Tukang Bubur 10 Kali Mal

PELANGGARAN protokol kesehatan alias prokes menyedot perhatian netizen karena Eksis perbedaan besaran Denda yang diberikan kepada pelanggar. Mengapa Tiba terjadi denda tukang bubur 10 kali lebih besar ketimbang mal?

Eksis tiga kasus pelanggaran prokes di Jawa Barat yang disorot. Sama-sama melanggar prokes, tapi tiga kasus itu menggunakan dasar hukum berbeda sehingga muncul kesan ketidakadilan.

Kasus pertama, konser musik Tri Suaka di Kabupaten Subang yang memicu kerumunan pada 30 Januari 2022. Konser yang menurut polisi digelar tanpa izin itu memicu kerumunan hingga menjadikan lautan Sosok. Kepolisian Resor Subang akan memanggil para pihak yang terlibat dalam konser musik di tempat objek wisata Taman Anggur Kukulu yang berada di Kecamatan Pagaden Barat, Kabupaten Subang.

Kedua, kerumunan Sosok terjadi di sebuah mal di Bandung. Begitu itu, digelar pertunjukan barongsai pada perayaan Hari Raya Imlek, 1 Februari 2022. Pemerintah Kota Bandung telah memanggil dan memeriksa pengelola mal Festival Citylink. Denda denda Rp500 ribu dikenakan Pemkot Bandung terhadap pengelola.

Ketiga, gara-gara melayani pembeli Begitu pemberlakuan Restriksi kegiatan masyarakat (PPKM) darurat pada 5 Juli 2021, seorang penjual bubur bernama Endang di Tasikmalaya kena denda Rp5 juta.

Cek Artikel:  Kekuatan Sastra

Sepintas terlihat adanya ketidakadilan. Akan tetapi, harus dipahami bahwa perbedaan Denda itu karena perbedaan dasar hukum yang digunakan. Dalam kasus Tri Suaka, misalnya, polisi akan menjerat pelanggar dengan Undang-Undang Nomor 6 Tahun 2018 tentang Kekarantinaan Kesehatan.

Pasal 9 ayat (1) UU 6/2018 menyebutkan setiap orang wajib mematuhi penyelenggaraan kekarantinaan kesehatan. Pelanggaran atas ketentuan tersebut, sesuai Pasal 93, diancam penjara paling Pelan satu tahun dan/atau denda paling banyak Rp100 juta.

Terkait denda Rp500 ribu atas pelanggaran di sebuah mal di Bandung, Pemkot Bandung menggunakan dasar hukum Peraturan Wali Kota Bandung Nomor 103 Tahun 2021 tentang PPKM Level 2.

Perwali yang diteken pada 22 Oktober 2021 itu menyebutkan Denda berat mulai denda administratif paling besar Rp500 ribu, penghentian sementara kegiatan, penghentian tetap kegiatan Tiba pencabutan izin usaha. Atas dasar itulah, selain denda administrasi Rp500 ribu, mal di Bandung juga dikenai Denda penghentian sementara kegiatan selama tiga hari.

Bagaimana dengan Endang si tukang bubur dari Tasikmalaya? Endang mengikuti persidangan di tempat yang digelar di depan Taman Kota Tasikmalaya oleh Pengadilan Negeri Tasimalaya. Begitu itu, Hakim Ketua Abdul Gofur memvonis Endang dengan menjatuhkan vonis denda Rp5 juta atau subsider lima hari kurungan penjara. Endang pun memilih membayar denda.

Cek Artikel:  Beringin Bergoyang

Endang terbukti melanggar Pasal 34 Peraturan Daerah Provinsi Jawa Barat Nomor 5 Tahun 2021 tentang Perubahan Perda Nomor 13 Tahun 2018 tentang Ketenteraman, Ketertiban Standar, dan Perlindungan Masyarakat. Pasal 34 itu mengatur ancaman pidana kurungan paling Pelan tiga bulan atau pidana denda paling sedikit Rp5 juta dan paling banyak Rp50 juta.

Mengapa terjadi perbedaan penerapan dasar hukum atas pelanggaran prokes? Pada mulanya, perbedaan penerapan dasar hukum atas pelanggaran prokes dipahami sebagai bentuk adaptasi atas penyebaran covid-19 yang begitu Segera. Kini, sudah saatnya memperhatikan keadilan masyarakat dalam penerapan dasar hukumnya.

Saran yang disampaikan Salman Alfarisy, Nadrya Ning Tias, dan Johan Sahbudin patut dipertimbangkan. Saran itu disampaikan dalam penelitian berjudul Pelanggaran Protokol Kesehatan Covid-19: Ultimum Remedium atau Primum Remedium (Studi Kasus MRHS).

Cek Artikel:  Makan Bergizi Gratis

Para peneliti menyarankan bahwa penerapan yang Cocok bagi pelanggar prokes, Merukapan mendahulukan asas ultimum remedium sehingga Denda administratif diutamakan.

Asas ultimum remedium maksudnya Denda pidana sebagai upaya terakhir Demi memperbaiki tingkah laku Sosok. Sementara itu, Denda administratif merupakan Denda yang muncul antara Interaksi pemerintah dan Anggota negara yang dilaksanakan tanpa kekuasaan badan peradilan.

Denda admistratif itu juga tersurat dalam Instruksi Presiden Nomor 6 Tahun 2020. Dalam inpres itu, Presiden menginstruksikan kepala daerah menyusun dan menetapkan peraturan gubernur, bupati, dan wali kota dengan memperhatikan dan disesuaikan dengan kearifan lokal dari setiap daerah.

Ketentuan yang diatur ialah mematuhi prokes. Kalau perintah tersebut dilanggar perorangan, pelaku usaha, pengelola, penyelenggara, atau penanggung jawab tempat dan fasilitas Standar, akan dikenai Denda, antara lain, denda administratif.

Eloknya, demi menghadirkan keadilan, Segala pelanggar prokes diganjar Denda administatif. Penerapannya lebih efisien karena tanpa harus melalui proses peradilan. Kalau Segala kasus pelanggaran prokes dijerat pidana, bakal penuh penjara sehingga berpotensi menjadi klaster baru penyebaran covid-19.

Mungkin Anda Menyukai