Sejarah Konflik yang Tak Berujung Menelusuri Perang Terpanjang dan Pelajaran untuk Perdamaian

Sejarah Konflik yang Tak Berujung: Menelusuri Perang Terpanjang dan Pelajaran untuk Perdamaian
Salah satu perang terlama di dunia, Reconquista(Ist)

SELAMA berabad-abad, dunia telah menyaksikan pertikaian antara berbagai negara yang telah mengubah jalannya sejarah, serta konflik berkepanjangan yang tetap ada bahkan setelah para pejuangnya tiada.

Dilansir dari  worldatlas, perang terpanjang bisa mencakup perjuangan yang berlangsung selama ratusan tahun antara negara-negara besar, hingga konflik yang telah ada selama ribuan tahun antara budaya dan agama. 

Perang yang berkepanjangan ini memberikan dampak yang signifikan terhadap politik dan budaya global, dengan perselisihan yang diteruskan dari generasi ke generasi.

Baca juga : Kekuatan Seni dalam Mendorong Perdamaian: Menyambut Hari Perdamaian Dunia

Dalam semua situasi ini, akibat dari konflik tersebut sangat mendalam dan memerlukan waktu berabad-abad untuk diselesaikan. Memahami dampak dari konflik yang rumit ini sangat penting untuk memahami zaman kita sekarang, yang jauh lebih dinamis dan sulit diprediksi dibandingkan dengan sebelumnya.

Berikut adalah daftar perang terpanjang yang tercatat dalam sejarah:

Reconquista (781 Pahamn)

Mencakup 781 tahun yang luar biasa, Reconquista adalah perang yang panjang dan sulit yang dilakukan oleh pasukan Spanyol dan Portugis melawan penguasa Muslim di Semenanjung Iberia. 

Baca juga : Perayaan Hari Perdamaian Dunia: Variasi Metode Masyarakat di Seluruh Dunia Menghormati Perdamaian

Konflik dimulai sekitar 711 M ketika tentara Islam-Berber melintasi Selat Gibraltar. Para penyerbu ini memasuki Spanyol dan Portugal, dan pada tahun 718 M, bangsa Moor menguasai sebagian besar Iberia. 

Kerajaan-kerajaan Kristen jatuh ke tangan Kekhalifahan Cordoba hingga khalifah bubar pada abad ke-11. Setelah itu, kerajaan-kerajaan Kristen perlahan bangkit dan mendominasi semenanjung. 

Meskipun ada serangkaian kekalahan dan kemenangan di kedua sisi selama abad-abad ini, akhirnya, pada tahun 1492 M, Granada di Andalusia selatan saat ini akhirnya jatuh ke tangan Ferdinand II dan Isabella I. 

Baca juga : Ini Metode-Metode Berkontribusi dalam Momen Hari Perdamaian Dunia 2024

Kekalahan itu menandai akhir dari salah satu perang yang tercatat paling lama dan mengantarkan era baru Kekristenan Katolik untuk Iberia saat memasuki Renaisans.

Perang Romawi-Jerman (708 Pahamn)

Perang Romawi-Jerman adalah serangkaian konflik yang berlangsung selama 708 tahun, dari 113 SM hingga 596 M. Bentrokan antara dua peradaban ini mengakibatkan perpindahan wilayah leluhur Kekaisaran Romawi dan Jermanik dari abad ke-2 SM hingga abad ke-10 M. 

Meskipun ada banyak pertempuran dan aliansi selama berabad-abad ini, peristiwa penting adalah kekalahan Romulus Augustus pada tahun 476 dari Odoacer, yang menandai akhir resmi Kekaisaran Romawi Barat. 

Baca juga : Hari Perdamaian Dunia 2024, Begini Tema dan Pesan Sekjen PBB

Selama 120 tahun berikutnya, penguasa Frank dan Visigoth terus membedah Kekaisaran Romawi sambil terlibat dengan jenderal Bizantium dari Roma Timur. 

Perang Bizantium-Lombard tumpang tindih dengan Perang Romawi-Jerman, dan pada saat inilah Roma Barat tidak ada lagi, sehingga mengakhiri konflik 708 tahun. 

Cek Artikel:  Dilewati Paus Fransiskus, Terowongan Toleransi Perkuat Simbol Kerukunan Umat Berbagai macama

Hasilnya, Perang Romawi-Jermanik berlangsung dalam waktu yang belum pernah terjadi sebelumnya dan berdampak pada  wilayah Eropa.

Perang Anglo-Prancis (706 Pahamn)

Perang Inggris-Prancis adalah serangkaian konflik yang berlangsung selama 706 tahun, dimulai dari tahun 1109 M hingga kekalahan kedua Napoleon pada tahun 1815. 

Pada saat itu, Kekaisaran Napoleon menyerah pada kekuatan gabungan Eropa. Perang Inggris-Prancis sebagian besar terjadi untuk memperebutkan kendali atas tanah Prancis dan termasuk pertempuran terkemuka seperti Agincourt, Crecy, dan Waterloo.

Perjuangan awal melihat keberhasilan penempatan Longbowmen Inggris yang legendaris, yang dilatih untuk menggunakan busur yew yang berat sejak usia muda. 

Tetapi, Perang Inggris-Prancis juga memiliki konsekuensi yang luas di luar Eropa, memainkan peran penting dalam membentuk koloni independen di luar negeri. 

Misalnya, Prancis memberikan sumber daya penting ke Amerika Perkumpulan dalam Revolusi Amerika tahun 1775. 

Yang cukup menarik, meskipun ada banyak konflik antara Prancis dan Inggris selama periode ini, konflik tersebut tidak berkelanjutan; sebaliknya, ada periode damai yang relatif lama diselingi. 

Frekuensi sporadis tersebut menggambarkan betapa dinamisnya situasi geopolitik pada saat ketegangan bisa bergeser dari perang ke perdamaian dalam waktu singkat.

Perang Romawi-Persia (681 Pahamn)

Perang Romawi–Persia melibatkan dua kerajaan paling kuat di dunia kuno dalam konflik. Perang dimulai pada pertengahan abad ke-1 SM dan baru berakhir pada tahun 628 M, berlangsung selama 681 tahun.

Perang dimulai dengan negosiasi yang gagal untuk aliansi antara Mithridates II dan Lucius Cornelius Sulla, diikuti dengan invasi ke Mesopotamia oleh jenderal Romawi Marcus Crassus pada tahun 53 SM. Selama perang ini, ada periode ketika kedua belah pihak mencapai kemenangan yang signifikan satu sama lain. 

Akhirnya, Kaisar Romawi Timur Heraclius dan saudaranya Theodore berhasil memberikan pukulan fatal ke Kekaisaran Persia, dan penguasa Persia berikutnya berhasil menuntut perdamaian. 

Bahkan saat ini, Perang Romawi–Persia adalah salah satu perang terpanjang dan paling berpengaruh dalam sejarah, karena inovasi teknologi mengubah taktik militer dunia selama berabad-abad yang akan datang.

Perang Bizantium-Bulgaria (675 Pahamn)

Perang Bizantium–Bulgaria adalah serangkaian konflik yang terjadi selama 675 tahun antara Kekaisaran Romawi Timur (Bizantium) dan Bulgaria. 

Perang dimulai ketika Khan Asparuh memimpin rakyatnya, bangsa Bulgar, menyeberangi sungai Danube ke wilayah Bizantium pada tahun 680 M dan mendirikan kerajaan mereka. 

Meskipun Kekaisaran Bulgaria dan keberhasilannya menimbulkan ancaman signifikan terhadap kedaulatan Bizantium, selama konflik selama berabad-abad, kedua kekaisaran mencapai tingkat perdamaian dan keamanan tertentu dengan menandatangani perjanjian dan gencatan senjata jangka panjang. 

Kedamaian itu pada akhirnya akan hancur di bawah Tsar Simeon dan Tsar Ivan Alexander, yang bertekad untuk memperluas Kekaisaran mereka lebih jauh ke tanah Bizantium. 

Cek Artikel:  MUI Ajak Masyarakat Lanjutkan Boikot Produk Pro-Israel

Perang terakhir dari seri tersebut membawa kemenangan ke Bulgaria pada tahun 1355 M, yang pada akhirnya mengarah pada penaklukan Ottoman, dan itu menandai berakhirnya kedua kerajaan tersebut.

Perang Salib (604 Pahamn) 

Perang Salib adalah serangkaian perang agama yang disetujui oleh Gereja Latin antara tahun 1095 M dan 1699 M. Selama periode ini, tentara dari kerajaan Kristen Eropa berusaha menaklukkan tanah yang dikuasai Muslim di wilayah Levant di Timur Tengah.

Selain itu, Eropa Kristen ingin merebut kembali atau mempertahankan Kerajaan Jerusalem dari kekuasaan Islam. Penggunaan indulgensi mendapatkan keburukan di sini, yang merupakan taktik religius yang digunakan gereja untuk meyakinkan tentara untuk berperang dalam perang salib. 

Meskipun perang dimulai ribuan tahun yang lalu, pengaruhnya terhadap Eropa dan Islam jauh melampaui medan perang; sejarawan umumnya setuju bahwa ketegangan agama yang tercipta selama ini masih ada sampai sekarang. 

Sayangnya, sejarah konflik abad pertengahan yang sering disalahpahami ini telah menghasilkan persepsi yang tidak akurat bahwa mereka berakhir lebih awal dari yang sebenarnya, sehingga salah memahami perang, gangguan, dan kerusuhan selama lebih dari 604 tahun. 

Perang Arab-Bizantium (421 Pahamn)

Perang Arab-Bizantium adalah serangkaian konflik yang berlangsung selama empat abad dan satu tahun. Permusuhan lama antara dua kerajaan besar ini memiliki banyak faktor — termasuk ekonomi, geopolitik, dan agama — yang menyebabkan beberapa pertempuran hingga resolusi mereka pada tahun 1050 M. 

Pada 629 M, Muhammad menentang Kekaisaran Bizantium, dan pada 638 M, pasukan Arab telah menaklukkan Levant, Mesir, dan Persia yang sebelumnya Romawi. 

Bizantium menderita lebih banyak kerugian sampai Kekaisaran mendapat manfaat dari kebangkitan di abad ke-10. Melalui dukungan Eropa dalam Perang Salib. 

Kekaisaran Bizantium mendapatkan kembali dominasi totalnya pada tahun 1100-an. Turki Seljuk menggantikan ancaman orang Arab pada tahun 1050-an, sehingga mengakhiri Perang Arab-Bizantium. 

Konsekuensi dari perang ini membentuk lanskap di Eropa dan Timur Tengah, menciptakan salah satu dendam paling terkenal dalam sejarah manusia. 

Konflik Yaman-Ottoman (373 Pahamn)

Konflik Yaman-Ottoman mengacu pada pertempuran antara tahun 1538 M dan 1911 M, sebagian besar melibatkan Kesultanan Utsmaniyah dan berbagai faksi di Yaman. 

Utsmaniyah berusaha untuk memperluas kekuasaan kekaisaran mereka di wilayah-wilayah di Jazirah Arab, secara eksplisit menargetkan Yaman, sehingga memicu konflik. Beberapa gubernur Utsmani berturut-turut, seperti Selim II dan Suleiman I, memimpin banyak dari pertempuran ini, melakukan kampanye militer melawan penguasa lokal ketika negosiasi diplomatik tidak berhasil. 

Perang ini menghasilkan keuntungan teritorial bagi Ottoman, yang mengarah pada peningkatan kendali atas Yaman dan bagian-bagian di sekitarnya. 

Berbagai serangan selama periode ini memiliki dampak yang bertahan lama pada budaya dan sejarah Yaman, dengan kedua belah pihak menderita kerugian yang cukup besar dalam hal manusia dan sumber daya. 

Cek Artikel:  BPJPH Harusnya Prioritaskan Pendekatan Bijak dan Kolaboratif Dibandingkan Ancaman Hukuman

Akhirnya, pada tahun 1911, setelah 373 tahun bertempur, mereka mencapai kesepakatan yang memberikan otonomi kepada Yaman di bawah kedaulatan Ottoman hingga Perang Dunia I pecah beberapa tahun kemudian.

Konflik Maroko-Portugis (354 Pahamn)

Konflik Maroko-Portugis berlangsung dari 1415 M hingga 1769 M dan merupakan serangkaian perang dan pertempuran kecil antara Kekaisaran Portugis dan Kerajaan Maroko. 

Tujuan awal dari konflik tersebut adalah agar Portugal mendapatkan kendali atas Maroko untuk mempertahankan supremasi angkatan laut mereka di Laut Mediterania Barat.

Konflik ini bermula ketika pasukan Portugis merebut Ceuta pada tahun 1415 dan berusaha merebut kota-kota pesisir lainnya seperti Tangier dan Azemmour. 

Sebagai tanggapan, orang Maroko melawan balik di bawah banyak Sultan, termasuk Sultan Abd al-Malik, yang menang melawan serangan Portugis pada tahun 1578.

Tetapi demikian, meski menghadapi beberapa kekalahan di tangan Abd al-Malik, Portugal masih berhasil mendapatkan beberapa benteng di sepanjang Garis Pantai Maroko. 

Tetapi, Raja Sebastian dari Portugal tewas dalam pertempuran, dan di atas 190 tahun, setiap pijakan Portugis ditinggalkan atau dikembalikan. 

Periode yang relatif damai ini berlanjut sampai Portugal akhirnya menarik pasukannya dari wilayah Maroko pada tahun 1769.

Perang Rusia-Turki (350 Pahamn)

Perang Rusia-Turki adalah serangkaian 12 konflik antara Kekaisaran Rusia dan Kekaisaran Ottoman yang berlangsung dari tahun 1568 M hingga 1918 M. 

Selama periode ini, kedua kekaisaran berperang beberapa pertempuran, terutama untuk menguasai tempat-tempat keagamaan di Tanah Kudus, akses ke Laut Hitam, dan wilayah di Eropa Timur dan Kaukasus.

Pada tahun 1569, sultan Utsmaniyah Selim II berusaha mendorong Rusia keluar dari Volga bagian bawah dengan mengirimkan ekspedisi militer ke Astrakhan, yang memicu konflik paling awal antara Utsmaniyah dan Rusia. 

Selanjutnya, banyak bentrokan terjadi di wilayah seperti Krimea, yang berpindah tangan berkali-kali hingga akhirnya dianeksasi Rusia pada tahun 1783. 

Konflik besar berikutnya terjadi pada tahun 1828 ketika Rusia menyatakan perang terhadap Turki karena keterlibatannya dalam gerakan kemerdekaan Yunani. 

Eskalasi ini kemudian meluas ke Rumania dan Bulgaria, yang mengarah pada perolehan teritorial lebih lanjut untuk Rusia. 

Kemudian, selama Perang Dunia I, Rusia bergabung dengan Inggris melawan Jerman dan sekutunya, termasuk Turki, menghasilkan kemenangan yang menentukan bagi Rusia dan sekutunya di Perjanjian Brest-Litovsk pada tahun 1918, yang secara resmi mengakhiri semua permusuhan.

Di tengah sejarah panjang konflik, Hari Perdamaian Dunia mengingatkan kita akan pentingnya dialog dan kerja sama. 

Mari kita berkomitmen untuk membangun jembatan perdamaian, agar generasi mendatang dapat hidup dalam harmoni. Dengan merayakan perdamaian, kita berharap dapat mengubah siklus kekerasan menjadi rekonsiliasi. (Z-1)

Mungkin Anda Menyukai