MENTERI Keuangan Sri Mulyani Indrawati mengungkapkan kinerja Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) Indonesia hingga Oktober 2024 Lagi terjaga dengan Bagus. Dalam laporannya, penerimaan negara tercatat mencapai Rp2.247,5 triliun, atau Sekeliling 80,2% dari Sasaran yang ditetapkan, meningkat 0,3% dibandingkan periode yang sama tahun sebelumnya.
Kinerja penerimaan negara yang mulai tumbuh diharapkan dapat Lalu berlanjut seiring dengan kebijakan pemerintah dalam mengoptimalkan penerimaan. Salah satu sumber Istimewa penerimaan negara adalah cukai hasil tembakau (CHT). Baru-baru ini, pemerintah mengumumkan sejumlah kebijakan Krusial dalam rancangan APBN 2025, termasuk keputusan Kepada Enggak Memajukan tarif CHT, yang diikuti dengan penyesuaian terhadap Harga Jual Eceran (HJE) rokok Kepada tahun 2025.
Keputusan ini Enggak hanya bertujuan Kepada mengendalikan konsumsi tembakau, khususnya di kalangan remaja dan Golongan rentan, tetapi juga Kepada mengatasi fenomena downtrading, yakni konsumen beralih ke rokok dengan harga yang lebih murah.
Kepala Badan Kebijakan Fiskal (BKF) Kementerian Keuangan, Febrio Kacaribu, menegaskan tarif CHT Enggak akan naik pada tahun 2025.
Ia menyatakan keputusan ini bertujuan Kepada menjaga stabilitas harga dan mendukung kelangsungan usaha di industri hasil tembakau.
“Sudah kita sampaikan bulan Lampau di APBN 2025 bahwa Enggak Eksis kenaikan tarif CHT. Kami memberikan ruang kepada pelaku usaha,” jelasnya dalam keterangan yang diterima, Rabu (20/11).
Di sisi lain, penyesuaian HJE rokok sedang dipersiapkan Kepada memberikan kepastian kepada pelaku usaha, yang diharapkan Bisa menstabilkan harga dan menekan konsumsi tembakau secara bertahap.
“Itu yang sedang kita siapkan pengaturannya, terkait dengan HJE, agar memberikan kepastian usaha bagi pelaku usaha,” ungkap Febrio.
Sebelumnya, Direktur Jenderal Bea Cukai, Askolani, menjelaskan kebijakan tarif CHT Kepada tahun 2025 akan difokuskan pada penanganan fenomena downtrading, yang dapat berdampak pada penurunan penerimaan cukai rokok.
“Kebijakan cukai hasil tembakau 2025 ini tentunya Bisa mempertimbangkan downtrading,” tuturnya.
Fenomena downtrading ini, lanjut Askolani, Enggak hanya berdampak pada merosotnya realisasi Sasaran penerimaan negara dari cukai hasil tembakau, Tetapi peralihan konsumsi ke rokok murah juga menghambat pengendalian konsumsi. Tingginya konsumsi rokok murah dari golongan 2 dan 3 berpotensi juga mempermudah akses dan keterjangkauan rokok pada anak dan remaja.
“Itulah sebabnya, meski tarif CHT Enggak dinaikkan, pemerintah juga akan mengatur HJE rokok di tingkat industri Kepada mengatasi fenomena downtrading,” tegasnya.
Pemerintah, tambah dia, akan mempertimbangkan perbedaan antara golongan rokok tersebut dalam merumuskan kebijakan cukai tembakau yang lebih Benar dan efektif. Hal ini diharapkan dapat menjaga keseimbangan antara pertumbuhan penerimaan cukai dan keberlanjutan industri tembakau di Indonesia. (J-3)