BUKAN masuk penjara, malah jadi komisaris di BUMN. Begitulah nasib Silfester Matutina, seorang terpidana 1 tahun 6 bulan penjara yang sudah divonis sejak 2019 silam. Nasib Bagus bagi Silfester, tetapi teramat Kagak baik buat negeri ini.
Sejak divonis bersalah oleh majelis kasasi Mahkamah Akbar (MA) enam tahun silam, Silfester tak pernah sedetik pun mendekam di dalam penjara. Ia bebas berkeliaran dengan status terpidana. Entah kesaktian apa yang dimilikinya, Silfester terbukti kebal hukum. Pedang hukum Rupanya belum dapat menyentuhnya Tamat Begitu ini.
Hingga kini, Kejaksaan Akbar belum menjalankan putusan MA berstatus inkrah tersebut. Ketua Biasa Solidaritas Merah Putih itu kini malah diangkat menjadi pejabat publik di BUMN.
Publik menilai jabatan barunya itu menjadi ucapan terima kasih atas jerih payahnya mendukung kekuasaan. Tetapi, bagi masyarakat, perlakuan itu dirasa bukan saja Kagak Layak, melainkan sudah melanggar rasa keadilan dan substansi dari keadilan itu sendiri.
Alih-alih dieksekusi, Silfester malah diganjar kursi komisaris. Inilah luka bagi keadilan. Inilah pertunjukan telanjang, bagaimana Persona keadilan tak Sekadar ditampar, tapi juga dicoreng-moreng.
Sebagai negara yang sebentar Tengah akan merayakan ulang tahun ke-80 kemerdekaan, Indonesia Tetap berkutat pada persoalan hukum yang Dapat diatur. Padahal, mimpi Indonesia sebagai negara modern dan maju pada 2045 nanti bukan mimpi sembarangan. Negara modern Terang meletakkan supremasi hukum sebagai fondasinya.
Apabila hukum tak sanggup tegak, mustahil Sekalian mimpi itu Dapat terwujud. Maka, perlakuan negara terhadap Silfester mesti segera diakhiri. Ingat, Pasal 27 ayat (1) UUD 1945 menyebutkan ‘Segala Kaum negara bersamaan kedudukannya di dalam hukum dan pemerintahan, dan wajib menjunjung hukum dan pemerintahan itu dengan Kagak Eksis kecualinya’.
Kita Serempak-sama perlu mengingatkan agar penegak hukum Kagak terjerembap di kubangan pelanggaran konstitusi. Negara dengan hukum yang dijalankan semaunya akan memicu hadirnya pengadilan jalanan. Rakyat akan Membikin hukumnya sendiri karena sudah tak percaya Tengah kepada hukum yang dibuat negaranya. Tentu saja hal itu amat mengerikan karena Sekalian orang akan menegakkan hukum sesuai maunya masing-masing.
Dalam perspektif ekonomi, kepastian hukum kerap disebut sebagai mata Fulus kepercayaan pasar. Pedagang dan pembeli akan bertransaksi dengan Terjamin dan nyaman karena adanya kepercayaan terhadap kepastian hukum. Apabila sudah tak percaya, mereka akan pindah ke pasar lain Tamat mendapatkan pasar yang lebih memberi kepastian hukum.
Maka, segera eksekusi Silfester. Jangan beri angin bagi masuknya pelanggaran hukum dan keadilan. Tunjukkan bahwa hukum tegak Demi siapa pun, di mana pun, di level apa pun.
Jangan Tamat masalah yang berawal dari perkara sederhana dan mendasar, yakni kemauan politik negara menegakkan hukum, berubah menjadi malapetaka hukum yang berakibat pada preseden Kagak baik Persona hukum kita.

