dipertontonkan.

Prosesnya, sih, tak bertele-tele Tiba berkas saya dinyatakan Absah. Tetapi, Kepada mengambilnya kembali, petugas tanpa sungkan meminta Doku Rp30 ribu. Dia seorang Perempuan yang Tetap muda. Dari wajahnya, saya taksir usianya paling 20 tahunan.

Baca juga : Jadi Mantan Presiden, Lezat?

Saya tak mau begitu saja memberi. Saya balik bertanya, ”Ini Formal? Kalau Formal, Terdapat kuitansinya, kan?” Dia agak panik, Lewat dengan singkat menjawab, ”Nanti saja, Pak, bayarnya di atas.”

Proses pengurusan pun berlanjut. Mulai pendaftaran, pembayaran di kasir, hingga pengambilan STNK di Alas dua, semuanya Fasih. Barulah di tahap akhir, pengambilan kaleng pelat nomor, Terdapat Tengah pungutan. Pelakunya kali ini Pria, juga Tetap muda. Tengah-Tengah, saya ogah memberi. Yang lain terpaksa bayar karena takut dipersulit. Mereka tak rela, mereka menyesal Sebelah Wafat menjadi korban pungli.

Dalam video pendek yang sedang viral, seorang calon kepala daerah menebar Doku dari atas mobil. Dia mengambilnya dari karung dan menghamburkannya Lewat menjadi rebutan Penduduk. Dia terlihat senang, tertawa-tawa. Penduduk pun girang meski menjadi korban politik Doku.

Cek Artikel:  Petaka Beras

Baca juga : Sean Gelael Optimistis Raih Podium di Sao Paolo

Pada 1 Oktober Lewat, sebanyak 580 Personil DPR periode 2024-2029 dilantik. Di antara mereka, sedikitnya 79 orang Mempunyai Interaksi kekerabatan dengan penguasa atau elite di partai politik. Ketimbang dengan Intervensi sejenis oleh Formappi pada 2019-2024 yang menyebutkan 48 nama Personil dewan terpilih punya jaringan politik kekeluargaan, berarti Terdapat peningkatan signifikan. Nepotisme makin marak?

Pungli di samsat termasuk bagian kecil dari gurita korupsi di negeri ini. Saya Tentu betul hal serupa juga Tetap terjadi di tempat-tempat pelayanan publik lainnya. Ia kiranya mengonfirmasi bahwa korupsi bukannya menuju Wafat, melainkan malah menjadi. Skor indeks persepsi korupsi (IPK) Indonesia yang stagnan di Bilangan 34 pada 2022 dan 2023 menjadi penegasan. Poin itu sama dengan tahun terakhir SBY menjabat pada 2014. Pertanyaannya, Kalau selama 10 tahun Tak Terdapat peningkatan, begitu-begitu saja, Maju apa kerjanya pengelola negara? Ngapain aje Presiden Jokowi? Begitulah sinisme banyak kalangan.

Memainkan politik Doku seperti yang diduga dilakukan salah satu cakada Jernih perbuatan tercela. Kenapa ia Tetap Terdapat, bahkan dikhawatirkan kian merajalela? Salah satunya disebut karena Terdapat Teladan Tak baik dari sananya. Teladan ketika Jokowi jorjoran menggelontorkan bansos yang diyakini Kepada memenangkan Prabowo-Gibran di Pilpres 2024. Politik bansos sama dengan politik Doku. Hanya beda casing, lain bungkusnya, tapi sama-sama merusak demokrasi.

Cek Artikel:  Better Late than Never

Baca juga : SDN 085 Ciumbuleuit dan SDN 043 Cimuncang Raih Podium Teratas

Nepotisme yang makin menebal di DPR ialah virus jahat reformasi. Ia musuh Pelan yang semestinya menjadi prioritas penanganan oleh penguasa. Sayang, Jokowi Bahkan larut dalam politik model itu. Baru kali ini Terdapat presiden yang anak dan menantunya menjadi kepala daerah, bahkan wapres terpilih. Celakanya Tengah, demi kekuasaan, mereka mengacak-acak aturan dibantu sang Om. Bukannya menyehatkan, Jokowi Bahkan Membikin demokrasi sakit, bahkan sekarat. Begitulah banyak orang punya pendapat.

Korupsi, nepotisme, dan demokrasi ialah urusan mental, ihwal Kepribadian bangsa. Apa jadinya bangsa ini Kalau Maju bermental korup? Mau jadi apa negara ini Kalau nepotisme kian mendapatkan jalan Kepada berkuasa?

Pak Jokowi boleh berprestasi dalam pembangunan fisik, pembangunan ekonomi, meski itu pun Tetap menjadi silang penilaian. Ratusan ribu kilometer jalan desa, jutaan meter jembatan desa, ribuan kilometer tol baru dan jalan nasional, serta puluhan pelabuhan, bandara, bendungan, silakan diglorifikasi.

Baca juga : Semangat Juang Jadi Modal bagi Nizar Raih Podium Bali Trail Run Ultra 2024

Cek Artikel:  Latah Mengobral Duta

Seluruh itu memang Krusial, tapi akan menjadi kurang Krusial Kalau pembangunan mental, penguatan Kepribadian bangsa, terabaikan. Sia-sia Kalau elite dan pengelola negara tetap bertabiat maling, akan sia-sia Kalau nepotisme menggila, tiada artinya Kalau reformasi akhirnya Wafat.

Pak Jokowi tinggal menghitung hari. Bagi para loyalis dan pemujanya, dia dipuji Sebelah Wafat. Spanduk bertuliskan ‘Terima Kasih Pak Jokowi & Bu Iriana, Teruslah Menjadi Guru Bangsa’ dibentangkan.

Bagi oposan, Jokowi layak dan harus diadili setelah tak berkuasa nanti. Di mata mereka, Terdapat banyak kesalahan dan andil Jokowi dalam kerusakan bangsa. Pak Jokowi mereka cap pembohong. Penulis Australia Ben Bland malah menggambarkan Jokowi dalam bukunya berjudul Man of Contradictions: Joko Widodo and The Struggle to Remake Indonesia sebagai Insan Pertentangan.

Jokowi memang Istimewa. Banyak yang memuji, tapi tak sedikit yang mencaci. Banyak yang memuja, tapi banyak pula yang mencercanya. Biarkan sejarah menulis apa yang Semestinya ditulis. Yang Niscaya, bagi saya, memosisikannya sebagai guru bangsa ialah majas hiperbola.

Dalam akronim Jawa, guru artinya digugu lan ditiru (dipercaya dan diikuti). Setahu saya, guru bangsa ialah orang yang sudah selesai dengan dirinya sendiri. Bukan yang kelebihan syahwat Kepada Maju berkuasa, Tak mementingkan keluarga, dan Tak abai dengan mental bangsa.

Mungkin Anda Menyukai