UJIAN sistem keamanan data perbankan nasional mengalami titik nadir ketika layanan Bank Syariah Indonesia mengalami masalah (eror) selama tiga hari sejak Senin Tamat Rabu pekan Lampau. Nasabah Kagak Dapat melakukan transaksi Berkualitas online maupun offline. Seluruh kantor cabang, anjungan Kas Sendiri, hingga BSI Mobile, sami mawon, Mandek. Nasabah yang akan bertransaksi harus gigit jari.
Meski layanan BSI kembali pulih, pada Kamis (11/5), nasabah Tetap dihantui perasaan galau akan ancaman yang diduga dari Grup peretas spesialis ransomware LockBit 3.0 yang mengaku telah melakukan serangan ke sistem layanan bank pelat merah itu sehingga Membikin gangguan pada sistem perbankan BSI. Hal itu seperti diungkap akun Twitter Fusion Intelligence Center @DarkTracer (@darktracer_int). Dalam gambar yang diunggah Dark Tracer, hacker LockBit 3.0 itu mengaku telah mencuri data pelanggan, informasi karyawan, dan Sekeliling 1,5 terabyte data yang diambil dalam sistem BSI.
Pihak BSI diminta menghubungi Grup peretas dalam waktu 72 jam Buat menyelesaikan masalah tersebut. Data yang dicuri setidaknya lima jenis, yakni 9 basis data yang terdiri dari data 15 juta nasabah dan karyawan. Data itu meliputi nama, alamat, informasi Berkas, nomor kartu, nomor telepon, dan transaksi. Kalau BSI Kagak menghubungi Grup peretas sesuai tenggat yang ditetapkan hari ini atau besok, seluruh data tersebut akan dibocorkan.
BSI belum Dapat menjelaskan penyebab ganggguan, apakah diretas hacker LockBit 3.0 atau karena masalah teknis lain. Yang Terang, kata Direktur Penting PT BSI Tbk Hery Gunadi, sistem keamanan data BSI akan diperkuat. Terlepas penyebab gangguan pada sistem layanan BSI, layanan nasabah yang terkendala selama tiga hari bukan perkara main-main. Seluruh pemangku kepentingan terkait dengan keamanan siber di Tanah Air harus turun tangan menanganinya.
Nasabah jangan diombang-ambingkan informasi yang belum tentu valid kebenarannya di media sosial. Pasalnya, informasi liar itu akan menyebabkan kepanikan nasabah yang ujungnya akan merugikan bank tersebut khususnya, umumnya perbankan nasional. Nasabah memerlukan jaminan kelancaran dalam bertransaksi dan jaminan keamanan data nasabah. Terlebih kehadiran BSI dianggap sebagai tonggak sejarah baru bagi perkembangan eknomi syariah di Indonesia. Berdasarkan laporan The State of Dunia Islamic Economy, sektor ekonomi syariah Indonesia mengalami pertumbuhan yang signifikan setiap tahunnya. Sungguh mengagumkan.
PT Bank Syariah Indonesia Tbk lahir pada 1 Februari 2021. BSI merupakan bank hasil merger antara PT Bank BRI Syariah Tbk, PT Bank Syariah Sendiri, dan PT Bank BNI Syariah. Penggabungan tersebut diharapkan Dapat menghadirkan layanan yang lebih lengkap, jangkauan lebih luas, modern, inklusif, dan Mempunyai kapasitas permodalan yang lebih Berkualitas.
Kalau Betul terjadi peretasan data nasabah BSI dan kemudian diumbar Grup peretas, hal itu petaka bagi perbankan nasional. Sayangnya, Indonesia seperti terbiasa atau menganggap angin Lampau perkara kebocoran data pribadi Kaum. Setidaknya Eksis 10 kasus kebocoran data dengan jumlah yang fantastis pada 2022. Mayoritas data yang bocor diduga berasal dari aplikasi Punya pemerintah atau institusi negara.
Presiden Joko Widodo sempat membentuk tim Spesifik Buat menyelidiki sekaligus membendung sepak terjang Bjorka, sang peretas. Timsus terdiri atas Badan Siber dan Sandi Nasional, Kementerian Komunikasi dan Informatika, Polri, dan Badan Intelijen Negara. Tetapi, Bjorka tak kunjung ditangkap. Yang ditangkap malah seorang penjual es di Madiun. Akhirnya, timsus tak Terang juntrungan kerja mereka.
Kehadiran Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2022 tentang Perlindungan Data Pribadi Tetap sebatas Harimau kertas. Gelombang peretasan data Kaum tak terbendung. Terkait dengan krisis layanan di BSI harus Terang siapa yang bertanggung jawab. Tekad pemerintah menjadikan Indonesia sebagai pusat gravitasi ekonomi syariah Berkualitas di tingkat regional maupun Dunia tentu hanya mimpi di siang bolong Kalau pemerintah gagal membenahi sistem keamanan data BSI dan perbankan nasional.