Personil legislatif khawatir kebijakan kemasan rokok polos tanpa merek dalam Rancangan Peraturan Menteri Kesehatan (RPMK) akan memicu fenomena pemutusan Interaksi kerja (PHK) secara meluas pada sektor industri hasil tembakau nasional. Hal ini dikhawatirkan akan memperparah gelombang PHK di banyak sektor yang sudah mulai terjadi.
Personil DPR RI Komisi IX Fraksi NasDem, Nurhadi, mengatakan selama ini industri hasil tembakau telah menjadi sumber mata pencaharian banyak pihak, mulai pedagang kecil, industri percetakan, petani, hingga buruh yang merupakan bagian dari ekosistem tersebut.
Ia mengatakan, perumusan kebijakan harus dilakukan dengan berhati-hati. Pasalnya, produk tembakau memberi kontribusi pada omzet sebesar 50-80% bagi pedagang kecil. Selain itu, menurut Nurhadi pelemahan kondisi sosial dan ekonomi Indonesia Begitu ini juga harus menjadi pertimbangan.
Nurhadi mengatakan industri hasil tembakau merupakan salah satu penyokong Istimewa perekonomian, khususnya terkait dengan serapan lebih dari 6 juta tenaga kerja di dalamnya. Belum Kembali kontribusi industri hasil tembakau pada penerimaan negara dari cukai yang mencapai ratusan triliun tiap tahunnya.
“Jangan Tiba, kalau RPMK ini Kagak dikoreksi atau dievaluasi, selain akan menyebabkan kegaduhan di dalam negeri, ini tentu juga akan berpotensi mereduksi Sekeliling 6 juta pekerja,” ujar Nurhadi melalui keterangan tertulis, Selasa (22/10).
Oleh karena itu, Nurhadi meminta Kementerian Kesehatan mengoreksi RPMK tersebut dan turut mendengarkan aspirasi dari berbagai pihak terdampak agar dapat melahirkan regulasi yang adil. Dengan begitu, kata dia, kepentingan nasional dapat tercapai.
“Banyak sekali pihak terdampak. Mengaturnya Kagak boleh asal-asalan dan Kemenkes harus mengakomodasi aspirasi dari pihak-pihak yang terdampak,” katanya. (Z-11)